Hutan Desa Belum Terkelola Maksimal, Diimbau Bentuk Badan Usaha Bersama

Data dari Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD) Kabupaten Buleleng menyebutkan luas hutan desa di Buleleng mencapai 7.000 hektare

Penulis: Ratu Ayu Astri Desiani | Editor: Irma Budiarti
Tribun Bali/Ratu Ayu Astri Desiani
Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa, Made Subur. 

TRIBUN-BALI.COM, SINGARAJA - Keberadaan hutan desa di Buleleng belum terkelola dengan maksimal.

Akibatnya potensi Pendapatan Asli Desa (PAD) bagi desa yang memiliki hutan hilang begitu saja.

Selain itu, kesejahteraan masyarakat di pedesaan pun bisa ditingkatkan jika pengelolaan hutan desa dimaksimalkan.

Data dari Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD) Kabupaten Buleleng menyebutkan luas hutan desa di Buleleng  mencapai 7.000 hektare.

Hutan tersebut tersebar di lima kecamatan di antaranya Kecamatan Tejakula, Sukasada, Sawan, Gerokgak, dan Busungbiu.

Baca: Raih 15 Medali, SMAN 2 Semarapura Juara Umum OSK

Baca: Terkuak Alasan Pengusaha Ini Bayar Rp 80 Juta Untuk Booking Vanessa Angel, Ini Gambaran Sosoknya

Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa, Made Subur mengatakan agar hutan desa terkelola dengan maksimal, pihaknya pun mendorong desa untuk membentuk Badan Usaha Desa (Bumdes) Bersama.

Bumdes Bersama ini sebagai wujud kerja sama antar desa untuk mengolah hasil hutan desa.

Ia mencontohkan hutan desa di wilayah Kecamatan Sukasada akan dijadikan pilot project untuk strategi pengelolaannya.

Subur menyebut ada sejumlah desa yang akan dilibatkan dalam pengelolaan hutan desa seluas 1.300 hektare di Kecamatan Sukasada, di antaranya Desa Panji, Desa Sambangan, Desa Selat, Desa Ambengan, dan Desa Wanagiri.

Baca: Perpanjang Kerja Sama dengan Disnaker, BPJS Kesehatan Denpasar Lakukan Audiensi

Baca: Di Balik Rasa Pedasnya, Ternyata Ini Manfaat Sambal Bagi Tubuh, Turunkan Berat Badan & Cegah Kanker

“Dalam rangka pengelolaan hutan desa ini, kami akan bentuk Bumdes Bersama. Bumdes ini akan memanajemen tata kelola air, objek wisata hutan desa, dan budidaya buah lokal di areal seluas 1.300 hektare ini. Tetapi masyarakat tetap dilibatkan dalam pengelolaan hutan desa ini,” ujar Subur, saat ditemui Kamis (28/2/2019) siang.

Agar ketersediaan sumber mata air tetap lestari, Subur pun meminta masyarakat yang memiliki hutan desa membudidayakan  tanaman keras sesuai dengan topografi.

Harapannya hasil hutan tetap dapat dinikmati tanpa harus merusak lingkungan.

Ia merinci ada beberapa jenis tanaman yang direkomendasikan yakni Kopi, Kelapa, Durian, Alpukat, Bambu, Kayu Gaharu, hingga tanaman obat yang berkaitan dengan usadha Bali.

Baca: Made Putra Kembangkan Bisnis Sedotan Berbahan Bambu

Baca: Jadwal Pertandingan Liga Inggris Minggu Ini, Ada Big Match di Derbi London

Budidaya tanaman keras ini juga diharapkan mendukung program “Bumi Banten” yang dicanangkan sehingga tetap dapat memenuhi kebutuhan desa pakraman akan sarana upakara yadnya.

“Jadi hasil hutannya bisa dinikmati untuk kesejahteraan masyarakat desa dan bahkan bisa menambah PAD desa. Begitu juga pemenuhan sarana upakara yang bisa diambil dari Bumi Banten di hutan desa ini,” imbuh subur.

Menurutnya, pemanfaatan ini diklaim sejalan dengan visi Gubernur Bali yakni ‘Nangun Sad Kertih Loka Bali’.

Pemanfaatan hutan desa ini dinilai dapat melestarikan hutan (wana kertih, red) dan upaya menjaga kelestarian sumber air (danu kertih, red).

Baca: Respon Tuduhan Terima Mobil dari ex-Calon Bupati PDIP, Mahfud: 15 Menit Lagi Kakek Lihat TV Ya

Baca: Melalui Penerawangan, Beby Djenar Sebut Syahrini & Reino Barack Bakal Dihantam Orang Ketiga

Selanjutnya, Subur berencana memanggil perangkat desa dinas dan desa pakraman dan tokoh-tokoh masyarakat dari desa yang akan mengelola hutan desa untuk diberikan sosialisasi pada Jumat (1/3/2019).

Pertemuan ini akan dilangsungkan di Kantor Dinas PMD.

Sinergi Desa Dinas dan Desa Pakraman

Setelah  mendapat kepercayaan pengelolaan dari Kementerian Kehutanan RI, maka desa dinas dan desa pakraman diharapkan bersinergi dalam mengelola hutan desa sehingga tetap terjaga kelestariannya.

Pasalnya selama ini, pengawasan hutan desa dinilai masih sangat lemah.

“Misalnya desa dinas merancang regulasi Perdesnya (peraturan desa, Red) terkait pengelolaan hutan desa, sedangkan desa pakraman dapat membuat perarem untuk menjaga kelestarian hutan melalui awig-awig. Jadi ada keterlibatan masyarakat di dalamnya,” tutupnya. (*)

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved