Rektor IHDN Denpasar Beberkan Isi Prasasti Siddhi Mantra, Kisahkan Pulau Bali dan Jawa

Rektor IHDN Denpasar, Prof. Dr. Drs. I Gusti Ngurah Sudiana, M.Si., mengisahkan keberadaan Pulau Bali dan Pulau Jawa

Editor: Irma Budiarti
Tribun Bali/I Wayan Sui Suadnyana
Rektor IHDN Denpasar, Prof. Dr. Drs. I Gusti Ngurah Sudiana, M.Si., saat ditemui Tribun Bali usai seminar nasional bertajuk Pengaruh Ajaran Agama Terhadap Kehidupan Spiritual Bangsa Indonesia, yang diadakan oleh Program Studi S3 Ilmu Agama di Gedung Pascasarjana Lantai 3 IHDN Jalan Kenyeri, Denpasar pada Kamis (25/10/2018). 

Laporan wartawan Tribun Bali, I Wayan Sui Suadnyana

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Rektor Institut Hindu Dharma Negeri (IHDN) Denpasar, Prof. Dr. Drs. I Gusti Ngurah Sudiana, M.Si., mengisahkan keberadaan Pulau Bali dan Jawa.

Kisah itu ia kutip dari prasasti Siddhi Mantra yang menjelaskan bahwa antara Pulau Bali dan Jawa pada awalnya sebagai satu kesatuan daratan.

Rektor yang juga sebagai Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Provinsi Bali itu menjelaskan hal tersebut pada saat membuka seminar bertajuk Pengaruh Ajaran Agama Terhadap Kehidupan Spiritual Bangsa Indonesia.

Seminar tersebut diadakan oleh Program Studi S3 Ilmu Agama di Ruang Vidya Sabha Paripurna Gedung Pascasarjana Lantai 3 IHDN Denpasar, Jalan Kenyeri, Denpasar pada Kamis (25/10/2018).

Pada prasasti Siddhi Mantra, jelasnya, Pulau Bali dan Jawa yang menjadi satu ini digores oleh Siddhi Mantra dengan menggunakan tongkatnya.

Akibat goresan tersebut, antara Jawa dan Bali menjadi pulau yang terpisah.

"Dulu Pulau Jawa itu bagian dari Bali, Pulau Bali juga bagian dari Jawa," tegasnya lagi ketika ditemui Tribun Bali usai acara seminar berlangsung.

Pemisahan Bali dengan Jawa yang dilakukan Siddhi Mantra ini, menurutnya, bukan tanpa alasan.

Hal itu dilakukan karena Siddhi Mantra menganggap Bali sebagai pulau stananing Hyang (istana dewa), sedangkan Jawa adalah pulau politik.

"Jadi orang-orang berkuasa di Indonesia pasti dari Jawa," jelasnya.

Baginya, kini di Jawa memang sudah tumbuh politikus-politikus besar, sedangkan di Bali akan muncul banyak spiritualis.

Para spiritualis ini nantinya yang akan memberikan sumbangan kepada penguasa agar memegang negara dengan adil dan makmur.

"Dengan demikian Bali dan Jawa tidak boleh disatukan daratannya, dan kalau disatukan Bali akan terganggu atau rusak," paparnya.

"Bali dan Jawa ini sudah diberikan identitas dan tugas masing-masing," jelasnya lagi.

Jika terpaksa disatukan antara Bali dan Jawa, maka akan terjadi berbagai macam gangguan seperti ekonomi, sosial, spiritual, alam dan sebagainya.

Menurutnya, tidak dijelaskan dalam prasasti itu terkait gangguan yang akan terjadi bila Bali dan Jawa disatukan.

"Tapi kita yang bisa meramalkan. Kalau nyambung banyak sekali hal-hal negatif yang bisa terjadi," pungkasnya. (*)

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved