Cerita Regu Elang BPBD Denpasar yang Sering Tangkap Ular
Sudah 11 hari di tahun 2019 dan sudah ada 10 kali pula pihak BPBD Kota Denpasar menangani kejadian ditemukannya ular oleh warga
Penulis: Busrah Ardans | Editor: Ida Ayu Suryantini Putri
Laporan Wartawan Tribun Bali Busrah Ardans
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Sudah 11 hari di tahun 2019 dan sudah ada 10 kali pula pihak BPBD Kota Denpasar menangani kejadian ditemukannya ular oleh warga.
Reptil liar ini kerap datang memasuki pemukiman warga, dan membuat takut warga yang tidak terbiasa dengan hewan melata ini.
Jenis ular yang paling banyak diamankan yakni ular Sanca atau ular Piton, kemudian ular Kobra dan ular sawah.
Selama 2018 ada 158 kejadian ular atau binatang lainnya masuk rumah warga yang diamankan BPBD Kota Denpasar.
Seringnya panggilan evakuasi ular, tentu memiliki pengalaman suka ataupun duka bagi para punggawa BPBD.
Saat bertandang ke markas BPBD Denpasar, tribun-bali.com berupaya menemui tim Regu Elang Tiga yang kini semakin terbiasa menangani panggilan masyarakat mengenai ular atau hewan berbahaya lainnya.
Gung Krisna dan Wayan Agus, dua di antara anggota Regu Elang Tiga yang selalu siap saat ada keluhan masyarakat.
"Kayaknya sejak awal 2019 sudah tangkap lebih 15 kali ular. Jenis-jenis ya seperti Piton. Paling besar itu tiga hari yang lalu, ular piton sebesar paha di daerah Panjer. Ularnya masuk plafon dia," kata Gung Krisna.
Dia menyebut, sebab ular masuk ke rumah warga karena musim. Apalagi ada banjir.
"Memang kalau masuk musim hujan kan ular banyak keluar. Juga karena habitatnya mulai berkurang. Biasa juga habis banjir banyak dah ular.
Dia menyukai aktivitas tersebut karena berhubungan dengan kemanusiaan dan apalagi bisa menyelamatkan orang lain dari bahaya merupakan kebahagiaan tak terkira.
Sejauh ini, kata dia, pengalaman menangkap ular itu tidak terjadi kecelakaan.
Namun di balik suka, tentu ada duka.
Ia menyayangkan adanya beberapa pendapat masyarakat yang kurang simpatik.
"Pengalaman paling jelek itu ya, adanya pendapat masyarakat yang bilang kasian ularnya ditangkap seolah kita buat kekerasan gitu,"
"Pernah ketika mau diamankan ularnya, kan waktu itu enggak ada yang berani. Terus kita plester mulutnya dulu. Eh malah dibilang sama masyarakat 'kok gitu caranya nangkap ular'? 'Kasian dong ularnya' Terus kita mau gimana, kita kan bertugas amankan ular ini apalagi dia besar dan liar," sebut Krisna, juga Agus menimpali.
Mereka juga menyebut tindakan seperti itu hanya beberapa kali dilakukan, jika memang ularnya ganas. Tapi, setelah itu pun akan dilepas kembali.
"Dan itu tidak sampai menyiksa. Apalagi mau dibunuh. Begitu juga dengan hewan lain. Kalau sudah sampai lokasi aman, baru kita buka dan lepas lagi plesternya," ungkapnya, membela.
Ditanya apakah pernah dililit ular, dikatakannya pernah.
Namun hal itu segera teratasi karena mereka bekerja bersama.
"Pernah sih ada yang dililit ular tapi kita kan bekerja dalam tim jadi bisa teratasi. Mudah-mudahan tidak pernah terjadi, kalau ada yang dililit kita lepas sama-sama," jawab dia.
Informasi mengenai adanya hewan liar juga tidak mengenal waktu.
Kadang pagi, siang, sore malam bahkan dini hari.
"Ada saja yang nelpon tiap-tiap jam-jam tersebut. Kalau sudah ditangkap kita amankan ke pos utama terus dikumpulkan dan biasanya ada yang ambil. Atau dilepas ke habitatnya," bebernya.
Aktivitas penanganan ular dan hewan liar ini telah efektif sejak 2014, selain pemadaman kebakaran.
Sebelumnya, dalam wawancara dengan Kepala BPBD Kota Denpasar, Ida Bagus Joni Ariwibawa, dia mengatakan jumlah tindakan penanggulangan terhadap hewan liar mencapai 158 kejadian di 2018.
"Satu tahun ini ada 158 kejadian yang berkaitan dengan pengamanan ular dan hewan lainnya. Tapi jumlah ularnya bisa diperkirakan tidak jauh dari jumlah kejadian yang ditindaklanjuti BPBD. Saat ini masih dalam perinciannya," kata Ida Bagus Joni Ariwibawa saat ditemui di ruangannya, Jumat (11/1/2019) pagi tadi.
Ditanya penyebab ular masuk ke rumah warga, kata dia, karena beberapa alasan.
Meskipun dirinya juga heran, mengapa selama setahun ini marak ditemukannya ular di pemukiman penduduk.
"Di samping perkembangbiakannya cepat, kemungkinan ular masuk rumah warga itu karena hanyut terbawa sungai dan berhenti di sekitar pemukiman lalu mencari makan di pemukiman,"
"Apalagi banyak juga rumah dekat sungai, terus bisa jadi ada yang pelihara. Atau dari cari makan seperti tikus, yang ternak ayam, bebek di rumah warga. Kan yang tadi malam itu makan bebek, karena ada ternak bebek. Bahkan beberapa waktu lalu di Kesiman itu makan burung di sangkarnya," kata Joni.
Walaupun selama ini, ujar Joni, anggotanya tidak memiliki kemampuan penanganan ular. Tetapi bisa dikatakan mereka berhasil melakukan penanganan.
"Keberanian saja sih ditambah sebilah alat untuk menangkapnya. Kan kita usahakan pegang kepalanya kalau berbisa. Terus kalau Piton itu pegang kepala sama ekornya agar tidak melilit,"
"Secara khusus tim kami untuk penanganan hewan liar tidak ada. Tapi coba kita bentuk 16 regu. Yang satu regu ada 4 orang. Dan satu di antaranya benar-benar berani maju ke depan untuk tangani ularnya," jelasnya.
"Lebih sulit kata dia, menangkap ular kobra kecil dari pada ular besar. Karena harus berhati-hati. Karena kalau salah sedikit nyawa kan," ujarnya lagi.
Selanjutnya, ular-ular yang sudah ditangani tersebut akan diberikan ke BKSDA atau ada orang yang biasanya minta untuk dipelihara.
Penanganan ular oleh BPBD Denpasar ini merupakan satu-satunya di Indonesia dan termasuk yang unik.
Baca: Tahun 2018 Banyak Penemuan Ular di Pemukiman, BPBD Catat Ada 158 Penanganan Hewan Masuk Rumah
Baca: Viral Retaknya Tebing Uluwatu, Begini Penjelasan BPBD Provinsi Bali
Baca: Merasa Tak Dihargai Tim Reaksi Cepat Angkat Kaki dari BPBD Gianyar, Anggota: Nasib Kami Tak Jelas
"Karena biasanya ditangani oleh ahli seperti BKSDA dan lainnya namun di Denpasar tidak demikian,"
"Seperti yang sudah saya katakan tadi bahwa BPBD Denpasar memang dibuat seperti itu karena jika ada keadaan darurat yang dialami masyarakat dikomandoi satu lembaga yakni BPBD Denpasar," ujarnya.
Ke depannya, rancangan BPBD seperti panggilan darurat ala 911 di Amerika.
"Sementara kami 112 atau 0361 223333. Kalaupun infonya bukan wewenang kami, semisal mengenai listrik maka akan diteruskan ke PLN. Semuanya tergabung di Pusat Pengendalian Operasional BPBD yang berfungsi menyerap dan menyalurkan informasi masyarakat," imbuhnya.
Selain itu, dia menjelaskan fungsi BPBD di Denpasar sengaja digabungkan oleh kebakaran dan penyelematan, karena kebakaran juga merupakan bencana.
"Ya kebakaran kan disebabkan oleh alam, non alam maupun manusia. Sekaligus untuk efisiensi, kebakaran dilebur dan digabungkan di Badan Penanggulangan Bencana Daerah.
"Selain itu juga, Pak Walikota menginginkan bahwa di Denpasar itu ada yang sedia 24 jam jika ada suatu kejadian. Dan masyarakat juga tidak bingung maka berkaitan kegawatdaruratan yang bisa terjadi kapan saja dan menimpa siapa saja, seperti masyarakat sakit, cedera dan sebagainya, juga ditangani BPBD. Termasuk akhir-akhir ini evakuasi binatang liar," kata dia.
"Intinya untuk memudahkan masyarakat. Dan satu komando jika ada kejadian yang emergency harus ditangani," lanjutnya.
Sedangkan, untuk data semua tindakan penanggulangan bencana tahun 2018 tercatat ada 2.200 tindakan.
"Selama tahun 2018, BPBD melakukan tindakan emergency sebanyak 2.200 kejadian. Itu terdiri atas pelayanan kecelakaan ada 793 kejadian, kebakaran ada 174, evakuasi pasien sakit 457, warga pingsan 53, penemuan jenazah 54, pohon tumbang 44, hanyut atau tenggelam 9, evakuasi jenazah (Pantastis) 294, tiang roboh, gardu meledak dan sejenisnya 6, evakuasi korban penganiayaan 3, banjir 37, penanganan ular atau binatang lainnya 158, warga tercebur sumur 1, ODGJ 19, LPJU 18, telepon masuk dan pengaduan lainnya 67, telpon main-main 3, gempa 2, bunyi sirine tsunami 1, penusukan, bentrok 1, tembok roboh 1 dan warga hilang 4," jelas dia merincikan.
Emergency call yang ditindaklanjuti oleh BPBD tersebut diketahui meningkat dibanding 2017 yang mencapai 1.500 kejadian.
Selama ini di beberapa tempat, tim kebakaran menjadi dinas tersendiri. Atau di beberapa tempat lain menjadi bagian dari Satpol PP.
Namun berbeda dengan BPBD Denpasar.
Adapun penyebab kebakaran yang selama ini terjadi, kebanyakan disebabkan oleh korsleting listrik dan tabung gas yang bocor. (*)