Mantan Kepala LPD Bebetin Dituntut 3 Tahun Penjara Terkait Dugaan Korupsi

Ia dinilai terbukti bersalah terkait dugaan korupsi yang mengakibatkan LPD Desa Adat Bebetin mengalami kerugian senilai Rp 2,4 miliar

Penulis: Putu Candra | Editor: Irma Budiarti
Tribun Bali/I Putu Candra
Cening dituntut tiga tahun penjara terkait dugaan korupsi dana LPD Desa Adat Bebetin, Sawan, Buleleng di Pengadilan Tipikor Denpasar. 

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - I Cening Wartana (55) melalui penasihat hukumnya akan mengajukan pembelaan (pledoi) tertulis.

Hal itu disampaikan penasihat hukum terdakwa di muka persidangan Pengadilan Tipikor Denpasar, Rabu (27/3/2019).

Diajukannya pembelaan oleh terdakwa untuk menanggapi surat tuntutan tim Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Cening yang pernah menjabat sebagai Kepala Lembaga Perkreditan Desa (LPD) Desa Adat Bebetin, Sawan, Buleleng sejak 1989 sampai 2014 ini dituntut tiga tahun penjara.

Ia dinilai terbukti bersalah terkait dugaan korupsi yang mengakibatkan LPD Desa Adat Bebetin mengalami kerugian senilai Rp 2,4 miliar.

"Kami akan mengajukan pembelaan (pledoi) tertulis, Yang Mulia. Izin mohon waktu menyusun nota pembelaan," pinta penasihat hukum terdakwa.

Baca: Manchester United Akan Menghadapi Inter Milan dalam Laga Pramusim di Singapura 20 Juli 2019

Baca: Mendadak Peti Jenazah Tak Muat di Lubang Kubur, Ini Pengalaman Irasional Amat

Menanggapi permohon itu, majelis hakim memberikan waktu dua pekan untuk penasihat hukum menyusun nota pembelaan.

"Baik, sidang kita lanjut dua minggu lagi. Agendanya pembacaan nota pembelaan," jelas Hakim Ketua Made Sukereni.

Sementara dalam pembacaan surat tuntutan, tim jaksa dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Buleleng menilai, Cening telah sah terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi, menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, sarana yang ada padanya, yang menimbulkan kerugian negara yang dilakukan secara berlanjut.

Sebagaimana dakwaan subsider, Cening dianggap melanggar Pasal 3 jo Pasal 18 UU RI No.31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU RI No.20 tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI No.31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

"Menuntut, menjatuhkan pidana penjara kepada terdakwa I Cening Wartana dengan pidana penjara selama tiga tahun, dikurangi selama menjalani tahanan sementara, dengan perintah tetap ditahan. Dan denda Rp 50 juta, subsider lima bulan kurungan," tegas Jaksa Putu Andy Sutadharma didampingi Jaksa I Wayan Genip.

Baca: Melvin Platje Dilirik Tim A-League

Baca: Tiga Tahun Menjabat, Bos Facebook Indonesia Kini Pilih Undur Diri

Namun sebelum pada pokok tuntutan, tim jaksa terlebih dahulu mengurai hal memberatkan dan meringankan sebagai pertimbangan mengajukan tuntutan.

Hal meringankan, perbuatan terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi.

Hal meringankan, terdakwa belum pernah dihukum, menyesali dan mengakui perbuatannya

"Terdakwa telah mengembalikan seluruh kerugian negara yang timbul, yang dinikmati langsung," papar Jaksa Putu Andy.

Dikutip dari berita sebelumnya, Cening kala menjabat sebagai Kepala LPD Desa Adat Bebetin diduga kuat menggunakan uang milik tiga nasabahnya sebesar Rp 2,4 miliar.

Uang itu kemudian dipinjamkan kepada warga lain yang ada di Desa Bebetin, Kecamatan Sawan, Buleleng.

Baca: Sumartawan Sebut Guru SLB Harus Peka, Punya Kelebihan Memahami Kondisi Anak Disabilitas Secara Utuh

Baca: Muzdalifah Mantan Istri Nassar KDI Dikabarkan Dilamar Fadel Islami Yang Lebih Muda 15 Tahun

Namun peminjaman itu diberikan tidak sesuai dengan prosedur yang berlaku.

Di hadapan awak media, Cening mengaku terpaksa memberikan kebijakan yakni meminjamkan uang kepada 24 warga Desa Bebetin, atas perintah Mantan Kelian Desa Pakraman Bebetin, yang saat itu juga berperan sebagai ketua badan pengawas LPD Bebetin, almarum Gede Suasta.

"Saya mau melakukan hal itu karena disuruh oleh Ketua Badan Pengawas LPD. Dulunya tidak berani. Tapi karena ketua badan pengawas yang menyuruh, ya saya lakukan. Katanya jangan menghambat orang yang mau nyari kredit. Jujur saya tidak memakai uang itu," ujar Cening di Polres Buleleng, kala itu.

Saat uang itu dipinjamkan kepada 24 warga, proses penyicilan diklaim Cening berjalan dengan lancar.

Namun setelah dibentuk kepengurusan baru, 24 warga itu diminta langsung melunasi utang-utangnya.

Alhasil, warga pun tidak menyanggupinya hingga akhirnya polemik yang terjadi di LPD Bebetin muncul ke permukaan.

Baca: Mutasi OPD di Klungkung Dipastikan Setelah Pilpres

Baca: Aliansi Pemuda Bali Ajak Masyarakat Perangi Hoax, Radikalisme, Intoleransi dan Tidak Golput

Pinjaman yang tidak sesuai dengan prosedur seperti jumlah uang yang diberikan melebihi batas maksimal, tidak dilengkapi jaminan, serta nama peminjam yang dicatat tidak sesuai dengan kenyataan.

Dalam laporan keuangan, Cening hanya mencantumkan satu nama.

Sementara uang miliaran rupiah itu sejatinya telah dipinjamkan kepada 24 warga.

Ini dilakukan oleh Cening sejak 2014.

Ketahuan lantaran nasabah mau narik uang tidak bisa.

Mulai ada kecurigaan kenapa tidak bisa.

Setelah di audit ternyata ditemukan ada kredit fiktif.

Baca: Ramalan Asmara Zodiak Kamis 28 Maret 2019, Gemini Penuh Amarah, Libra Jangan Curhat Sembarangan

Baca: Tanpa Turnamen dan Kompetisi, Bali United Tetap Latihan Normal

Selama empat tahun ini hasil audit baik, belum ada yang mencolok.

Tahun 2018 setelah di cek terjadi ketimpangan.

Macetnya LPD Bebetin ini bermula terungkap saat baliho berukuran raksasa dipasang oleh aparat desa Pakraman Bebetin, di pinggir jalan Desa Bebetin atau lebih tepatnya di depan Pura Baleagung desa setempat.

Baliho itu berisikan daftar nama warga Desa Bebetin yang terkena sanksi kasepekang.

Berdasarkan keputusan pararem, aparat desa pakraman sepakat untuk memberikan sanksi kepada 19 warganya lantaran utangnya di LPD Bebetin tak kunjung dilunasi.

Sanksi kasepekang yang dimaksud pun adalah tidak diberikannya pelayanan adat saat melakukan kegiatan panca yadnya.

Baca: Sudah Pakai KB Spiral Atau IUD Tapi Tetap Kebobolan dan Hamil, Kok Bisa?

Baca: Hill & Ride, Kopdar Ala Komunitas CBR 250RR Bali

Sejatinya, ada 24 krama yang namanya tercatat dalam baliho itu.

Namun setelah baliho terpasang, ada lima orang yang langsung melunasi utangnya.

Namanya pun langsung dicoret.

Sehingga yang tersisa tinggal 19 orang lagi, mereka mengaku tidak mampu membayar utang-utangnya dengan alasan usaha bangkrut.

Sanksi kasepekang itu akan dicabut bila tunggakan telah dilunasi.

Di lain sisi, agar perilaku ini tak menular kepada nasabah yang disiplin melakukan pembayaran, Kelian Adat Desa Pakraman Bebetin, Ketut Suwinda melaporkan kasus ini ke Polres Buleleng, dengan nomor laporan LP A/77/VII/2018/Res Bll/, tanggal 20 Juli 2018. (*)

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved