Dinilai Memiliki Tugas Berat, Pecalang Se-Bali Diusulkan Dapat Gaji dari Pemerintah

Nah saya usulkan supaya pecalang itu, apalah istilahnya, dapat gaji, honor atau biaya operasional supaya dia berdaya, karena dia tugasnya berat

Penulis: I Wayan Sui Suadnyana | Editor: Ida Ayu Suryantini Putri
Tribun Bali/I Wayan Sui Suadnyana
Pertemuan antara Pansus Raperda Desa Adat dengan perwakilan pecalang se-Bali di Wantilan Kantor DPRD Bali, Senin, (25/3/2019). 

Laporan Jurnalis Tribun Bali, I Wayan Sui Suadnyana

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR – Direktur Eksekutif Paiketan Krama Bali, I Nyoman Mertha mengusulkan kepada Panitia Khusus (Pansus) Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Desa Adat DPRD Bali agar memberikan semacam gaji, honor atau biaya operasional kepada pecalang.

Dirinya mengatakan pecalang sebagai salah satu organisasi yang bernaung di bawah desa adat memiliki tugas berat berupa mengatur ketentraman masyarakat adat.

Terlebih, kata dia, saat ini tugas pecalang akan bertambah lagi karena bukan saja akan mengatur warga desa adat, tetapi juga krama tamiu dan tamiu sesuai dengan aturan di Raperda Desa Adat.

Sedangkan di Raperda Desa Adat yang kini tengah dirancang oleh DPRD Bali itu, baru hanya mengatur sesana atau kewajiban dari pecalang itu sendiri dan belum mengatur tentang hak bagi pecalang.

Baca: Nyoblos 17 April Mendatang, Wagub Cok Ace Berharap Ada Kelonggaran untuk Karyawan

Baca: Sembilan Tari Bali Warisan Budaya Dunia Tak Benda Siap Ditampilkan di PKB Tahun 2019

“Nah saya usulkan supaya pecalang itu, apalah istilahnya, dapat gaji, honor atau biaya operasional supaya dia berdaya, karena dia tugasnya berat biar ada keseimbangan antara tugas kewajiban,” terangnya.

Hal itu Mertha sampaikan ketika ditemui Tribun Bali usai pertemuan antara Pansus Raperda Desa Adat dengan perwakilan pecalang se-Bali di Wantilan Kantor DPRD Bali, Senin, (25/3/2019).

Dengan adanya hak berupa gaji atau biaya operasional ini, kata Mertha, jadinya pecalang tidak ragu-ragu lagi dalam menjalankan tugasnya dan tentu akan menjadi lebih fokus.

“Bagaimana kita membuat pecalang berdaya tapi kalau dia tidak sejahtera, tidak mandiri. Secara ekonomi dia kekuarangan karena dia harus ngayah,” kata dia.

“Nah kalau istilah ngayah itu sekarang harus direvisi itu. Gimana orang ngayah total kalau dia kehidupanya tidak dijamin,” imbuhnya.

Baca: Komang Adi Parwa Siap Come Back! Berusaha Tetap Main di Bali United

Baca: 8 Rahasia Wanita untuk Selalu Tampil Cantik Alami dan Awet Muda

Dirinya pun mengusulkan agar gaji, honor atau biaya operasional bagi pecalang ini diberikan setiap bulan sehingga pecalang bisa lebih fokus dan tidak perlu ragu tentang ekonomi keluarga di tengah menjalankan tugasnya yang cukup berat.

Usulan untuk memberikan gaji kepada pecalang ini tidak hanya muncul dari Paiketan Krama Bali, namun juga dari Aliansi BALI Dwipa Jaya.

Pada Jumat (22/3/2019) pagi berbagai organisasi tersebut menyambangi kantor DPRD Bali, guna membahas Raperda tentang Desa Adat.

Mereka diterima oleh Ketua Panitia Khusus (Pansus) Raperda Desa Adat, Nyoman Parta di Ruang Baleg Lantai II Gedung DPRD Bali.

Koordinator Aliansi Bali Dwipa Jaya I Ketut Bagus Arjana Wira Putra saat ditemui usai melakukan pertemuan mengatakan bahwa salah satu hal yang menjadi pembahasan dalam pertemuan tersebut yaitu mengenai keberadaan pecalang di Bali.

Baca: Ulah Tak Biasa Keluarga Gen Halilintar, Bawa Uang Koin Satu Pikap Saaih Beli Alphard Cash

Baca: Tak Lagi Meminjam, SMPN 3 Denpasar Siapkan 140 Komputer untuk UNBK  

Putra mengatakan bahwa pecalang dalam menjalankan tugasnya diharapkan untuk mendapatkan sebuah imbalan berupa gaji.

"Kenapa mereka harus digaji? Karena mereka bekerja sampai malam. Apalagi sampai saat ini pecalang ini dari pagi sampai malam menjaga desa pakraman tapi mereka bisa meninggalkan pekerjaannya. Itu yang kita kasihan. Karena mereka menjaga kemanan Bali," terangnya kepada awak media. (*)

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved