3.500 Orang Ikut Pawai HUT Gianyar, Peserta Tak Pakai Hiasan dari Plastik
Sebanyak 3.500 orang dari tujuh kecamatan dan SMKN 3 Sukawati mengikuti pawai HUT Gianyar
Penulis: I Wayan Eri Gunarta | Editor: Irma Budiarti
TRIBUN-BALI.COM, GIANYAR - Sebanyak 3.500 orang dari tujuh kecamatan dan SMKN 3 Sukawati mengikuti pawai HUT Gianyar, Rabu (1/5/2019).
Para peserta pawai tidak memakai hiasan dari bahan plastik atau styrofoam.
“Seniman yang tampil sedikitnya 3.500, setiap tim kesenian dengan jumlah berbeda-beda, dan paling sedikit satu tim menampilkan 400 seniman,” ujar Kabid Kesenian Disbud Gianyar, Anak Agung Gede Agung.

Pawai diawali penampilan SMKN 3 Sukawati dengan Adi Merdangga dan pementasan lainnya, lalu diikuti peserta dari Kecamatan Gianyar, Tegalalang, Payangan, Blahbatuh, Ubud, Sukawati dan terakhir Kecamatan Tampaksiring.
“Kecamatan Tampaksiring yang tampil paling terakhir, sekaligus sebagai uji coba persiapan untuk tampil di pawai PKB (Pesta Kesenian Bali) nanti,” kata Agung.

Menurut dia, hal yang berbeda dari pawai kali ini adalah setiap tim kesenian tidak diizinkan menampilkan hiasan dari bahan plastik atau styrofoam.
“Sedangkan penggunaan mobil hias diperbolehkan untuk mengangkut properti gamelan, namun tetap tanpa hiasan berbahan non organik,” tandasnya.
Baca: Bali Sudah Kritis Soal Pembuangan Sampah Medis
Baca: Doa Mengalir Demi Kesembuhan Iker Casillas yang Kena Serangan Jantung Saat Latihan
Dia menjelaskan, setiap perwakilan kecamatan mendapatkan uang pembinaan sebesar Rp 150 juta ditambah dari dana desa sekitar 250 juta.
Dengan demikian rata-rata setiap perwakilan mendapatkan dana sekitar Rp 400 juta.

Khusus Kecamatan Tampaksiring mendapat dana pembinaan sebesar Rp 500 juta.
Seperti disaksikan Tribun Bali, kendati matahari menyengat di Lapangan Astina Gianyar, Rabu (1/5/2019) pukul 11.00 Wita, namun peserta pawai tetap semangat mempersiapkan diri untuk pawai.
Peserta dari Kecamatan Tegalalang tampak mempersiapkan trap atau tempat gamelan.

Lantaran semua hiasan menggunakan bahan ramah lingkungan, mereka pun harus menjaga trap gambelan supaya tidak terkena matahari secara langsung karena dapat membuat anyaman daun kelapa jadi kering sekaligus mengurangi estetika.
Panca Yadnya
Pembina seni Kecamatan Tegalalang, I Made Yoga mengatakan, dalam pawai ini, pihaknya mengangkat tema Bhuta Yadnya, yang merupakan bagian dari Panca Yadnya.
Bentuk pementasannya berupa tari lepas yang diiringi instrumen adimerdangga.
Baca: Dinkes Sudah Lama Tahu Sampah Medis Berserakan, Sedang Telusuri Siapa Pembuangnya
Baca: Gara-gara Penyakit Ganas Ini, Lee Chong Wei Terlempar dari Peringkat 100 Dunia
"Kami mengangkat tema Bhuta Yadnya karena berkaitan dengan menuru kami. Bentuk pementasan kita dalam sebuah tari lepas dengan isntrumen adimedangga. Durasi waktu 7 menit," ujar pria asal Banjar Tegal,Tegalalang itu.
Dalam mempersiapkan pementasan ini, Yoga mengatakan pihaknya membutuhkan waktu 25 hari latihan.
Untuk pementasan utama ini pihaknya melibatkan 80 orang.

Dijelaskannya, trap instrumen gamelan menjadi bagian penting.
Dalam hal ini, trap yang diarsiteki Wayan Suparsa mengambil konsep burung dengan tujuan semua hal terasa ringan.
Menurut dia, biaya yang dihabiskan untuk bagian ini mencapai Rp 15 juta.

"Untung tatakan bawahnya berupa baran mobil carry dapat minjam. Kalau tidak bisa habis Rp 30 juta. Dana semua berasal dari RAB Desa Tegalalang," ujarnya.
Suparsa mengatakan, pembuatannya lebih ribet karena harus menggunakan bahan ramah lingkungan.
"Dibuatnya harus H-2 supaya tidak kering. Sebab semuanya pakai bahan organik," ujarnya. (*)