Simpang Ring Banjar

Laki-laki Banjar Adat Suter Wajib Ditindik, Berkaitan Aturan Masuk Pura Tulukbiyu

Di wilayah Banjar Adat Suter, Desa Suter, tindik kuping yang lazimnya dilakukan oleh perempuan, ternyata juga dilakoni bagi laki-laki sejak usia dini

Penulis: Muhammad Fredey Mercury | Editor: Irma Budiarti
Tribun Bali/Muhammad Fredey Mercury
Laki-laki Banjar Adat Suter Wajib Ditindik 

Selain tradisi tindik kuping, keunikan lain di Banjar Adat Suter juga terdapat saat memasuki areal Pura Dalem Pingit, dimana pemedek tidak boleh mengenakan berbagai perhiasan emas dan perak, serta mengenakan barang apapun berbahan kulit utamanya kulit sapi.

Larangan tersebut ternyata memiliki alasan lain dimana Ida Bethara Sakti Dalem Pingit yang berstana, memiliki wujud (meperagan) harimau.

Sebab itu, Ida Pemangku setiap akan nge-luur tirta, bilamana ada yang membawa perhiasan emas, perak, maupun mengenakan dan membawa barang berbahan kulit, maka akan mendengar suara mengaum.

“Suara auman ini terkadang hanya didengar oleh jero mangku saja. Dan suara auman ini dipercaya bahwa ada masyarakat yang membawa perhiasan emas, maupun mengenakan sendal kulit, dompet kulit dan sebagainya. Sebab itu tidak ada masyarakat yang berani coba-coba melanggar aturan. Jadi saat ada upacara di sana, biasanya sejak dari rumah masyarakat sudah mempersiapkan untuk tidak melanggar,” ujar Kelian Dinas Banjar Adat Suter, I Nengah Suratnata.

Masyarakat kian meyakini kesakralan Pura Dalem Pingit sebab pernah ada kejadian dimana salah seorang warga tidak sengaja mengenakan sandal berbahan kulit.

Saat itu pula, tirta yang biasanya mengalir deras tiba-tiba tidak keluar setetespun.

“Tirta ini biasanya digunakan sebelum dilangsungkan upacara di pura tersebut. Namun suatu hari, ada krama yang lupa dan mengenakan sendalnya masuk. Sehingga sampai dengan malam hari nunas tirta di sana, tirta ini tidak mau keluar,” ungkapnya. 

Baca: Kantor Pos Berusia 149 Tahun di Banyuwangi akan Dijadikan Wisata Heritage

Baca: Kangen Istri Jadi Alasan Jemmy Kabur dari Tahanan Polresta Denpasar, 2 Tembakan Akhiri Pelariannya

Pemekaran

Wilayah Suter merupakan pemekaran dari Desa Abang Batudinding sekitar tahun 1948-1951.

Dulunya nama Suter sejatinya bernama Abang Suter, sama seperti nama depan dua desa tetangga yakni Abang Songan dan Abang Batudinding.

Asal mula nama Suter sendiri bermula dari para tetua adat saat hendak mencari tempat yang cocok sebagai pusat pemerintahan, di samping tempat ibadah saat proses pemekaran.

Kala itu, para tetua adat yang mencari hingga ujung Gunung Abang, selalu kembali pada satu titik.

“Karena lelah keliling mencari beberapa hari dan terus kembali pada satu titik, maka menurut firasat niskala diputuskanlah tempat tersebut menjadi wilayah pemekaran, yang disebut Abang Suter. Kenapa Suter, karena keliling di areal itu saja atau istilahnya muter-muter,” ujar Kelian Dinas Banjar Adat Suter, I Nengah Suratnata.

Suratnata mengungkapkan, di wilayah Suter prosesi penguburan jenazah bagi masyarakat juga dibedakan berdasarkan tempat tinggalnya.

Bilamana masyarakat tinggal di sebelah selatan Pura Kahyangan Desa, maka akan dikebumikan di setra poh tegeh yang berada di selatan.

Sedangkan masyarakat yang tinggal di sisi utara Pura Kahyangan Desa, maka akan dikebumikan di setra manglan yang berada di sisi utara. (*)

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved