1.324 Orang Direhabilitasi Narkotika di Bali Tahun 2017-2018, Ini Faktor Penyebabnya

Kepala BNN Provinsi Bali, Brigjen (Pol) I Putu Gede Suastawa menuturkan ada 796 orang di tahun 2017 dan 528 orang di tahun 2017 dan 528 di tahun 2018

Penulis: Busrah Ardans | Editor: Ida Ayu Suryantini Putri
TRIBUN BALI/BUSRAH ARDANS
Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Provinsi Bali, Brigjen (Pol) I Putu Gede Suastawa saat ditemui di ruang kerjanya beberapa hari lalu 

Laporan wartawan Tribun Bali Busrah Ardans

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Provinsi Bali, Brigjen (Pol) I Putu Gede Suastawa menuturkan ada 796 orang di tahun 2017 dan 528 orang di tahun 2018 yang masuk dalam data rehabilitasi BNNP Bali.

Itu berarti, ada sekitar 1.324 orang penyalahguna narkoba yang sudah dibantu direhabilitasi oleh BNNP Bali dalam kurun waktu dua tahun ini.

Data BNNP Bali itu berdasarkan tiga indikator pecandu, yakni Mereka yang Mengajukan Diri ke BNNP, Compulsory dan Operasi Tempat Hiburan Malam.

Sementara itu, dia merincikan, dari data tersebut diketahui pula orang Bali asli yang direhabilitasi lebih banyak dibanding luar Bali.

"Orang Bali asli yang kena itu 441 orang di tahun 2017, dan di tahun 2018 ada 319 orang. Sementara pendatang 269 orang di tahun 2017 dan 35 orang di tahun 2018, orang luar yang lahir di Bali ada 73 orang dan tahun 2018 ada 156 orang," rincinya.

"Sementara WNA yang terkena 13 orang di tahun 2017 dan 18 orang di tahun 2018," sambungnya.

Adapun data tersangka yang berhasil dirangkum selama 2017-2018 tercatat mengalami penurunan.

"Jumlah tersangka selama tahun 2017 berjumlah 400 orang seluruh Bali dan tahun 2018 berjumlah 350 tersangka. Data itu berdasarkan tangkapan termasuk Polda dan Jajaran Polres dan Polsek yang dibawa ke sini," ujar Suastawa.

Dia menyebutkan, data itu valid karena orang-orang yang terlibat tersebut berdasarkan assessment di BNN.

Baca: Waspada! Narkoba Jenis Baru Beredar di Medsos, Lebih Berbahaya daripada Ganja, Kenali Cirinya Ini

Baca: Kreativitas Lomba di Banjar Pande, Jauhkan Anak Muda dari Bahaya Narkoba

Baca: Elis Ngaku Pakai Narkoba Karena Stres, Diciduk Saat Konsumsi Sabu

"Sedangkan, BNN Provinsi Bali sendiri sudah mengamankan tersangka penyalahgunaan narkoba di tahun 2018 sebanyak 54 orang. Hal tersebut melampaui target BNNP yang menargetkan 29 kasus tapi berhasil mengungkap 50 kasus dengan 54 tersangka," sebut, Suastawa membeberkan.

Dengan pengungkapan sebanyak ratusan tersangka tersebut, dia mengatakan Bali termasuk tinggi.

"Berdasarkan pravalensi nasional, Tahun Bali 2018 Bali berada di peringkat ke-23, sementara 2017 berada di posisi 11. Artinya kami ada penurunan," ungkapnya saat ditemui di ruang kerjanya, beberapa hari lalu.

Adapun faktor-faktor yang membuat Bali menjadi provinsi yang cukup tinggi dalam kasus narkotika ini, dikatakannya ada beberapa faktor.

"Orang sih mengatakan itu faktor pariwisata, tapi saya katakan bukan itu. Pariwisata hanya sebagai akses. Kenyataannya, orang-orang lokal, pendatang, dan yang sudah lama di Bali yang kena,"

"Seharusnya kan kalau kita bicara soal faktor pariwisata orang-orang yang berpariwisata itu yang kena, tapi tidak.
Faktor pertama, berkaitan dengan adanya modal atau uang sehingga bisa bermain. Kedua karena tempat mereka bekerjanya harus seperti itu. Contoh di tempat hiburan malam, biasanya ada tuh ruangan PUB-nya, jadi memang tempatnya memungkinkan kerja seperti itu," kata Suastawa, yakin.

Ketiga, lanjut dia, karena pelaku mendapat imbas dari perilaku orang-orang yang berinteraksi, misalnya gaya hidup, nge-bir, rokok, kemudian ke diskotik. Gaya hidup yang biasanya diperoleh dari orang luar.

Selain itu ada tren. Tren perkembangan narkoba itu sendiri. "Jadi orang itu cenderung mencoba jenis baru. Bagaimana sih rasanya, itu kecenderungannya sekarang,"

"Misalnya orang pakai rokok, bisa langsung ke blue safir yang cair itu. Apalagi kalau ada yang pakai rokok elektrik itu bisa pemakaiannya ke situ. Orang cenderung ke tingkat lebih tinggi. Contoh lagi, ganja sudah umum, sekarang ada tembakau gorila, dia langsung ke situ. Ada tren, sensasi," sebut dia yang telah berpengalaman menangani kasus ini.

Ia juga menyebut sosio kultural seorang sangat menentukan, tempat dia hidup, lingkungan dia berada.

"Mereka makai juga banyak modus operandi yang digunakan. Biasanya di kos-kosan, jadi lebih banyak mainnya di kosan, hunian, tempat-tempat yang disepakati," sambarnya.

Tahun 2019 ini, tambah Suastawa, BNNP masih fokus pasa pemberantasan dan penangkapan, kemudian yang kedua pencegahan seperti penyuluhan dan advokasi. (*)

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved