Ditemukan Luka Memar pada Bayi yang Tewas di TPA Princess, Made Sudiani dan Listiani Terdiam
Ditemukan Luka Memar pada Bayi yang Tewas di TPA Princess, Made Sudiani dan Listiani Terdiam
Penulis: Putu Candra | Editor: Aloisius H Manggol
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Karyawan dan pemilik Tempat Penitipan Anak (TPA) Princess House Childcare menjalani sidang perdana di Pengadilan Negeri (PN) Denpasar, Senin (29/7/2019).
Adalah terdakwa Listiani alias Tina (39) selaku karyawan dan Ni Made Sudiani Putri (39) sebagai pengelola TPA yang beralamat di Jalan Badak Sari I, Denpasar.
Keduanya menjalani sidang (berkas terpisah) terkait kasus kematian bayi berusia tiga bulan berinisial ENA yang dititipkan oleh orang tuanya di TPA tersebut.
• Viral Gadis 16 Tahun Hilang Saat Galungan, Polisi: Berhubungan Bareng Pria Beristri hingga Mencuri
Keduanya didudukan secara bersamaan di muka sidang yang mengagendakan pembacaan surat dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Namun, keduanya menjalani sidang dakwaan dengan berkas terpisah.
Terlebih dahulu, Jaksa Heppy Maulia Ardani mewakili Jaksa GA Surya Yunita PW membacakan surat dakwaan untuk terdakwa Sudiani.
• Made Putri Artyani Tak Sadar Saat Uang Dikipas ke Matanya, 3 WNA pun Leluasa Lakukan Hal Buruk ini
Kemudian disusul membacakan dakwaan terdakwa Listiani.
Dalam surat dakwaan yang dibacakan dihadapan majelis hakim pimpinan Heriyanti, jaksa mendakwa Sudiani dengan dakwaan alternatif.
Dakwaan kesatu disebutkan, bahwa terdakwa Sudiani membiarkan, melibatkan, menyuruh melibatkan anak dalam situasi perlakuan salah dan penelantaran.
• Driver Taksi Online Bali Tewas Mengenaskan, Sang Driver Alami Gegar Otak Berat
"Perbuatan terdakwa diatur dan diancam pidana Pasal 76D jo Pasal 77B Undang-Undang RI No.23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak," jelas Jaksa Happy.
Atau kedua, bahwa Sudiani disebutkan bahwa karena kesalahan (kealpaannya) menyebabkan orang lain mati.
Perbuatan terdakwa diatur dan diancam pidana Pasal 359 KUHP.
• Cinta Terlarang Kakak Adik Kandung, Kini Hamil Anak Ketiga, Polisi Amankan dengan Senjata Lengkap
Diuraikan jaksa dalam surat dakwaan, Sudiani sebagai pengelola TPA Princess House Childcare yang telah beroperasi sejak tahun 2011 mempunyai tugas dan tanggung jawab mengelola, mengawasi dan melakukan pembinaan terhadap karyawan.
TPA tersebut memiliki 10 karyawan, terdiri dari 9 perempuan sebagai pengasuh dan 1 orang karyawan laki-laki dibagian keuangan.
Selain itu, anak yang bisa dititipkan berumur 0 bulan sampai 7 tahun, jenis kelamin perempuan dan laki-laki.
Setiap harinya, anak-anak yang dititipkan di tempat tersebut kurang lebih 50 anak yang terdiri dari 0 bulan sampai 2 tahun sebanyak 20 anak, 2 tahun sampai 3 tahun sebanyak 10 anak, dan 3 tahun sampai 7 tahun sebanyak 20 anak.
Sementara rasio pengasuh yakni 5 bayi diasuh 1 pengasuh, 8 anak usia sedang diasuh 1 pengasuh dan 10 anak usia besar diasuh 1 pengasuh.
Untuk biayanya, Rp 100 ribu per hari untuk 1 anak dan Rp 900 ribu per bulan untuk 1 anak.
"Terdakwa dalam mencari karyawan dengan cara mengiklankan melalui aplikasi OXL, tanpa adanya persyaratan mengenai pendidikan, pengalaman bekerja dalam hal pengasuhan anak dan batasan usia. Pun jika diterima dilakukan pelatihan oleh karyawan senior tanpa dilakukan pelatihan oleh pihak yang ahli atau kompeten dalam bidang pengasuhan dan perawatan anak," beber jaksa.
Selanjutnya, diungkap bahwa pada Kamis, 9 Mei 2019 sekitar pukul 07.00 Wita, saksi Andika Anggara mendatangi tempat tersebut untuk menitipkan kedua anaknya K dan ENA yang diterima oleh saksi Evi Juni Lastrianti Siregar.
Kemudian ENA yang berusia 3 bulan diserahkan ke Listiani.
Pukul 13.00 Wita, terdakwa Sudiani mendatangi tempat tersebut.
Namun hanya mengecek jalannya operasional kepada karyawan kepercayaannya saja tanpa mengecek satu per satu kondisi dan bayi yang dititipkan.
Karena menganggap tidak ada masalah, pukul 16.00 Wita terdakwa meninggalkan tempat tersebut.
Berselang beberapa jam kemudian, tepatnya pukul 15.00 Wita, terdakwa Listiani berusaha menenangkan korban anak ENA yang menangis.
Listiani melilit badan ENA dengan kain (membedong) dan memberi susu melalui botol dot.
"Bahwa kemudian Listiani menengkurapkan korban ENA di tangannya sambil ditepuk-tepuk punggulnya agar sendawa. Lalu Listiani menengkurapkan korban di kasur dengan posisi muka ke samping. Listiani kemudian meninggakan korban dengan kondisi pintu tertutup untuk mengurus bayi yang lain," terang Jaksa Kejari Denpasar ini.
Singkat cerita, pukul 17.50 Wita, Listiani baru menengok korban ENA itupun karena ada pemberitahuan bahwa korban akan dijemput oleh neneknya, saksi Wayan Sumiati.
Namun pada saat Listiani membuka lilitan kain bedongnya, korban sudah dalam keadaan lemas.
Dalam keadaan panik, Liastiani kemudian mengosok minyak ke kaki korban tapi tetap lemas dan tidak terbangun.
Atas perintah Sudiani, korban kemudian dilarikan ke RS Bros mengunakan sepeda motor.
Meski sempat mendapat perawatan medis, nyawa korban tidak dapat tertolong.
Dari hasil visum et repertum, pada korban ditemukan luka-luka memar akibat kekerasan benda tumpul, tanda-tanda mati lemas, perbendungan pada organ dalam, sembab otak dan paru-paru, dan cairan putih dalam saluran napas dan paru.
Selain itu, sebab kematian adalah terhalangnya jalan napas dan penyakit infeksi paru akut yang mengakibatkan korban sulit bernapas sehingga menimbulkan mati lemas.
"Bahwa Listiani tidak punya keahlian dalam perawatan dan pengasuhan bayi, Listiani hanya mengikuti arahan yang diajarkan oleh terdakwa Sudiani dan karyawan senior. Begitu juga dengan terdakwa yang tidak mempunyai latar belakang pendidikan dan pengasuahan anak," ungkap Jaksa Happy.
Lebih lanjut, masih dalam dakwaan untuk terdakwa Sudiani, bahwa TPA yang dikelolanya melanggar pelbagai ketentuan.
Mulai dari diisi oleh karyawan tidak profesional sebagaimana disyaratkan dalam peraturan menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI No.137/2014 tentang standar Nasional pendidikan anak usia dini,
hingga belum mendapat ijin dari Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga, Kota Denpasar.
Sementara untuk terdakwa Listiani, jaksa juga mendakwanya dengan dua pasal.
Yakni Pasal 76B jo Pasal 77B Undang-Undang RI No.35 tahun 2014 tentang perubahan atas UU RI No.23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Juga dakwaan kedua Pasal 359 KUHP.
Terhadap dakwaan jaksa, kedua terdakwa yang masing-masing didampingi tim penasihat hukumnya tidak mengajukan eksepsi atau keberatan.
Dengan tidak diajukannya keberatan oleh tim penasihat hukum kedua terdakwa, majelis hakim menunda sidang.
Sidang kembali dilanjutkan, Senin 5 Agustus 2019, mengagendakan pemeriksaan keterangan para saksi yang dihadirkan jaksa.(*)
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/bali/foto/bank/originals/ditemukan-luka-memar-pada-bayi-yang-tewas-di-tpa-princess-made-sudiani-dan-listiani-terdiam.jpg)