Liputan Khusus
Sepenggal Kisah Punk Bali, Galang Dana Korban Gempa Lombok Hingga Aksi Tolak Reklamasi
"Rakyat sengsara, karena pemimpin yang bodoh...!!!" teriak vokalis Natterjack disambut ketukan drum bertempo cepat
Penulis: I Wayan Erwin Widyaswara | Editor: Ady Sucipto
Berbagai komunitas punk di Bali turut serta dalam kegiatan penggalian dana yang digelar sedari dua pekan lalu itu. Seperti Komunitas Para Brandals, Punk Reformasi, dan komunitas punk lainnya.
Komunitas Punk Reformasi dan Para Brandals memang begitu getol menyuarakan penolakan reklamasi Teluk Benoa.
Sedari muncul rencana untuk mereklamasi Teluk Benoa, komunitas ini selalu aktif ikut turun ke jalan dan tergabung dengan gerakan Forum Rakyat Bali Tolak Reklamasi Teluk Benoa (ForBali).
Pada Minggu (26/8) lalu usai menggelar konser punk di Taman Baca Kesiman, perwakilan Punk Reformasi dipercaya oleh komunitas punk Bali lainnya untuk menyerahkan bantuan tersebut langsung ke Lombok.
Bagi Roy Djihard, kegiatan penggalangan dana itu murni sebagai bentuk kepedulian mereka terhadap musibah yang dialami oleh masyarakat di Lombok.
"Kami sering main di sana. Komunitas Punk di Lombok juga sangat dekat dengan kami, dan hubungan kami sangat baik. Di luar itu semua, di manapun ada bencana kami siap membantu semampunya. Sebab, apapun suku, agama, kita satu Indonesia wajib saling membantu," ujar lelaki bernama lengkap I Gusti Agung Made Roy itu kepada Tribun Bali.
Semakin ke depan, rupanya para punkers Bali mengalami reformasi. Punk yang dulunya cuma dikenal masyarakat sebagai kumpulan orang-orang brutal, tak terurus, dan berandal, kini citra tersebut perlahan mulai berubah.
Di Bali, para punker membentuk sejumlah komunitas, salah satunya Komunitas Punk Reformasi
Punk Reformasi terbentuk seiring dengan adanya rencana reklamasi Teluk Benoa. Para punker Bali merasa terketuk hati mereka untuk ikut melakukan perlawanan dengan menggelar konser penggalian dana mendukung gerakan tersebut.
Selain itu, mereka juga sering ikut aksi bersama Forum Rakyat Bali Tolak Reklamasi (ForBali) di Renon, Denpasar.
"Awalnya, kami turun berpakaian ala punk. Pakai sepatu bot, rambut mohawk, pakai tindik dan, lainnya, namun akhirnya kami bersepakat turun berpakaian adat," kata salah satu penggerak di Komunitas Punk Reformasi, I Made Indrajaya alias Jayak.
Selain Jayak, Roy Vokalis Djihard bahkan rela membuat tato Bali Tolak Reklamasi (BTR) di bagian kaki kirinya.
Tato BTR--sebutan akrab para aktivis tolak reklamasi di Bali-- dibuat oleh Erick Tatto pada tahun 2015.
"Waktu itu, mulai ada perusakan-perusakan terhadap baliho BTR dimana-mana. Saya berpikir jika saya membuat tato di kaki saya, setiap hari orang-orang akan bisa melihat gambar penolakan reklamasi Teluk Benoa," kata pria berambut mohawk dengan tindik di bibir dan hidungnya itu.
Jika kita melihat kaki kiri Roy, kita ibarat melihat baju BTR yang kerap digunakan para aktivis BTR saat melakukan aksi bersama.