Alit Resmi Laporkan Sandoz Cs, Istri Alit: Kami Yakin Semua Akan Terbongkar

Istri Anak Agung Alit Wiraputra, Ratna Sari Dewi, bersama kuasa hukumnya yang baru, Gusti Randa, mendatangi Direktorat Reserse Kriminal

Penulis: Busrah Ardans | Editor: Ady Sucipto
Tribun Bali/Busrah Syam Ardan
LAPOR - Kuasa hukum Alit Wiraputra, Gusti Randa, bersama tim dan istri Alit, Ratna Sari Dewi, saat mendatangi Polda Bali untuk melaporkan Sandoz, Candra Wijaya, dan Jayantara, Senin (29/4/2019). 

Dalam pemeriksaan setelah dirinya ditahan di Polda Bali, Alit sempat mengungkapkan aliran dana Rp 16 miliar yang diterima dari pengusaha asal Jakarta Sutrisno Lukito.

Alit mengaku menerima dana Rp 2 miliar, sedangkan Sandoz Rp 7,5 miliar ditambah 80 ribu dollar AS atau sekitar Rp 800 juta, Candra Wijaya Rp 6,4 miliar, dan Jayantara Rp 1,5 miliar.

Berawal Kerja Sama

Berdasarkan peristiwa kasus ini, Gusti Randa menuturkan proyek ini awalnya terjalin atas kerja sama antara Sutrisno Lukito dengan Sandoz.

"MoU itu untuk mendapatkan proyek revitalisasi. Maka draft MoU itu dilanjutkan dengan kerja sama antara Sutrisno, Abdul Satar, dan klien kami. Untuk mendapatkan izin prinsip dari gubernur maka dibutuhkan langkah-langkah. Di antaranya melakukan audiensi, mendapatkan rekomendasi dari DPRD sampai keluar izin prinsip,” ujarnya.

Menurutnya, proses tersebut semuanya ada biayanya sebesar Rp 30 miliar.

“Klien kami telah mendapatkan Rp 16 miliar karena dalam kerjasama itu terbagi dua, jika hanya rekomendasi artinya mendapatkan Rp 16 miliar. Jika sampai izin prinsip, maka Rp 16 miliar ditambah Rp 14 miliar sehingga genap Rp 30 miliar. Kenyataannya klien kami sudah mendapatkan rekomendasi dengan biaya Rp 16 miliar, nah sampai di situ sudah betul," jelasnya.

Menjadi tidak betul, lanjutnya, ketika saat keluar izin prinsip itu, yang keluar bukan atas nama perusahaan yang diurus oleh Alit yakni PT Bangun Segitiga Mas (BSM).

Tetapi nama perusahaan lain yakni PT Nusa Mega Penida sehingga dana Rp 14 miliar itu tidak pernah didapat. \

Alit hanya mendapatkan Rp 16 miliar.

“Tapi kok bisa dikatakan klien kami ini melakukan penipuan penggelapan? Padahal sudah sesuai prosedurnya dan faktanya uang Rp 16 miliar pun tidak ada di klien kami," sambung Gusti Randa.

Saat pihaknya mencari tahu PT BSM, ternyata itu tidak terdaftar sebagai perusahaan.

"Dan pertanyaan saya, bagaimana mungkin perusahaan yang belum ada lembaran negaranya bisa mengurus ini, sampai keluar rekomendasi? Tetapi ketika rekomendasi keluar hingga izin prinsip bukan untuk perusahaan ini. Jadi ada permainan apa ini? Jadi ada MoU yang sebelumnya saya jelaskan dan kerja sama. Yang kedua ini, kerja sama itu betul oleh klien saya. Di MoU klien saya sebagai saksi,” ujarnya.

"Di kerja sama itu dikatakan dengan adanya kesepakatan ini, harus dibuat suatu perusahaan yang bernama PT BSM. Klien kami menjadi direktur, lalu mendapatkan share 15 persen. Artinya apa, ketika surat-surat kepengurusan ini dimulai dan dilakukan, yang bertandatangan adalah presiden direktur, bukan klien kami. Presiden Direktur PT BSM namanya adalah Candra Wijaya. Ini yang melakukan surat menyurat, kami ada copy-nya, buktinya. Jadi kalau dikatakan atas nama dirinya sendiri (Alit Wiraputra) itu bohong. Karena pengurusan ini sudah memakai bendera bernama BSM, meskipun BSM itu belum ada lembaran negaranya di Kemenkumham" jelasnya lagi panjang lebar.

Ia melanjutkan, berdasarkan UU Korporasi (perusahaan), direktur utama yang melakukan kerjasama dengan pihak luar, tapi ketika dikatakan ada penipuan dan penggelapan, justru kliennya yang hanya sebatas sebagai direktur dijadikan tersangka.

Sumber: Tribun Bali
Halaman 2 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved