Liputan Khusus

Sadru Was-was saat Hujan Datang, Dilema Penghuni Rumah di Kawasan Rawan Longsor

Beberapa penghuni perumahan yang ada di Jalan Pratu Made, Gang Taman Beji, Banjar Sasih, Batubulan, Gianyar, ternyata masih tinggal di sebelah sungai

Penulis: I Wayan Erwin Widyaswara | Editor: Irma Budiarti
Tribun Bali/I Wayan Erwin Widyaswara
Beberapa penghuni perumahan yang ada di Jalan Pratu Made, Gang Taman Beji, Banjar Sasih, Batubulan, Gianyar, ternyata masih tinggal di sebelah sungai. 

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Beberapa penghuni perumahan yang ada di Jalan Pratu Made, Gang Taman Beji, Banjar Sasih, Batubulan, Gianyar, ternyata masih tinggal di sebelah sungai.

Padahal, pada awal Desember 2018 lalu, sebuah rumah yang berada di sebelah sungai di perumahan itu mengalami longsor, sehingga menyebabkan 4 orang sekeluarga tewas dan seorang luka parah. 

Saat ini, bahkan rumah yang berada persis di sebelah rumah yang longsor tersebut masih berpenghuni.

Meskipun demikian, rasa was-was menghantui penghuninya tatkala hujan deras mengguyur.

“Yang tinggal di sana sebenarnya anak saya. Sekarang dia masih tetap di sana. Namanya rumah kita, kan biar gak percuma beli mahal. Tapi ya memang bikin was was. Saya suruh dia waspada, terutama saat hujan,” kata I Wayan Sadru, pemilik rumah yang kini paling dekat dengan sungai di perumahan Gang Taman Beji, Banjar Sasih, Batubulan, kepada Tribun Bali pekan lalu.

Baca: Kekeliruan Mengarak Ogoh-ogoh

Baca: JADWAL DAN PANDUAN Pendaftaran SNMPTN 2019 di snmptn.ac.id, Pelajari 5 Kunci Suksesnya

Pantauan Tribun Bali, bangunan rumah Wayan Sadru yang berada persis di sebelah rumah yang longsor itu, masih utuh.

Hanya terlihat plafon rumahnya yang sedikit rusak.

Namun, karena rumah di sebelahnya sudah amblas total ke sungai pada bencara 8 Desember 2018 lalu, maka kini rumah Sadru terlihat sangat dekat dengan sungai.

Tidak ada lagi bangunan apapun setelah tembok kamarnya.

Yang terlihat hanya tebing sungai dan sisa-sisa reruntuhan rumah di sebelahnya.

“Setelah kejadian itu, saya sudah ngaturang pejati (mempersembahkan banten) agar tidak terjadi apa-apa. Sekarang anak saya saja yang tinggal di sana. Itupun dia tidak nginap. Malamnya dia pulang ke Klungkung,” kata pria yang juga seorang guru ini.

Tiga deretan rumah yang ada di perumahan itu disebut-sebut rawan labil, sehingga mengkhawatirkan ketika musim hujan.

Baca: Banyak Anak Muda Ikut Tanda Tangan, SJB Gelar Penggalangan Cabut Remisi Susrama di Car Free Day

Baca: Kisah Cinta Penyandang Disabilitas dengan WNA Jerman, Ketut Raka Disebut Wanita Sempurna

Wayan Sadru sama sekali tidak menyadari hal itu ketika dirinya membeli rumah tersebut tiga tahun lalu.

“Saya belinya Rp 500 juta, sekarang masak dikosongkan,” katanya.

Ke depan, Sadru belum memiliki rencana apakah rumahnya akan dijual atau akan memperkokoh pondasi senderan di sungai sebelah rumah tersebut, sehingga lebih aman.

“Masalahnya kalau saya perbaiki, itu rumah yang di sebelah saya kan hak milik orang, mungkin saya plester saja lagi sedikit,” kata pria asal Banjarangkan, Klungkung itu.

Tak hanya rumah Wayan Sadru yang masih ditempati.

Salah-satu rumah yang berada di blok sebelah rumah yang longsor tersebut juga masih ditempati oleh pemiliknya.

Rumah yang berada di pinggir sungai ini dihuni oleh Niluh Sudarsini bersama dengan menantu, anak, dan cucunya.

Baca: Quotes Romantis Valentine Day! Bukan Cuman Berlaku Bagi yang Berpasangan, Buat Jomblo Juga kok

Baca: Banjir Order karena DBD, Kisah Heru Budidayakan Ikan Cupang Hingga Raih Omset Belasan Juta

Meski sang menantu merasa takut tinggal di sana, namun Sudarsini berusaha meyakinkan bahwa mereka aman tinggal di sana.

“Menantu saya yang takut, kalau saya tidak. Kadang was-was. Kalau hujan, bisa tidak bisa tidur menantu saya. Ya kami tiap hari berdoa agar kami diberikan keselamatan. Astungkara sampai sekarang masih diberikan kerahayuan,” kata perempuan asli Padang Bai, yang sudah lima tahun tinggal di rumah dekat sungai di Gang Taman Beji tersebut.

Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Himpunan Pengembang Permukiman dan Perumahan Rakyat (Himperra) Bali, I Wayan Jayantara, menjelaskan bahwa untuk membangun perumahan itu harus mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 64 Tahun 2016 tentang Pembangunan Perumahan Masyarakat Berpenghasilan Rendah dan Perda.

“Proses perizinan sebenarnya begini. Mengenai perizinan, itu jelas kami harus mengacu kepada Perda dan PP 64 tahun 2016. Sebab, payung hukum untuk membangun perumahan murah itu ada di PP 64 Tahun 2016, di sana jelas sekali bagaimana mekanisme membangun perumahan itu dan juga mengacu pada perda untuk menaati jalur hijau dan sebagainya. Kita tidak bisa melabrak perda,” kata Jayantara saat ditemui pekan lalu.

Baca: Hilang Sejak 14 Januari Lalu, Bocah Perempuan Ini Ditemukan Tewas dengan Tubuh Tak Utuh

Baca: Berhati Suci & Jujur, Bagaimana Nasib Lahir Senin Kliwon Krulut?

Dia menjelaskan, untuk membangun di sekitar kawasan sungai misalnya, ada aturan bahwa perumahan tidak boleh melabrak sempadan sungai.

“Sempadan sungai misalnya sungai yang lebarnya 10 meter, sempadannya harus 5 meter. Itu biar aman,” jelasnya.

Selama ini Jayantara mengaku pihaknya selalu mengawasi seluruh anggota Himperra agar tidak sampai melabrak aturan dalam membangun perumahan.

”Nah, sampai saat ini, anggota kami belum ada yang membangun perumahan di bantaran-bantaran sungai seperti itu. Selalu kami mengacu pada RUPTL-nya, dan aturan-aturan. Ada yang namanya sempadan sungai, itu selalu kami perhatikan di sana. Astungkara lah ya, sampai saat ini kami belum ada menerima laporan tentang terjadinya masalah alam di musim sekarang ini,” ujarnya.(*)

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved