Simpang Ring Banjar
Ritual Khusus Sasih Kelima Banjar Kesian, Hindarkan Masyarakat dari Wabah Penyakit
Setiap sasih kelima, desa adat di Bali menggelar ritual khusus untuk menangkal kekuatan negatif
Penulis: I Wayan Eri Gunarta | Editor: Irma Budiarti
TRIBUN-BALI.COM, GIANYAR - Sasih kelima menjadi musim yang sangat 'ditakuti' masyarakat Bali.
Pada musim ini masyarakat sangat mudah terserang penyakit.
Tanaman pun kerap gagal panen.
Para tetua zaman dulu mengatakan, kondisi ini disebabkan Ratu Gede Mecaling yang berstana di Nusa Penida, bersama pengikutnya berupa raksasa, datang ke tanah Bali untuk menyebarkan penyakit.
Hingga saat ini, kepercayaan tersebut masih dipegang teguh oleh masyarakat Bali.
Karena itu, setiap sasih kelima, desa adat di Bali menggelar ritual khusus untuk menangkal kekuatan negatif tersebut.
Namun bentuk ritual yang dilakukan setiap desa adat, terkadang berbeda antara satu dengan lainnya.
Seperti di Banjar Kesian, Desa Lebih, Kecamatan Gianyar.
Klian Adat Banjar Kesian, I Wayan Kader saat ditemui di rumahnya, Kamis (9/8/2018) mengatakan, setiap sasih kelima, Ida Bhatara Sesuhunan dalam wujud beliau sebagai barong bangkal dan rangda akan ngenteg di Pura Dalem.
Saat Hari Kajangkliwon, masyarakat akan mengiringi Ida Bhatara mengelilingi setiap wilayah di Desa Pakraman Kesian.
Saat Ida Bhatara tiba di perempatan agung, krama adat akan menggelar ritual pitik selem (anak ayam berwarna hitam).
Selama Ida Bhatara tidak mengelilingi kawasan desa adat.
Maka di hari-hari biasa, krama adat wajib menghaturkan rayunan (makanan), yang dipersembahkan kehadapan Ida Bhatara sebanyak empat kali dalam satu hari.
“Krama setiap hari menghaturkan rayunan sebanyak empat kali. Paginya dua, dan sorenya dua. Tidak semua krama dalam satu hari, tetapi kami giliran, yang penting dalam sehari itu ada empat rayunan,” ujarnya.
Adapun isi dari rayunan tersebut, kata dia, disesuaikan dengan kemampuan masyarakat.
Namun yang terpenting, dalam setiap rayunan tersebut berisikan tipat kelan, telur, base sayoan, dan bawang jahe.
Selain itu, saat sasih kelima ini, Desa Pakraman Kesian juga memiliki ritual khusus untuk rumah masyarakat.
Pemangku setempat akan membuat tirha, dan tirta ini dipercikkan oleh setiap krama di angkul-angkul (pintu masuk), rumah, untuk menghindari penyakit yang disebarkan Ratu Gede Mecaling dan pengikutnya.
Grubug dan Gagal Panen
Belum diketahui sejak kapan tradisi di Banjar Kesian ini mulai digelar.
Namun demikian, di masanya, tidak pernah ada masyarakat yang mengabaikan tradisi tersebut.
Menurut penuturan para tetua, beberapa tahun silam tradisi ini pernah tidak digelar, entah karena alasan apa.
Akibatnya, saat itu ada petani setempat yang bekerja di sawah hingga siang hari.
Ketika pulang ke rumah, petani itu langsung sakit, dan tidak berselang lama, meninggal tanpa sebab jelas.
Selain itu, tanaman-tanaman pun banyak gagal, sehingga masyarakat menjadi kelaparan.
Sebab saat itu, masyarakat hanya hidup dari hasil pertanian.
“Sejak kejadian itu, masyarakat pun kembali menggelar tradisi ini. Dan, sampai saat ini tetap ajeg,” ujar Klian Adat Banjar Kesian, I Wayan Kader.
Mengabdi Lewat Seni
Sejak beberapa tahun ini, seni kerawitan di Banjar Kesian, Desa Lebih Gianyar mulai melejit.
Bahkan, banjar yang terdiri dari 440 kepala keluarga (KK) ini memiliki tiga generasi penabuh.
Mulai dari penabuh dewasa, pemuda hingga anak-anak.
Hal ini juga secara tidak langsung, telah mengindarkan generasi muda dari hal negatif.
Lestarinya kesenian di Banjar Kesian, tidak luput dari peran seorang warganya, I Putu Agus Eka Permana.
Ia merupakan warga yang berperan dalam menghindarkan generasi muda setempat dari hal negatif.
Dengan kegigihan dan tanggung jawabnya dalam bidang seni, Gus Eka sapaanya, telah membangkitkan minat seni generasi muda setempat.
Dimana sebelumnya, waktu luang mereka hanya habiskan dengan nongkrong di sisi jalan.
Namun saat ini, beralih ke kegiatan berlatih gamelan.
“Ini bentuk pegabdian saya pada banjar. Saya tidak bisa memberikan apa-apa, selain menyalurkan kemampuan seni yang saya miliki. Astungkara, apa yang saya lakukan berguna bagi banjar dan masyarakat,” ujar Gus Eka. (*)