Krisis Air Bersih di Depan Mata! Indikasi Intrusi Air Laut Terjadi di Lima Wilayah Pesisir Bali

Hasil penelitian terbaru dari Politeknik Negeri Bali bersama Yayasan Idep Selaras Alam menyebutkan krisis air bersih di Bali sudah di depan mata

Penulis: eurazmy | Editor: Widyartha Suryawan
Infografis: Tribun Bali/Prima
Hasil penelitian Politeknik Negeri Bali bersama Yayasan Idep Selaras Alam selama delapan bulan pada tahun 2018 menyebutkan tingkat intrusi air laut (berdasarkan sampel data) di seluruh wilayah Bali telah mencapai 400 meter dari tepi laut. 

Ketersedian Air
Ketersediaan air potensial di Bali sebanyak 7.558 juta kubik yang terdiri dari air permukaan sebanyak 6.548,96 kubik dan air tanah sebanyak 285,15 juta kubik. Sementara kebutuhannya 1.968,632 juta kubik.

Dari jumlah tersebut untuk kebutuhan domestik seperti rumah tangga, perkotaan, dan industri sebesar 10.752 kubik per detik.

Kebutuhan air non domestik seperti sekolah, rumah sakit, dan hotel sebesar 38,258 juta kubik per tahun. Sementara untuk irigasi 1421,247 juta kubik per tahun.

Aktivis Bali Water Protection Program IDEP Foundation, Komang Arya Ganaris menambahkan, seiring dengan laju industri pariwisata Bali, praktis membuat kebutuhan air meningkat.

Hal ini tidak sebanding dengan ketersediaan air di Pulau Bali yang tidak sebesar pulau-pulau lain, meski memang untuk saat ini cadangan air masih besar.

Berdasarkan kebutuhan dan ketersediaan airnya dalam kurun 10 tahun sejak 2009, kata dia, rasio neraca air di Pulau Bali adalah 47%, artinya angka itu sudah hampir mendekati titik kritis.

''Jika hal ini terus berlanjut, tanpa adanya upaya perlindungan (konservasi) sumber daya air ke arah yang serius, maka jelas sudah bahwa krisis air sudah di depan mata. Harus ada upaya konservasi ke arah yang lebih serius," tegasnya.

Eksplorasi Air Tanah
Kepala Seksi Air Tanah Dinas Tenaga Kerja dan ESDM Provinsi Bali, I Ketut Ariantana, mengatakan hal yang sama. Seiring kebutuhan ini membuat eksplorasi pengambilan air tanah makin tak terkendali.

''Jika ini terus dilakukan, bisa mempengaruhi kualitas dan kuantitas air turun,'' kata Ariantana, yang juga menjabat sebagai Ketua Ikatan Ahli Geologi (IAGI) Pengda Bali.

Berdasarkan data Dinas Tenaga Kerja dan ESDM Provinsi Bali, ada 2.795 perizinan penggunaan air tanah.

Badung menempati posisi tertinggi dengan jumlah perizinan mencapai 1.541. Gianyar menyusul dengan jumlah 333, dan dilanjutkan Denpasar dengan jumlah 317. Dari jumlah tersebut, 80 persennya adalah hotel.

Selain itu, dari jumlah tersebut ternyata ada sekitar 1.284 yang belum memiliki izin air tanah. Data tersebut terungkap dari wajib pajak air tanah yang ternyata sebanyak 4.079.

Sebagian besar yang belum berizin tersebut adalah usaha-usaha kecil meliputi sablon, villa, pertokoan, perkantoran, supermarket, dan stasiun pengisian bahan bakar.

Hingga saat ini, pihaknya belum bisa melakukan pelarangan terkait penggunaan air tanah untuk hotel-hotel.

''Kalau yang berizin kan sudah pasti bayar pajak. Permasalahannya bukan pada boleh atau tidak. Tapi bagaimana mengendalikan agar eksplorasi terjadi secara bijaksana sesuai kebutuhan," terangnya. (*)

Sumber: Tribun Bali
Halaman 2/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved