Dua Kali Dipukul Suporter hingga Masuk RS, Cerita Wasit Nasional Asal Denpasar Selama Berkarier
Pria berkulit sawo matang ini mengatakan, banyak pengalaman yang ia dapatkan semenjak menjadi seorang wasit resmi sepak bola
Penulis: Putu Dewi Adi Damayanthi | Editor: Irma Budiarti
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Wasit adalah unsur penting dalam pertandingan sepak bola.
Laga resmi sepak bola tak akan berjalan teratur tanpa wasit.
Ali Mustofa berbagi pengalamannya menjelang pensiun sebagai wasit nasional sepak bola asal Denpasar.
Sebagai pemimpin pertandingan ataupun penentu keputusan saat pertandingan sepak bola berjalan, menjadi seorang wasit bukanlah hal yang mudah bagi Ali Mustofa.
Berbagai macam risiko, kata Ali Mustofa, menanti wasit.
Misalnya dicacimaki bahkan menjadi sasaran amarah para suporter dan tim dalam pertandingan.
Baca: Aliansi Perempuan Bali Sampaikan 6 Tuntutan Ini dalam Aksi Peringatan Hari Perempuan Internasional
Baca: Sulap Kerang jadi Kalung dan Anting, Mulyadi Raup Untung Capai Rp 10 Juta per Bulan
Bagi pria berusia 45 tahun yang merupakan wasit nasional sepak bola asal Denpasar ini, risiko itu sudah bukan hal yang mengejutkan lagi.
Sudah dimakluminya.
Ali bercerita, awal ketertarikannnya pada dunia perwasitan adalah dari ajakan teman-temannya.
Namun, meski awalnya coba-coba, Ali ternyata kemudian serius untuk menekuninya.
Ali mulai resmi menjadi wasit di tahun 2003 hingga sekarang.
Pria berkulit sawo matang ini mengatakan, banyak pengalaman yang ia dapatkan semenjak menjadi seorang wasit resmi sepak bola.
Baca: Koramil 1610-01 Klungkung Manfaatkan Lahan Kosong jadi Lahan Produktif untuk Bercocok Tanam
Baca: Karakter Orang Maret Berdasarkan Tanggal Lahir, Lahir Akhir Bulan Terkenal Galak & Tidak Konsisten?
Antara lain, ia jadi memiliki banyak teman di berbagai tempat, dan juga sering bepergian ke banyak daerah yang ada di Indonesia.
Pengalaman buruk yang tidak akan dilupakan Ali adalah ketika dia dipukul oleh suporter sehingga sempat dirawat di rumah sakit karena terluka.
Pemukulan oleh suporter itu dialaminya dua kali.
Namun, kejadian-kejadian buruk itu ternyata tidak membuat Ali kapok atau menyerah menjadi seorang wasit.
“Saya gak kapok jadi wasit sepak bola walaupun sudah dua kali masuk rumah sakit. Dua kali pemukulan itu terjadi dalam pertandingan di tingkat daerah. Tapi dalam pertandingan di tingkat nasional, saya bisa menikmati peran menjadi wasit, karena benar-benar sesuai dengan aturan. Wasit bisa menyelesaikan,” ungkap Ali saat ditemui Tribun Bali di GOR Ngurah Rai, Denpasar, Sabtu (9/3/2019).
“Kalau memimpin pertandingan di level nasional enak, terutama saat tim yang kalah mengucapkan terima kasih kepada wasit. Saat itu saya (merasa) bangga, sebagai seorang wasit saya merasa senang sekali. Yang kalah saja bisa mengucapkan terima kasih, apalagi tim yang menang. Di situlah nikmatnya menjadi seorang wasit. Dalam laga-laga tingkat nasional, saya belum pernah mengalami pemukulan oleh suporter. Syukur selama ini semua pertandingan di level nasional yang saya pimpin, berjalan dengan lancar,” imbuh Ali Mustofa.
Baca: Satgas TMMD Bangkitkan Semangat Olahraga Para Generasi Muda Banjar Tampuagan
Baca: Jelang Laga Kontra Semen Padang, Pakem Bali United Berubah Pasca Ditinggal Tiga Pemain ke Timnas
Ia mengungkapkan, persaingan yang terjadi di profesi perwasitan begitu ketat, terutama di tingkat nasional.
Ia melihat banyak rekannya yang sudah bertahun-tahun mengikuti kursus perwasitan, namun masih belum lolos untuk melangkah memimpin pertandingan tingkat nasional.
“Kalau dibilang susah ya susah juga persaingan kita. Persaingan untuk ke level nasional itu terutama. Banyak rekan saya yang sudah bertahun-tahun ikut kursus, tapi belum bisa ke nasional. Belum bisa dipanggil ke Liga 1, Liga 2 sampai Liga 3,“ kata Ali.
Untuk menghadapi persaingan yang ketat, selama ini Ali selalu mengasah kemampuan perwasitannya, dan juga terutama melatih fisiknya.
Menjadi seorang wasit di garis tengah selama bertahun-tahun membuat Ali mengetahui hal-hal penting yang diperlukan oleh wasit tengah saat pertandingan sepak bola.
Menurut Ali, menjadi seorang wasit tengah tidak cukup hanya dengan menguasai aturan-aturan permainan atau Laws of the Game.
Baca: 100 Tas Belanja Ludes oleh Pedagang dan Pembeli di Pasar Badung
Baca: Ajarkan Anak Cara Mendaur Ulang Kertas di Festival Of Sosial Entrepreneurship Wave and Suistainable
Wasit tengah, kata dia, harus memiliki kondisi fisik yang bagus serta mental yang kuat.
“Fisik, pengetahuan tentang Laws of the Game dan mental kuat sangat diperlukan. Kalau fisiknya gak bagus pada saat kita memimpin kan kita bisa ketinggalan sangat jauh dari pergerakan pemain. Jadinya, gak bisa mencermati dan mengawasi bagaimana mereka bermain. Namun, meski fisik kuat tapi kalau mentalnya gak bagus, itu juga akan bisa kacau. Kepemimpinannya akan gak bagus, bisa kebingungan,” beber Ali.
Ia berpesan kepada wasit-wasit muda, khususnya dari Bali, untuk rajin melatih fisik dan menguatkan mental agar dapat bersaing di tingkat nasional.
“Wasit muda jangan berkecil hati. Kuatkan mental dan rajin latihan fisik supaya siap bersaing di level nasional. Pokoknya selalu banyak latihan dan baca aturan atau laws of the game,” kata Ali.
Kondisi fisik prima yang dituntut untuk seorang wasit, jelasnya, tidak bisa dibentuk secara instan.
Untuk itu, para wasit muda tidak bisa bermalas-malasan.
Baca: Berburu Spot Foto Instagramable di Ulun Danu Beratan
Baca: Berbagai Lomba Meriahkan HUT Yayasan Tukad Bindu ke-2
Setiap hari harus meluangkan waktu untuk melatih kekuatan dan daya tahan fisik.
“Walaupun hanya jogging ringan saja, tetap seorang wasit harus melakukanya rutin setiap hari. Juga pengetahuan tentang aturan pertandingan harus senantiasa ditingkatkan,” kata Ali.
Ia berharap, di masa mendatang akan banyak muncul wasit-wasit nasional yang berasal dari Bali, terutama wasit tengah.
Sesuai aturan PSSI (Persatuan sepak bola Seluruh Indonesia), Ali sekarang memasuki usia menuju pensiun.
Sebab, usia maksimal wasit di Indonesia adalah 45 tahun.
Setelah pensiun, Ali berencana untuk berlanjut ke pekerjaan baru yang masih terkait dengan dunia perwasitan.
Baca: Ramalan Zodiak 10 Maret 2019: Scorpio Harus Tenang, Virgo Banyak Pengeluaran Tidak Penting
Baca: Grand Opening Pasar Badung Diundur Tanggal 22 Maret 2019, Ini Alasannya
Yakni menjadi instruktur wasit.
Dia akan mengambil kursusnya dalam waktu dekat.
“Usia pensiun wasit memang sudah ditentukan oleh PSSI bahwa usia 45 tahun sudah tidak bisa memimpin pertandingan. Saya kan memasuki usia itu. Rencananya saya akan ikut (kursus) penilai wasit atau instruktur wasit. Rencananya habis bulan puasa Ramadan nanti. Sebab, kalau saya berhenti menjadi wasit, ilmunya hilang kan rugi. Jadi ilmu itu ikut dijenjang atau dinaikkan lagi ke instruktur wasit atau penilai wasit, pengawas wasit. Jadi gak jauh-jauh dari wasit, cuma saya gak di lapangan. Saya mengawasi dan menilai dia (wasit) saja,“ katanya.
Selain akan mengambil kursus menjadi instruktur wasit, ia juga berencana melanjutkan pekerjaannya menjadi pelatih fisik freelance untuk anak-anak muda yang akan mengikuti ujian masuk TNI atau Polri.(*)