Susrama 5 Kali Ajukan Remisi, AJI Denpasar Sesalkan Perubahan Hukuman Otak Pembunuh Wartawan
Perubahan masa hukuman I Nyoman Susrama, narapidana kasus pembunuhan wartawan Jawa Pos Radar Bali AA Bagus Narendra Prabangsa.
Penulis: Muhammad Fredey Mercury | Editor: Ady Sucipto
TRIBUN-BALI.COM, BANGLI – Perubahan masa hukuman I Nyoman Susrama, narapidana kasus pembunuhan wartawan Jawa Pos Radar Bali AA Bagus Narendra Prabangsa.
Dari masa pidana seumur hidup menjadi pidana sementara selama 20 tahun, ternyata sudah diketahui oleh kakaknya I Nengah Arnawa sejak sebulan lalu.
Namun demikian, Arnawa mengaku sengaja diam. Ia tidak ingin membuat polemik.
Mantan Bupati Bangli dua periode ini mengatakan, kabar perubahan hukuman adiknya telah diketahuinya sejak sebulan lalu. Namun baru-baru ini mencuat di media.
Baca: Ariel Terkejut Terpidana Seumur Hidup Susrama Dapat Grasi, Hukuman Jadi 20 Tahun Penjara
Arnawa mengatakan, usulan mendapatkan remisi sudah dilakukan pihaknya sejak lima tahun lalu.
Sejak saat itu, sudah empat kali pihaknya mengusulkan perubahan masa hukuman bagi Susrama. Namun baru saat ini, usulan yang diajukan pihaknya mendapatkan respon.
“Setelah menjalani masa hukuman lima tahun, setiap tahun kami usulkan. Dasar pengusulan ini karena berkelakuan baik. Karena adik tiang di sana (rutan) menjadi contoh narapidana lain."
"Seperti membuat kelompok kerja, menggiatkan aktivitas pembuatan kursi, membuat kolam ikan, membuat pemandian mobil, dan sebagainya. Bahkan sampai hari ini kalau ada kerusakan apapun tiang yang kerjakan bersama adik,” ungkapnya kepada Tribun Bali di Bangli, Selasa (22/1).
Menurut Arnawa, sudah sewajarnya Susrama mendapatkan perubahan masa hukuman jika dilihat dari sisi normal.
Pasalnya, selama hampir 10 tahun menjalani masa pidana, adiknya dikenal berkelakuan baik.
“Masa selama itu tidak ada keringanan hukuman dari pemerintah? Apalagi demi Tuhan, tiang berani sumpah tujuh keturunan, Nyoman itu tidak membunuh."
"Ini syukur pemerintah sekarang baik hati, melihat secara objektif, dan sudah sesuai dengan ketentuan. Karena 10 tahun sudah berbuat baik, karena merasa tidak pernah membunuh, tidak pernah memerintahkan,” ujarnya.
Hukuman yang telah dijalani Susrama selama hampir 10 tahun, oleh pihaknya maupun keluarga dianggap sebagai musibah.
Sebab pihaknya percaya musibah dapat terjadi dimana saja, kapan saja dan untuk siapa saja.
Namun demikian, Arnawa merasa dizalimi, mengingat adiknya tidak pernah melakukan pembunuhan. Sebab itu pula pihaknya berharap, pembunuh Gung Prabangsa bisa terungkap.
“Jadi intinya tiang syukuri. Tapi tiang juga prihatin dengan hukum kita di Indonesia ini. Yang tidak membunuh jadi pembunuh, yang tidak korupsi jadi korupsi. Sudah saatnya pemerintah sekarang melihat hak-hak orang secara objektif."
"Sebab hak orang harus dihargai, apalagi adik tiang tidak merasa membunuh. Masa terus-terusan harus dihukum seumur hidup? Mana hak asasi orang? Mungkin saja orang lain yang membunuh, adik tiang yang dikambing hitamkan,” kata Arnawa, yang juga pernah dipenjara karena kasus korupsi.
Arnawa menambahkan, hingga kini pihaknya masih menunggu keputusan pasti berapa lama sisa masa hukuman yang harus dijalani oleh Susrama terhadap pidana sementara selama 20 tahun itu.
Pihaknya juga mengaku ikhlas, dan menyerahkan sepenuhnya pada aturan yang berlaku.
“Anggaplah 20 tahun itu, berapa dapat remisi nanti akan dikurangi remisi. Seberapa pun kita ikhlas, karena memang kita tidak merasa bersalah kok. Tapi karena hukum sudah divonis, kita ikuti aturan saja,” katanya.
Sementara itu, Kepala Rutan Bangli I Made Suwendra menjelaskan, perubahan hukuman pidana yang didapatkan oleh Susrama berdasarkan Keputusan Presiden 29 tahun 2018 tentang pemberian remisi (bukan grasi, red) berupa perubahan hukuman dari pidana penjara seumur hidup menjadi pidana sementara tertanggal 7 Desember 2018.
Sebab itu, pidana yang dijalani Susrama sejak tahun 2009, berubah menjadi pidana sementara selama 20 tahun.
Namun demikian, pihaknya menegaskan belum menghitung tanggal bebas dari Susrama.
“Dia ditahan sejak 26 Mei 2009 sampai saat ini. Jadi sudah hampir 10 tahun. Karena ada perbedaan tanggal penahanan di kepolisian dengan tanggal penahanan yang tercantum dalam surat dirjen tentang pelaksanaan kepres itu, tiang masih perlu koordinasi dengan kantor wilayah dan pusat,” katanya, kemarin.
Lanjut Suwendra, pertimbangan pengurangan masa pidana, karena Susrama selama menjalani masa pidana hingga saat ini berkelakuan baik dan produktif.
Susrama juga disiplin mengikuti program pembinaan, serta tidak pernah melakukan pelanggaran tata tertib.
“Pada intinya selama menjalani masa pidana, yang bersangkutan berkelakuan cukup baik. Baik itu terhadap sesama napi maupun dengan petugas,” ujarnya.
Dari rumah tahanan, kata Suwendra, Susrama ternyata sudah mendengar kabar bahwa dirinya mendapatkan remisi. Meski demikian tidak ada perubahan perilaku apapun.
“Kurang tahu saya sejak kapan dia tahu, karena selama ini dia bilang belum tahu. Mungkin juga baru akhir-akhir ini dia tahunya,"
"memang kami juga sempat sampaikan setelah mendapat perintah dari Kakanwil untuk melaksanakan Kepres tersebut, dan surat dirjen tentang tindak lanjut menjalani Kepres 29 tahun 2019 ini. Kurang lebih seminggu lalu,” bebernya.
Pengajuan perubahan masa pidana diajukan pihak narapidana maupun penasihat hukum yang bersangkutan melalui rutan tempatnya menjalani pidana.
Oleh pihak rutan diteruskan ke kantor wilayah dan selanjutnya ke direktorat jendral pemasyarakatan.
“Sampai nanti Departemen Hukum dan HAM meneruskan permohonan ini ke Presiden. Nanti Presiden-lah yang menentukan,” terangnya.
Menurut Suwendra, perubahan hukuman pidana seperti yang didapatkan oleh Susrama berdasarkan bisa diajukan juga bagi narapidana yang memiliki masa pidana lama dan berumur panjang.
Tentunya dengan pertimbangan bahwa narapidana yang bersangkutan merasa pidananya tidak adil.
Hal ini juga tidak terlepas dari jenis pidananya, sebab dikabulkan atau tidaknya tergantung dari Presiden untuk mempertimbangkannya.
“Biasanya mereka yang mengajukan, masa pidananya cenderung lama. Seperti hukuman seumur hidup. Sebab mereka merasa penjatuhan hukum disiplin tidak adil bagi mereka sendiri."
"Setelah hukuman mereka berubah menjadi pidana sementara, tentu mereka akan memperoleh hak-hak program pembinaan yang diselenggarakan lembaga pemasyarakatan, salah satunya remisi,” tandasnya.
Langkah Mundur
Sementara itu, AJI Denpasar menyesalkan perubahan hukuman terhadap Susrama yang dianggap sebagai otak pembunuh Prabangsa pada Februari 2009 silam.
Pemberian remisi oleh Presiden ini dianggap sebagai langkah mundur terhadap penegakan kemerdekaan pers.
Pengungkapan kasus pembunuhan wartawan di Bali tahun 2010 saat itu menjadi tonggak penegakan kemerdekaan pers di Indonesia.
Ini karena sebelumnya tidak ada kasus kekerasan terhadap jurnalis yang diungkap secara tuntas di sejumlah daerah di Indonesia, apalagi dihukum berat.
“Perubahan hukuman dari seumur hidup menjadi 20 tahun ini bisa melemahkan penegakan kemerdekaan pers, karena setelah 20 tahun akan menerima remisi dan bukan tidak mungkin nantinya akan menerima pembebasan bersyarat. Karena itu AJI Denpasar sangat menyayangkan dan menyesalkannya,” ujar Ketua AJI Denpasar, Nandhang R Astika, kemarin.
Untuk itu, AJI Denpasar menuntut agar pemberian remis kepada otak pembunuhan Prabangsa tersebut dicabut atau dianulir. (mer)