'Jual Kepala' Terkait Kunjungan Wisatawan China Viral, Cok Ace Sebut Bukan Kapasitasnya Lakukan ini
'Jual Kepala' Terkait Kunjungan Wisatawan China Viral, Cok Ace Sebut Bukan Kapasitasnya Lakukan ini
Penulis: Zaenal Nur Arifin | Editor: Aloisius H Manggol
TRIBUN BALI.COM, MANGUPURA - Wakil Gubernur Bali, Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati atau akrab disapa Cok Ace menegaskan, dirinya tidak memiliki kapasitas untuk menginvestigasi fenomena wisatawan China yang berkunjung ke Bali atau jual kepala.
Hal itu ditegaskan Cok Ace dalam Forum Group Discussion mengenai pariwisata Bali dengan industri pariwisata Kabupaten Badung di The Trans Resort Bali, Selasa (23/10/2018).
“Saat ini isu jual kepala menjadi isu yang sangat mengemuka di Bali. Tentu saya tidak bisa diam. Perlu ada tindakan dari ASITA dan stakeholder lainnya tapi tidak kapasitas saya menginvestigasi masalah tersebut,” tegas Cok Ace.
Baca: Penculikan di Jalan Pulau Saelus Denpasar Viral, Jero Wiratni: Anak Saya Diincar Sejak 4 Bulan Lalu
Cok Ace mengaku, menemukan adanya tenaga asing yang diperkerjakan tidak sesuai prosedur misalnya, penjaga toko.
“Tinggal ini dicek saja apakah ada izinnya atau tidak. Kemudian dari produk-produknya yang dijual di toko tersebut hampir semuanya produk dari China. Bagaimana mekanismenya apakah sudah memenuhi syarat apakah boleh dijual, bagaimana pajak dan lainnya,” ucapnya.
Baca: Pernikahan Tak Direstui Lantaran Baru Kenalan Sehari, Remaja ini Hajar Paman Istrinya di Buleleng
Cok Ace mengatakan, mengenai fenomena 'jual kepala' itu merupakan trik-trik dalam dunia pariwisata.
Namun, jika sudah sampai menjatuhkan produk yang dijual, maka pihaknya akan mengambil langkah tegas.
“Pertama tentu langkah kita moratorium terlebih dulu untuk mengendalikan suplai. Ini adalah celah luar biasa kita dapat tekanan luar biasa ketika suplai kita berlebihan. Kalau kita bilang harganya 400 ditawar 200 kita tidak kasih kita terus ditempat lain 350 itu yang pertama. Kedua jenis produk yang dijual jangan terlalu mengikuti kemauan pasar artinya pasar seperti China yang murah tidak harus mengikuti itu,” ujarnya.
Baca: Akbar Daeng Ampuh Tewas di Lapas, Setir Pembunuhan Satu Keluarga, Kerap Dikunjungi ABG Cantik
Salah satu contohnya, menjual hostel yang harga per bednya Rp 50 ribu kreatif, mengkontrak rumah diperbaiki sedikit kemudian disewa harian kepada turis China.
Dengan demikian, pengembalian modalnya cepat.
“Hal-hal seperti ini tentu saya yakin mereka melanggar aturan tinggal low investment saja. Rajin-rajin satpol PP turun ke lapangan kerjasama hubungan baik dengan penguasa-penguasa wilayahnya di Kelian Banjar. Ajak sama-sama sadarkan mereka bahwa kalau ini dibiarkan lama kelamaan akan menjatuhkan kita semua,” paparnya.
Baca: Demi Berfoya-foya, Ni Luh Dentri Nekat Lakukan Hal Tak Terpuji ini Berulang Kali
Sebelumnya, Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Provinsi Bali mencatat, ada peningkatan signifikan jumlah turis China ke Bali dalam beberapa tahun terakhir, persisnya selama periode 2010-2017.
Rata-rata pertumbuhan kunjungan turis China ke berbagai negara di seluruh dunia (global) mencapai 13,30 persen.
Namun, rata-rata pertumbuhan kedatangan turis China ke Indonesia (termasuk Bali) lebih tinggi dibanding rata-rata global itu.
Yakni 28,50 persen.
Kepala Perwakilan BI Provinsi Bali, Causa Iman Karana mengatakan, meskipun turis China membanjiri Bali, terdapat permasalahan terkait penerimaan devisa yang didapat oleh negara dari kunjungan turis China ini.
Rata-rata pengeluaran wisatawan China masih lebih rendah dibanding wisatawan negara-negara lain.
“Di Bali, rata-rata pengeluaran wisatawan China sebesar Rp 9,66 juta, lebih rendah dibanding rata-rata pengeluaran wisatawan Australia, Eropa, dan Jepang,” kata Causa beberapa waktu lalu.
Hasil survei Kantor Perwakilan BIBali pada 2018 menunjukkan, tingkat pengeluaran turis China di Bali ternyata yang paling rendah dibandingkan turis dari Jepang, AS, dan Eropa.
Pengeluaran turis China di Indonesia rata-rata hanya sebesar 965 dolar AS (sekitar Rp 9,66 juta) per orang untuk sekali kunjungan.
Itu lebih rendah dibanding pengeluaran turis China di Thailand yang sebesar 2.026 dolar AS per orang untuk sekali kunjungan pada 2017.
Pengeluaran turis China itu juga di bawah rata-rata pengeluaran wisatawan mancanegara (wisman) di Indonesia yang sebesar 1.170 dolar AS per orang.
Pengeluaran turis Jepang di Bali sekitar Rp11,19 juta per orang, turis Eropa Rp15,7 juta per orang, dan turis Australia Rp13,4 juta per orang.
ini menyebabkan adanya lost opportunity sekitar 205 dolar AS per wisman.
Jika potensi tersebut dikalikan total wisman China yang datang ke Indonesia sepanjang periode 2014-2017, maka total lost opportunity akan mencapai 260 juta dolar AS.
Salah satu penyebab tidak optimalnya penerimaan devisa negara dari kedatangan turis China adalah adanya praktek pemasaran ‘Zero Dollar Tour’ yang ditawarkan oleh agen perjalanan wisata.
Melalui paket wisata tersebut, agen wisata menawarkan harga paket wisata yang sangat murah, bahkan hanya senilai biaya tiket perjalanan.
Namun demikian, wisatawan yang mengambil paket wisata tersebut harus mengikuti jadwal tur dan bahkan kunjungan ke toko-toko souvenir yang telah ditetapkan oleh agen wisata.
Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkapkan, total kunjungan turis China ke Indonesia sebanyak 1,9 juta orang pada 2017.
Dari jumlah tersebut, sebanyak 1,38 juta orang berkunjung ke Bali.
Sementara itu, wisman dari Australia tercatat sebanyak 1,09 juta orang pada periode Januari-Desember 2017.
Jumlah wisman Jepang sebanyak 252.998 orang, sedangkan turis dari Negeri Paman Sam sekitar 191.106 orang.
Adapun jumlah keseluruhan wisman dari tiga negara Eropa saja, yakni Inggris, Prancis, dan Jerman, mencapai 598.875 orang.
Salah satu penyebab tidak optimalnya penerimaan devisa negara dari kedatangan turis China adalah adanya praktek pemasaran Zero Dollar Tour yang ditawarkan oleh agen perjalanan wisata.
Melalui paket wisata tersebut, agen wisata menawarkan harga paket wisata yang sangat murah, bahkan hanya senilai biaya tiket perjalanan.
Namun demikian, wisatawan yang mengambil paket wisata tersebut harus mengikuti jadwal tur dan bahkan kunjungan ke toko-toko souvenir yang telah ditetapkan oleh agen wisata.
Menurut penuturan pelaku pariwisata di Bali, praktek Zero Dollar Tour yang dipraktekkan pelaku usaha wisata China di Bali, sebelumnya dilakukan mereka di Thailand dan Vietnam.
Pemerintah Thailand kemudian melakukan berbagai upaya, diantaranya menetapkan tarif acuan otoritas pariwisata Thailand dengan membuat kesepakatan bersama Otoritas Pariwisata China.
Juga dilakukan penertiban agen wisata ilegal, di mana pemerintah Thailand bekerjasama dengan pemerintah China.
“Intervensi yang dilakukan pemerintah Thailand dalam membasmi praktek Zero Dolar Tour ini, bisa mencegah hilangnya potensi pendapatan devisa dari wisatawan China, sehingga bisa mengoptimalkan pendapatan devisa mereka,” kata pelaku usaha pariwisata itu. (*)