Larangan Nunas Tirta dengan Kantong Plastik di Besakih, Umat Patut Menyiapkan Ini
Ketua PHDI (Parisada Hindu Dharma Indonesia) Bali, I Gusti Ngurah Sudiana menegaskan larangan penggunaan plastik untuk nunas tirta
Penulis: Ida A M Sadnyari | Editor: Widyartha Suryawan
Laporan Wartawan Tribun Bali, Ida Ayu Made Sadnyari
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Ketua PHDI (Parisada Hindu Dharma Indonesia) Bali, I Gusti Ngurah Sudiana menegaskan larangan penggunaan plastik untuk nunas tirta (memohon air suci).
Tidak hanya nunas tirta, membawa atau membungkus banten (sesajen) juga dilarang menggunakan plastik.
“Sebenarnya, larangan menggunakan plastik di Pura Besakih sudah ada sejak dulu, saat Eka Dasa Ludra Tahun 1979,” ungkap I Gusti Ngurah Sudiana saat dihubungi tribun-bali.com, Sabtu (26/1/2019).
Saat ini, imbauan untuk tidak menggunakan benda berbahan plastik dalam persembahyangan, baik untuk membungkus tirta maupun banten kembali ditegaskan.
“Memang diimbau untuk tidak menggunakan plastik terutama saat nunas tirta. Apalagi ada perda terkait larangan menggunakan plastik. Untuk itu, Parisada mengimbau agar umat tidak menggunakan plastik saat nunas tirta maupun membawa banten, seperti membungkus sesajen dengan plastik,” jelas pria berkumis tebal ini.
Sebelumnya, Peraturan Gubernur Bali No 97 Tahun 2018 melarang penggunaan tiga bahan, yaitu kantong plastik, sedotan plastik, dan styrofoam.
Baca: Terkait Panca Wali Krama di Pura Besakih, PHDI Bali: Dilarang Ngaben Mulai 20 Januari
Menurut Sudiana, perlengkapan dari bahan plastik yang biasa digunakan untuk nunas tirta, bisa saja merupakan bahan daur ulang.
Sehingga bisa mengurangi makna kesucian.
“Pengganti plastik untuk nunas tirta misalnya bisa gunakan toples kaca, botol kaca, maupun bumbung modern berbahan kaca maupun keramik,” paparnya.
Melalui imbauan ini, Ketua PHDI Bali berharap tidak ada lagi sampah plastik yang membludak mengotori tempat persembahyangan setiap berlangsungnya upacara di pura.
Selain itu, umat yang nangkil ke pura dengan membawa sesajen yang tidak dibungkus plastik akan terlihat lebih spiritual sehingga akan terbawa dalam dirinya.
Baca: Berikut Makna Larangan Ngaben karena Panca Wali Krama di Pura Besakih
Saat ini, sosialisasi terkait larangan menggunakan sarana plastik dalam persembahyangan terus dilaksanakan melalui media maupun desa pakraman.
Di desa pakraman termasuk Besakih, nantinya saat upacara Panca Wali Krama, para pecalang yang bertugas akan berjaga di jaba pura.
Jika ada pemedek membawa plastik, nanti pecalang akan melepaskan plastik tersebut.
Termasuk jika pemangku disodori sesajen yang terbungkus plastik, maka pemangku akan mengingatkan pamedek tersebut.
“Diharapkan tidak hanya saat Panca Wali Krama, tapi berlaku juga di semua pura di Bali, maupun di seluruh Indonesia,” harapnya.
Menurutnya, hal ini sudah mulai terlaksana di seputaran Ubud terutama untuk nunas tirta tanpa plastik.
I Gusti Ngurah Sudiana juga mengingatkan umat agar tidak menggunakan pakaian merangsang (tidak sopan) sebab dapat mengganggu kekhusyukan persembahyangan.
Baca: Berikut Rangkaian Upacara Panca Wali Krama di Pura Besakih, Dimulai 22 Januari Ini
Sementara itu, Bendesa Besakih, Jro Mangku Widiartha mengatakan sangat mengapresiasi larangan penggunaan plastik sebagai pembungkus upakara maupun sebagai tempat tirta.
“Sangat mengapresiasi, apalagi Besakih peduli lingkungan dan sampah plastik. Saat rapat tanggal 22 Januari 2019 lalu, Bapak Wakil Gubernur Bali dan Ketua PHDI Bali menyampaikan ten kelugra nunas tirta nganggen (tidak diperbolehkan memohon air suci dengan) kantong plastik," kata Jro Mangku.
Pemangku akan memberikan tirta pada tempat yang dibawa pamedek, bukan lagi menyediakan tirta dalam kantong plastik.
Sehingga diharapkan kesadaran umat agar membawa tempat tirta yang terbuat dari keramik maupun kaca.
Agar tersosialisasi pada masyarakat, pihaknya akan membuat pengumuman di titik-titik keramaian, sehingga menjangkau seluruh umat yang nangkil.
“Pamedek terlalu padat, diharapkan dengan pengumuman maupun pemberitaan di media, bisa menumbuhkan kesadaran umat agar tidak membawa pembungkus upakara dengan plastik. Biasanya, jika menggunakan pembungkus plastik, saat banten dihaturkan maka plastiknya akan dibuang. Kalau ada angin bisa beterbangan dan ini sangat mengganggu,” jelasnya.
Baca: Munculnya Fenomena yang Diduga Sisik Naga di Besakih, Ini Kata Bendesa
Jro Mangku Widiartha mengatakan, jika semua pamedek membawa plastik maka sudah dipastikan sampah plastik akan membludak dan tidak bisa dibendung.
Ia berharap, ketika umat benar-benar menerapkan imbauan ini, sampah-sampah sesajen yang dikumpulkan tanpa sampah plastik akan diolah dan diberi nama pupuk jatu bakti bumi pertiwi basuki.
Melalui besek akan dibawa umat kembali ke rumah, ditabur di tanaman yang ada di pekarangan.
Sebagai persiapan menyambut Panca Wali Krama dan menerapkan persembahyangan tanpa plastik, tim pemuda Besakih ketog semprong (tumpah ruah) membersihkan Besakih mulai Minggu (27/1/2019) besok. (*)