Hari Raya Imlek

Sejarah Pembangunan Vihara Satya Dharma, Berawal dari Nelayan yang Merantau ke Bali

Meski mayoritas masyarakat Bali beragama Hindu, toleransi antar umat beragama di provinsi berjuluk Pulau Seribu Pura

Penulis: Zaenal Nur Arifin | Editor: Irma Budiarti
Tribun Bali/Zaenal Nur Arifin
Vihara Satya Dharma. 

Laporan Wartawan Tribun Bali, Zaenal Nur Arifin

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Meski mayoritas masyarakat Bali beragama Hindu, toleransi antar umat beragama di provinsi berjuluk Pulau Seribu Pura ini patut diacungi jempol.

Hal ini terlihat salah satunya saat perayaan Hari Raya Imlek 2019 ini.

Di Vihara Satya Dharma, Jalan Raya Pelabuhan Benoa 108, Desa Pedungan, Denpasar Selatan, umat terlihat berbondong-bondong sembahyang.

Bahkan, beberapa terlihat mengenakan pakaian adat Bali.

Vihara Satya Dharma terkenal dengan ornamen dan arsitektur khas Tionghoa.

Desain dan ornamennya yang menawan, menjadi daya tarik bagi wisatawan yang datang untuk mengabadikan foto.

Tidak salah jika vihara ini disebut-sebut sangat instagramable.

Di Vihara Satya Dharma ini juga terdapat pelinggih Tugu Karang dan Padmasana yang berada di halaman pojok depan.

Hal ini menunjukkan akulturasi budaya Hindu, Bali, Buddha, dan Tionghoa.

Baca: 7 Makanan dan Minuman yang Baik untuk Kesehatan Ginjal

Baca: Catat! Politeknik Negeri Sudah Buka Pendaftaran Mahasiswa Baru, Cek Syarat & Tahapannya Berikut Ini

Hal ini juga menunjukkan toleransi antar umat beragama.

Informasi yang diterima Tribun Bali, Vihara Satya Dharma awalnya dibangun oleh perantau beragama Buddha dari Medan, Riau, Sumatera, Tanjung Pinang, dan beberapa kota lain.

“Kami mencari usaha atau merantau ke Bali dan saat itu kebanyakan dari kami bekerja sebagai nelayan. Untuk itu kami membutuhkan tempat pemujaan untuk meminta keselamatan bagi kapal dan ABK. Dari situ kami sepakat membangun vihara dengan modal iuran dari seluruh perantau tersebut,” ungkap Ketua Pelaksana Harian Vihara Satya Dharma Darfin Jimmytat, Selasa (5/2/2019) di sela kesibukannya di vihara.

Para nelayan saat itu selalu berdoa memohon keselamatan di Vihara Satya Dharma.

Menurut pengakuan Darfin, sebelum ada vihara ini atau kurang lebih 20 tahun lalu, para nelayan terpaksa sembahyang di vihara yang berada di Jalan Palapa Denpasar.

Karena lokasinya yang cukup jauh dari Pelabuhan Benoa, para nelayan mencari lahan kosong di dekat pelabuhan dan meminta izin pada Pelindo III untuk membangun vihara.

Tak bertepuk sebelah tangan, maka dimulailah proses pembangunan pada tahun 2006.

Baca: Viral, Ibu Bocah Kelas 1 SD Ini Cerita Anaknya Disunat Jin, Bermula Saat Buang Air di Gedung Baru

Baca: Vihara Dharmayana Gelar Cap Go Meh 19 Februari 2019 Mendatang, Ada Kegiatan Apa Saja?

Baca: Tidak Suka Dengan Pemerintah Itu Wajar, Namun Jangan Lantas Mendukung Gerakan Radikal

Vihara Satya Dharma ini dibangun pada tahun 2006, dan diresmikan pada 15 Agustus 2012 yang dihadiri Anak Agung Ngurah Puspayoga, yang saat itu menjabat sebagai Wakil Gubernur Bali.

Vihara yang berdiri megah nan cantik ini dibangun di atas lahan 88 are.

Terdapat tulisan Vihara Satya Dharma di pintu masuk Vihara Satya Dharma.

Uniknya, di atas tulisan tersebut ada tulisan Tionghoa bǎo ān gōng yang berarti Kuil Penjaga Keamanan.

Vihara Satya Dharma merupakan tempat pemujaan Dewa Ma Cho yang dipercaya sebagai Dewa Pelindung Laut.

Sehingga hingga saat ini tempat ini sering dikunjungi perantau maupun pelaut yang singgah di Pelabuhan Benoa.

Selain umat yang berkunjung untuk sembahyang, Vihara Satya Dharma juga banyak dikunjungi wisatawan yang sedang berlibur ke Bali.

Pihak pengelola akhirnya memeutuskan membangun Patung Dewi Kwan In setinggi 18 meter.

Baca: Antusias Pengunjung Tonton Pertunjukan Barongsai di Discovery Shopping Mall

Baca: 3 Alasan Mengapa Perempuan Bisa Hidup Lebih Lama Dibandingkan Laki-laki

Baca: TES KEPRIBADIAN : Wanita Mana yang Menurutmu Paling Tua? Lihat Cerminan Sifatmu

Hingga kini Vihara Satya Dharma masih berdiri megah nan cantik.

Nuansa warna merah khas klenteng terlihat indah dan cantik saat senja menjelang malam.

Lampu-lampu lampion yang merah menyala menghiasi vihara menjadi daya tarik tersendiri bagi umat dan wisatawan.

Dikatakan Darfin, pada perayaan Imlek 2019 pada Selasa (5/2/2019) kemarin, ribuan umat berdatangan ke Vihara Satya Dharma sejak dini hari hingga sore hari.

Mereka terlihat khusyuk dan khidmat memanjatkan doa.

Baca: Kini Buron, Mandala Shoji Berpotensi Dicoret dari Daftar Caleg

Baca: DPP Peradah Bali: Porsi Pembangunan SDM Pemuda Bali di Desa Masih Minim

“Di sini tudak ada waktu yang pasti ya, tetapi masing-masing umat menyesuaikan sendiri datang sembahyang. Dari dini hari hingga sekarang (kemarin) terus berdatangan, mungkin sudah capai ribuan umat,” ungkap Darfin.

Umat dari berbagai wilayah khususnya Denpasar, Benoa, Kintamani, Singaraja dan lainnya berdatangan.

Wisatawan yang tengah berlibur ke Pulau Dewata juga mampir untuk melakukan sembahyang.

Untuk memeriahkan Perayaan Cap Go Meh, pihak Vihara Satya Dharma memberikan doorprize sepeda motor sebanyak 12 unit, dengan cara pembelian kupon seharga Rp 20 ribu per kupon.

Doorprize akan diundi pada perayaan Cap Go Meh.

Sementara untuk dana yang terkumpul dari nomor kupon undian akan digunakan untuk keperluan sosial.

“(Doorprize) terbuka untuk umum, dana yang terkumpul akan digunakan untuk kegiatan sosial, akan kami sumbangkan,” imbuh Darfin.

Kegiatan doorprize sepeda motor memang rutin diadakan setiap tahun di Vihara Satya Dharma untuk memeriahkan penutup perayaan Imlek yakni pada Cap Go Meh.

“Saya mewakili pengurus yayasan mendoakan kesehatan bagi seluruh umat, kemakmuran bagi seluruh umat dan kesejahteraan bagi seluruh umat. Itu yang paling penting,” tambahnya.(*)

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved