Liputan Khusus
Longsor Ancam 9.260 Jiwa di Desa Susah Sinyal, Karangasem Urutan Pertama Zona Rawan Longsor di Bali
Kabupaten Karangasem menempati urutan pertama dalam jumlah zona rawan longsor di Bali
Penulis: I Wayan Erwin Widyaswara | Editor: Irma Budiarti
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Kabupaten Karangasem menempati urutan pertama dalam jumlah zona rawan longsor di Bali.
Di Desa Ban, Kecamatan Kubu, Karangasem, misalnya, 70 persen warga di sana tinggal di kawasan perbukitan yang masuk dalam zona rawan longsor.
Kepala Desa Ban, Wayan Potag, mencatat bahwa jumlah warga yang tinggal di Desa Ban sebanyak 13.229 jiwa yang terdiri dari 3.693 KK (Kepala Keluarga).
Dari jumlah tersebut, diperkirakan 9.260 jiwa tinggal di zona rawan longsor tersebut.
“Selain itu untuk akses komunikasi sangat sulit. Telepon tidak bisa, ini saya harus keluar dari desa baru dapat sinyal,” kata Potag saat dihubungi melalui sambungan telepon pada Sabtu (2/3/2019) lalu.
Baca: Sadru Was-was saat Hujan Datang, Dilema Penghuni Rumah di Kawasan Rawan Longsor
Baca: IMLEK 2019 - Ramalan 12 Shio : Peruntungan Bisnis Babi Tanah, Simak Kecocokannya
Dia berharap pemerintah bisa menyediakan akses jaringan telepon agar warga mudah mengakses informasi, sehingga upaya mitigasi bencana pun bisa dilakukan dengan efektif.
“Pemerintah selama ini tidak pernah membangun jaringan,” kata Potag.
Zona rawan di Desa Ban tersebar di Banjar Bunga, Daya, Cegi, Manik Aji, Darmaji, Pengulasan, Temakung, Dlundung Belong, Bonyoh, Jatituhu, dan Banjar Mucang.
Warga di sana sebagian besar tinggal di kawasan perbukitan dan di bawah tebing.
Sebetulnya warga yang tinggal di kawasan perbukitan itu sudah menyadari diri mereka tinggal di zona rawan longsor.
Itu sebabnya mereka sempat meminta bantuan kepada pemerintah agar perbukitan itu ditanami pepohonan agar tidak terjadi longsor.
“Sementara kalau pindah tidak ada tempat lain lagi,” kata Potag.
Berdasarkan data BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah), 80 persen tanah di Desa Ban, Karangasem, adalah tanah lahan pertanian yang berada di dekat Gunung Agung dan Bukit Abang.
Baca: Kekeliruan Mengarak Ogoh-ogoh
Baca: JADWAL DAN PANDUAN Pendaftaran SNMPTN 2019 di snmptn.ac.id, Pelajari 5 Kunci Suksesnya
Bahkan, di wilayah tersebut hampir setiap hari terjadi longsor, terutama pada musim hujan seperti saat ini.
Sejumlah wilayah di Bali khususnya di daerah pegunungan dan perbukitan masih berpotensi longsor hingga kini.
Longsor memungkinkan terjadi apabila berlangsung hujan deras dengan durasi panjang.
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bapppeda) bekerja sama dengan Pusdalops BPBD Provinsi Bali dan Pusat Penelitian Lingkungan Hidup (PPLH) Universitas Udayana berhasil mendata kawasan-kawasan yang rawan longsor di Bali.
Dari peta rawan longsor itu, wilayah yang paling banyak berpotensi longsor adalah Karangasem, kedua Buleleng.
“Yang jelas, paling banyak ada di Karangasem, dan kedua di Buleleng. Dua daerah ini paling banyak terdapat tanah labil,” kata Plt Sekretaris BPBD Provinsi Bali, Made Rentin, kepada Tribun Bali pekan lalu.
BPBD Provinsi Bali juga membeberkan hasil pemetaan wilayah-wilayah yang diperkirakan bisa terjadi gerakan tanah di Bali.
Potensi gerakan tanah itu dikategorikan mulai dari menengah sampai kategori tinggi.
Di Kabupaten Badung, kawasan yang berpotensi terjadi gerakan tanah menengah-tinggi ada di Kecamatan Abiansemal, Kuta Selatan, dan Petang
Sementara itu, di Kabupaten Buleleng, potensi gerakan tanah dari kategori menengah-tinggi ada di kecamatan Kubutambahan, Sawan, Sukasada, Tejakula, Buleleng, Banjar, Busung Biu, Seririt dan Gerokgak.
Bahkan di daerah tersebut berpotensi terjadi banjir bandang atau aliran bahan rombakan.
Khususnya di Kecamatan Banjar, Busungbiu, Gerokgak, dan Seririt
Di Kabupaten Karangasem, kawasan yang berpotensi terjadi gerakan tanah kategori menengah-tinggi ada di Kecamatan Abang, Bebandem, Karangasem, Kubu, Manggis, Rendang, dan Selat. Wilayah tersebut juga berpotensi terjadi banjir bandang.
Baca: Banyak Anak Muda Ikut Tanda Tangan, SJB Gelar Penggalangan Cabut Remisi Susrama di Car Free Day
Baca: Kisah Cinta Penyandang Disabilitas dengan WNA Jerman, Ketut Raka Disebut Wanita Sempurna
Sementara itu, di Kabupaten Klungkung, kawasan yang berpotensi terjadi gerakan tanah ada di kecamatan Banjarangka, Banjarangkan, Dawan, Klungkung, dan Nusa Penida.
Namun Klungkung masih relatif lebih aman, karena potensi gerakan tanahnya masih kategori menengah.
Kawasan rawan gerakan tanah di Kabupaten Bangli ada di Kecamatan Bangli, Kintamani, Susut, dan Tembuku.
Dari empat kecamatan itu, Kecamatan Kintamani dan Susut kategori tinggi potensi gerakan tanah.
Sedangkan di Kabupaten Gianyar, kawasan yang berpotensi terjadi gerakan tanah kategori menengah sampai tinggi ada di Kecamatan Ubud, Tegallalang, Tampaksiring, dan Payangan.
Untuk potensi gerakan tanah kategori menengah ada di Kecamatan Blahbatuh, Gianyar, Samplangan, dan Sukawati.
Di Kabupaten Jembrana, kawasan yang berpotensi terjadi gerakan tanah menengah sampai tinggi ada di Kecamatan Melaya, Mendoyo, Negara, dan Pekutatan.
Sedangkan di Kabupaten Tabanan juga terdapat sejumlah wilayah yang berpotensi gerakan tanah kategori menengah sampai tinggi yaitu di Kecamatan Baturiti, Marga, Penebel, Pupuan, Selemadeg Barat, Selemadeg Timur, dan Kediri.
Dari data tersebut juga menjelaskan bahwa gerakan tanah dari menengah sampai tinggi dapat terjadi jika curah hujan di atas normal terutama di kawasan yang berbatasan dengan lembah sungai, gawir (dinding tebing yang terjal), tebing jalan, atau jika lereng mengalami gangguan.
Gerakan tanah lama juga dapat terjadi kembali di kawasan yang masuk zona tinggi.
Sementara itu, Kepala Bidang Kegawatdaruratan dan Logistik Pusdalops BPBD Provinsi Bali, Komang Kusumaedi menambahkan, kasus tanah longsor yang menimbulkan korban jiwa di Karangasem dan Buleleng belum lama ini harus dijadikan pembelajaran agar semua pihak melakukan pencegahan sejak dini.
Baca: Quotes Romantis Valentine Day! Bukan Cuman Berlaku Bagi yang Berpasangan, Buat Jomblo Juga kok
Baca: Banjir Order karena DBD, Kisah Heru Budidayakan Ikan Cupang Hingga Raih Omset Belasan Juta
“Walaupun sosialisasi sudah, membuat imbauan sudah, dan juga surat edaran, tapi tetap saja bencana menimbulkan korban jiwa, dan semuanya terjadi di lokasi yang sulit dijangkau. Sinyal komunikasi juga sangat sulit. Bahkan untuk televisi, sudah menggunakan parabola pun tetap sulit untuk menangkap siaran lolal. Ditambah sinyal juga internet susah,” kata Kusumaedi.
Khusus untuk bencana yang terjadi di Desa Ban, Kubu, Karangasem dan di Desa Kubutambahan Buleleng kejadiannya hampir mirip, longsor terjadi di lokasi ketinggian perbukitan, yang longsor adalah dinding tebing samping kemudian menimpa rumah warga.
Kondisi ini sangat mengancam keselamatan warga, khususnya pada musim hujan.
“Tapi hanya itu areal tanah milik mereka yang bisa mereka dirikan rumah meski upaya penguatan dinding tebing sudah mereka lakukan dengan beton sender, tapi longsor tetap terjadi,” kata dia.
Menurut Kusumaedi, solusi relokasi belum bisa dilakukan dalam jangka pendek.
Sebab, itu memerlukan tempat, aset, adat dan budaya, sumber pendapatan, sekolah anak-anak, yang semua itu perlu dipertimbangkan.
“Jangka pendeknya barangkali bisa selalu dilakukan imbauan ke warga agar selalu hati-hati, dan memperhatikan tanda-tanda alam, situasi cuaca, lingkungan dan sejarah kejadian sebelumnya. Kalau dirasa membahayakan, agar pindah ke rumah tetangga sementara,” jelas Kusumaedi.(*)