Istri Anggota DPRD Klungkung Syok Jadi Tersangka Korupsi, Gede Gita: Khawatir Pengaruhi Kehamilannya

Kemarin, Kejaksaan Negeri (Kejari) Klungkung menetapkan Gita Gunawan beserta istrinya, Tiarta Ningsih, sebagai tersangka kasus dugaan korupsi

Penulis: Eka Mita Suputra | Editor: Ady Sucipto
Istimewa
I Gede Gita Gunawan dan Tiarta Ningsih ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejari Klungkung. 

TRIBUN-BALI.COM, SEMARAPURA - Tidak seperti hari biasanya, anggota Komisi II DPRD Klungkung, I Gede Gita Gunawan, tidak berada di kantornya, Selasa (6/11).

Sejumlah staf di Kantor DPRD Klungkung mengungkapkan, politisi asal Banjar Tulad, Nusa Penida, itu tidak ngantor.

Kemarin, Kejaksaan Negeri (Kejari) Klungkung menetapkan Gita Gunawan beserta istrinya, Tiarta Ningsih, sebagai tersangka kasus dugaan korupsi proyek pemasangan instalasi bio gas di Nusa Penida tahun 2014.

Masih dalam kasus yang sama, Kejari Klungkung juga menetapkan Kabid Pengkajian dan Pengembangan Dinas Pariwisata Made Catur Adnyana sebagai tersangka.

Ketika dihubungi melalui telepon, Gita Gunawan mengakui dirinya telah ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara itu.

Ia pun kemarin tidak masuk kerja karena mendampingi istrinya yang masih syok, setelah juga ditetapkan sebagai tersangka. Terlebih saat ini istrinya tengah hamil tujuh setengah bulan.

"Saya hari ini (kemarin, red) tidak kerja karena istri saya masih syok. Saya tidak berani meninggalkannya seorang diri dan mencoba menenangkannya. Ini di luar dugaan, karena kami tidak menyangka terseret dalam kasus ini. Saya khawatir hal ini berpengaruh pada kehamilannya," ungkap Gita Gunawan lewat saluran telepon selularnya, kemarin.

Gita Gunawan menerima surat penetapan tersangka dari Kejari Klungkung, Senin (5/11) sekitar pukul 10.00 Wita.

Saat menerima surat itu, Gita Gunawan tidak langsung membuka amplop dan suratnya, tapi langsung pulang ke rumahnya di Denpasar. Padahal saat itu masih ada agenda paripurna.

"Saya khawatir karena istri saya juga menerima surat itu di Denpasar. Saya buka suratnya di rumah," jelas Gita Gunawan.

Ia pun mengaku sama sekali tidak mengetahui alasan kenapa dirinya dan istrinya ditetapakan sebagai tersangka.

Pada saat proyek itu dilaksanakan tahun 2004 silam, ia mengaku sebagai komisaris di CV Bhuana Raya selaku pelaksana proyek tersebut. Sementara istrinya, Tiarta Ningsih, sebagai direktur di perusahaan itu.

"Posisi saya kan pasif sebagai perseroan comanditer (CV). Sementara terkait istri saya, sebenarnya tidak ada masalah lagi. Dua unit instalasi biogas yang diberitakan tidak dikerjakan, keduanya sudah selesai dan tidak ada masalah lagi," jelasnya.

Tersangka Bisa Bertambah

Penetapan tersangka terkait proyek pemasangan instalasi biogas di Nusa Penida tahun 2014 ini diumumkan pihak Kejari Klungkung, Selasa (16/11). 

Kasi Intel Kejari Klungkung, I Gusti Ngurah Anom, mengumumkan nama tersangka dengan  inisial GG untuk Gita Gunawan, yang merupakan Wakil Ketua Komisi II DPRD Klungkung.

Disebut juga inisial TN untuk Tiarta Ningsih, yang merupakan istri dari Gita Gunawan dan inisial CA untuk Made Catur Adnyana yang saat ini menjabat sebagai Kabid Pengkajian dan Pengembangan di Dinas Pariwisata.

"Terkait peran masing-masing tersangka dalam kasus ini, tidak dapat kami ungkapkan karena masuk ke materi penyidikan," ujar Gusti Ngurah Anom didampingi Kasi Pidsus Kejari Klungkung, Kadek Wira Atmaja, kemarin.

Kasus ini berawal dari temuan tahunan BPK tahun 2015. Temuan tersebut menyatakan ada proyek tidak termanfaatkan di Kecamatan Nusa Penida tahun 2014.

Setelah didalami, proyek tersebut merupakan pemasangan biogas senilai Rp 890 juta yang bersumber dari DAK Kementrian ESDM dan dana pendamping dari Pemkab Klungkung 10 persennya.

Proyek tersebut leading sector-nya di Badan Pemerdayaan Masyarakat, Pemerintahan Desa, dan KB.

Saat itu, Gita Gunawan menjabat sebagai komisaris di CV Bhuana Raya selaku pelaksana proyek tersebut. Sementara istrinya, Tiarta Ningsih, sebagai direktur di perusahaan itu. Sedangkan Catur Adnyana, sebagai pejabat pembuat komitmen dari Badan Pemerdayaan Masyarakat selaku leading sector proyek itu.

"Intinya kita sudah mengantongi dua alat bukti untuk kasus ini, sehingga berani menetapkan tersangka. Dalam waktu dekat ini kita kebut lagi penyidikannya, dan masih ada kemungkinan untuk ada tersangka lainnya," jelas Gusti Ngurah Anom.

Menurutnya ada beberapa hambatan terkait pengungkpaan kasus ini, di antaranya menunggu audit BPK perihal kerugian negara dari kasus ini.

Ketiga tersangka disangkakan pasal 2 ayat (1), jo pasal 18 dan pasal 3 jo pasal 18 dan pasal 12 huruf i jo pasal 18 Undang-Undang No 31 Tahun 1999 tentang tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No 20 Tahun 2001.

Proyek pemadangan biogas ini dikerjakan tahun 2014 silam, dengan sasaran tiga desa yakni Desa Kutampi Kaler, Kelumpu, dan Desa Sakti. Pemasangan biogas itu ditarget 40 unit, tersebar di tiga desa tersebut.

Namun yang terpasang hanya 38 unit. Parahnya proyek biogas ini setelah dicek ternyata sama sekali tidak termanfaatkan. Padahal per satu unitnya bernilai Rp 22 juta.

Pihak kejaksaan melihat ada pekerjaan yang tidak sesuai dengan petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknisnya proyek, sehingga proyek itu sama sekali tidak termanfaatkan.

Kerugian negara dari proyek biogas di Nusa Penida ini mencapai Rp 792.912.654.

Selain telah memeriksa tiga tersangka, sebelumnya pihak kejaksaan juga telah meminta keterangan Kalak BPBD Klungkung, I Putu Widiada yang saat itu menjabat sebagai Kepala Badan Pemerdayaan Masyarakat, Pemerintahan Desa, dan KB, sekaligus sebagai kuasa penggunaan anggaran dalam proyek itu. (*)

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved