SMK Una Rosa Tembuku Terancam Tutup, Dua Tahun Tak Dapat Siswa
Sekolah swasta yang berdiri tahun 2007 ini terancam tutup sebab dua tahun belakangan tidak mendapatkan siswa
Penulis: Muhammad Fredey Mercury | Editor: Irma Budiarti
SMK Una Rosa Tembuku Terancam Tutup, Dua Tahun Tak Dapat Siswa
TRIBUN-BALI.COM, BANGLI - Hiruk pikuk keramaian PPDB SMA maupun SMK Negeri, nampaknya tak selaras dengan kondisi di SMK Swasta.
Meskipun sama-sama menawarkan pendidikan gratis bagi siswa kurang mampu, eksistensi sekolah swasta justru kian tenggelam dibandingkan sekolah negeri. Salah satunya di SMK Una Rosa, Tembuku.
Sekolah swasta yang berdiri tahun 2007 ini terancam tutup sebab dua tahun belakangan tidak mendapatkan siswa.
Pun demikian dengan tahun 2019 ini, pihak sekolah pesimis mengingat persaingan dengan sekolah negeri semakin ketat.
Kepala Sekolah SMK Una Rosa, Ketut Burat, Minggu (30/6/2019), tidak menampik jika sekolah yang terletak di wilayah Desa Yangapi, Kecamatan Tembuku ini terancam tutup.
Terlebih setelah lulusnya enam siswa terakhir pada tahun 2019 ini.
Pihaknya mengaku pada PPDB 2019 ini tetap membuka pendaftaran. Walaupun hingga kini diakui belum mendapatkan siswa.
Baca: Dinkes Rahasiakan Kuota Pegawai RS Nyitdah, Sudah Usulkan Perekrutan ke BKPSDM
Baca: Pembaca Puisi Harus Andal Mengatur Napas, Workshop Ngunda Bayu dalam Seni Sastra Hadir di PKB 2019
“Pendaftaran kami buka sampai 31 Juli,” ucapnya.
Dikatakan, minimnya minat siswa melanjutkan pendidikan di SMK Una Rosa dilandasi beberapa faktor.
Salah satunya karena lokasi sekolah yang berada dekat pemukiman, serta fasilitas yang dimiliki dianggap kurang lengkap jika dibandingkan dengan sekolah negeri.
Selain itu, faktor lain juga disinyalir karena kalah persaingan dengan SMK Negeri.
Dimana sekolah negeri di wilayah Kecamatan Tembuku, juga membuka jurusan baru yang sama dengan SMK Una Rosa, yakni pariwisata.
“Sekolah kami ada dua jurusan. Diantaranya Akomodasi Parisiwata (AP) dan Food and Beverage (FB) Sevice,” ungkapnya.
Burat mengatakan sejatinya dari segi biaya, sekolah yang dia pimpin tak ubahnya dengan SMK Negeri.
Sebab seluruh siswa tidak dipungut biaya apapun alias gratis.
Pun demikian dari segi lulusan, tak sedikit anak didiknya yang telah terserap dalam dunia usaha.
Baca: Sekolah Wajib Tambah Hingga 11 Kelas, Pendaftar Zona Kawasan Berbasis NEM di SMPN 10 Capai 500 Orang
Baca: Fintech Bisa Dukung UMKM Unbankable, Akun Kredit Perbankan UMKM Baru 16 Juta
Burat mengatakan telah berupaya melakukan sosialisasi ke SMP-SMP sekitar.
Namun usaha yang dilakukan cenderung mendapatkan respons minim dari calon siswa.
“Mudah-mudahan hingga batas akhir pendaftaran kami bisa mendapatkan siswa. Ini mengingat ada SMK Negeri yang cenderung dekat, serta fasilitasnya dinilai lebih lengkap. Sehingga ada kecenderungan calon siswa ke sana. Andaikan tahun ini nihil pendaftar, terpaksa divakumkan,” ujarnya.
Sementara di SMK PGRI Tembuku, pada PPDB 2019 ini masih mendapatkan siswa.
Kepala Sekolah setempat Sang Made Bungklek Ardjana menyebut, sejak dibuka pendaftaran pada minggu kedua bulan Juni 2019, hingga kini sekolah swasta yang terletak di Desa Tembuku ini telah mendapat pendaftar sebanyak 18 calon siswa.
Meski demikian, ada hal lain yang menjadi kekhawatiran dirinya.
“Kalau sesuai permendiknas tentang PPDB itu ditaati, dengan rombel 32 dan satu shift, kemungkinan (SMK) swasta di Bangli mendapat. Sebaliknya jika ada kebijakan provinsi seperti tahun 2017 dan 2018, berarti swasta di Bangli mati,” katanya.
Lebih lanjut dijelaskan, pada tahun 2017 dan 2018 lalu terdapat kebijakan dari DPRD Provinsi Bali dimana banyak siswa miskin yang tidak mendapatkan sekolah negeri.
Baca: Pertumbuhan Kredit di Bali Lebih Rendah Dibandingkan Nusra
Baca: Edukasi Penyakit Autoimun Bersama 3 Narasumber Ini, Apa Saja yang Dibahas?
Akhirnya oleh pemerintah provinsi seluruh kepala sekolah SMA/SMK Negeri untuk menambah rombel beserta shift-nya.
Sehingga siswa yang semula telah daftar ulang di sekolah swasta, kembali mendaftar ke SMA/SMK negeri.
“Seperti pada tahun 2017 lalu, awalnya kami mendapatkan siswa 65 orang hanya sisa 11 orang. Begitupun pada tahun 2018, dari 35 orang siswa yang telah daftar ulang, merosot jadi 11 siswa saja. Ini karena ada peluang dibuka kembali pendaftaran di SMA/SMK Negeri,” ungkapnya.
Sedangkan jika berbicara siswa kurang mampu, lanjut Ardjana, pihaknya juga memikirkan dari segi biaya yang digratiskan.
Sehingga peserta didik dengan kategori kurang mampu tinggal mengikuti kegiatan belajar mengajar saja.
Gratisnya biaya, imbuh Ardjana, lantaran pihaknya telah bekerjasama dengan relawan Bali.
“Relawan lah yang nanti membiayai semua, baik pakaian maupun uang komite. Termasuk biaya lain-lain seperti UKK, prakerin. Itu dari relawan yang menanggung,” bebernya.
Ardjana berharap ada keadilan baik di sekolah swasta maupun negeri.
Terlebih dengan tujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, sesuai salah satu pasal dalam UUD 1945.
“Kalau memang tujuannya demikian, mengapa swasta tidak diberikan kesempatan? Karena PGRI ini kan visi misinya juga sebagai wadah guru untuk mencerdaskan kehidupan anak bangsa, kan tidak salah. Jadi tolong, berikan kami ruang bergerak. Kalau sudah pendaftaran kembali, jangan lagi dibuat kebijakan. Kalau memang konsisten dengan aturan pemerintah pusat, mari kita hormati, taati, dan patuhi,” tandasnya. (*)