Permohonan Perlindungan Kasus Kekerasan Anak dan Perempuan Naik 300 Persen
permohonan pelindungan kepada LPSK khusus kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan pada tahun 2019 ini naik sejak tahun 2018
Penulis: Noviana Windri | Editor: Irma Budiarti
Permohonan Perlindungan Kasus Kekerasan Anak dan Perempuan Naik 300 Persen
Laporan Wartawan Tribun Bali, Noviana Windri Rahmwati
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Kasus dugaan penganiayaan bocah asal Karangasem, PSM (11), yang diduga dilakukan oleh ayah kandungnya mendapat perhatian khusus dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
Saat konferensi pers yang digelar oleh Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Provinsi Bali di Kantor Dinas Sosial Provinsi Bali, Jalan Cok Agung Tresna, Denpasar, Jumat (2/8/2019) kemarin.
Wakil Ketua LPSK, Maneger Nasution mengungkap fakta mengejutkan bahwa permohonan pelindungan kepada LPSK khusus kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan pada tahun 2019 ini naik sejak tahun 2018.

"Secara nasional selama 2018, permohonan pelindungan kepada LPSK khusus kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan sudah mengalami kenaikan secara kuantitas dan kualitas,"
Bahkan, permohonan perlindungan khusus kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan pada tahun 2019 mengalami kenaikan 300 persen.
"Jumlah permohonan yang masuk ke LPSK tahun ini mengalami kenaikan sekitar 300 persen. Ini sudah bisa kita sebut sebagai kondisi darurat anak dan perempuan. Karena sungguh sangat memprihatinkan," tegasnya.
• Sudikerta Sembahyang Kuningan Bareng WBP Lapas Kerobokan
• LPSK Tanggapi Kasus Dugaan Penganiayaan Anak oleh Ayah Kandung di Karangasem
Pihaknya menyebutkan kekerasan terhadap perempuan dan anak hampir merata di semua wilayah di Indonesia.
"Hampir semua merata. Tidak ada daerah di Indonesia yang kemudian kita sebut mengalami penurunan atau kenaikan," tambahnya.
LPSK menjelaskan, pelaku kekerasan terhadap anak dan perempuan paling banyak dilakukan oleh orang-orang terdekat yang dilatarbelakangi persoalan keluarga.
Tak hanya itu, LPSK juga menemukan fakta baru pemicu kekerasan terhadap anak dan perempuan adalah peran media sosial.
"Kita juga menemukan bahwa kemajuan teknologi ini juga pemicu. Oleh karena itu keaktifan menggunakan media sosial dan lain sebagainya harus diperhatikan," pungkasnya.
(*)