serba serbi
Memaknai Gempa Bumi Berdasar Lontar Palelindon, Mulai dari Kepemimpinan Hingga Introspeksi Diri
Ida Pedanda Putra Tembau mengharapakan masyarakat malihat peritiwa gempa bumi tidak hanya sebagai musibah belaka.
Penulis: Eka Mita Suputra | Editor: Rizki Laelani
Berdasarkan Lontar Palelindon tersebut, gempa beruntun yang terjadi pada sasih karo diawali dari pertanda alam seperti hujan lebat, serta cuaca ekstrim gelombang tinggi di laut.
Hal ini sangat sesuai dengan kondisi alam beberapa hari belakangan di Bali maupun Lombok
"Berdasarkan Lontar Palelindon ini, gempa yang terjadi saat redite (minggu), bertanda warga sangat mudah tersulut emosinya. Selain itu, hama juga banyak menyerang pertanian," ungkapnya
Namun, ada hal yang menjadi perhatian sang sulinggih saat itu. Lontar Palelindon juga menyebut, gempa yang terjadi saat sasih karo memiliki makna yang lebih luas.
Mulai dari pemimpin yang saat ini tengah bimbang, sampai masyarakat yang tidak lagi percaya dengan pemerintahnya.
"Sementara gempa pada sasih karo, berdasarkan Lontar Palelindon ini memberikan tanda bahwa masyarakat mulai tidak percaya dengan pemerintah. Pemerintah juga mulai bimbang. Jika ini terus berlanjut, tentu suasana kehidupan bermasyarakat juga tidak kondusif dan rentan menjadi konflik. Pertanda ini sangat riskan, terlebih menjelang tahun pemilu seperti saat ini," jelas Ida Pedanda Putra Tembau.
Namun demikian, Ida Pedanda Putra Tembau meminta masyarakat untuk memaknai gempa bumi tersebut sebagai sebuah peringatan alam.
Dengan kejadian ini, masyarakat diminta untuk kembali ke jati dirinya sebagai manusia yang mulia.
"Lontar Palelindon ini juga menjelaskan, bencana gempa bumi saat sasih karo ini diharapkan menjadi peringatan bagi manusia agar intropeksi diri. Masyaraat agat tidak mudah tersulut emosinya, berpikiran jernih dan kembali ke jati diri manusia sehingga alam ini menjadi ajeg (tegak) dan penuh kedamaian," terangnya.
Dalam lontar itu juga tertuang, perlu dilakukanya pecaruan sesuai dengan kemampuan, agar bhuana agung (alam semesta) kembali tentram dan seimbang.
Hal senada diungkapkan sulinggih Ida Pedanda Gede Made Tembau, dari Gria Kulon, Desa Aan, Banajrangkan.
Ia mengharapakan masyarakat malihat peritiwa gempa bumi tidak hanya sebagai musibah belaka.
Namun, melihat gempa bumi sebagai pertanda alam, yang mengingatkan manusia adanya pergeseran nilai di masyarakat.
Mulai dari ekploitasi alam yang semakin marak, hingga sikap manusia yang semakin kurang bersahabat dengan alam
"Kejadian ini mengingatkan kita untuk mulai bersikap bijaksana terhadap alam. Harus intropeksi diri dengan apa yang kita lakukan terhadap alam, sehingga alam terjaga keajegannya," (eka mita suputra)