17 Tahun Autopsi Mayat Berbagai Kasus di Bali, Dokter Dudut Rustyadi Pernah Alami Hal Mistis?
17 Tahun Autopsi Mayat Berbagai Kasus di Bali, Dokter Dudut Rustyadi Pernah Alami Hal Mistis?
Penulis: M. Firdian Sani | Editor: Aloisius H Manggol
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Tahun 2019 merupakan tahun ke 17 bagi seorang dr. Dudut Rustyadi bergelut di dunia forensik.
Selama 17 tahun itu, dirinya bertugas di Bali.
Pada tahun 2010 Ia resmi diangkat menjadi Kepala Intstalasi Forensik RSUP Sanglah.
Kini ia menjalani periode yang ke dua.
Selama 17 tahun berlalu, ia mengaku belum pernah melihat hantu atau sesosok astral lainnya.
"Alhamdulilah saya gak pernah liat yang aneh-aneh, saya pernah autopsi jam satu sampai jam tiga malam, ya belom pernah sih liat begituan," ungkapnya saat dijumpai Tribun Bali, Selasa (27/8/2019).
Ia mengatakan tidak takut dalam mengautopsi orang yang sudah meninggal.
Justru yang ia takutkan adalah orang yang masih hidup karena menurutnya bisa melawan bahkan membunuh.
"Tidak takut, karena kan orang mati itu gak bakal lukai kita, beda dengan orang hidup, kamu tidur di rumah sendiri ada perampok. Bisa dibunuh sama dia," guraunya sambil tertawa.
Tahun 2002 adalah tahun pertama bagi seorang dr. Dudut Rustyadi berkarir di Instalasi Kedokteran RSUP Sanglah.
"Saya kesini tahun 2002 lalu tahun 2003 diangkat menjadi PNS, lalu 2004 saya pendidikan ke FKUI Jakarta mengambil spesialis forensik, dan 2007 saya selesai pendidikan, balik lagi ke Sanglah sebagai dokter spesialis forensik," jelasnya saat ditemui Tribun Bali di ruang kepala forensik RSUP Sanglah, Denpasar, Bali, Selasa (27/8/2019).
"Tahun 2010 saya menjabat sebagai kepala instalasi forensik sampai sekarang 2019. Sekarang masuk ke periode yang ke dua, kalau gak salah satu periode itu setiap 5 tahun," tambahnya.
Begini Suka Duka dr. Dudut Rustyadi di Kamar Jenazah RSUP Sanglah
dr. Dudut menceritakan suka dukanya saat berada di forensik RSUP Sanglah.
Ia mengatakan berada di forensik karena senang membantu dan pada waktu itu tidak banyak dokter yang berkecimpung di bidang forensik.
"Memang saya niatnya itukan untuk menolong ya dalam artian itu tidak banyak kan dokter yang berkecimpung di bidang forensik ini," katanya.
17 tahun telah berlalu ada beberapa hal menurutnya yang menjadi suka duka saat menjalani profesi ini.
"Sukanya saya adalah ketika memeriksa, mengautopsi. Nah dari sana memudahkan penyidik untuk mengungkap kasusnya, bahkan bisa membantu memprofil pelakunya. Itu tentu menjadi kepuasan tersendirilah ya, kita bisa memberikan haknya dia sebagai korban, supaya pelakunya bisa diusut sesuai peraturan," jelasnya.
Selain suka, ia juga mengalami duka.
"Dukanya itu ketika kita ketemu sama orang yang skeptis gitu. Dikatain wah ini dokter mayat, ngobok-ngobok mayat, padahal sesungguhnya yang namanya teknik autopsi itu tidak gampang, saya sekolah loh tiga tahun, ada tekniknya loh autopsi itu tergantung kasus yang ditangani. Itu semua ada ilmunya gak sembarangan. Saya sebel juga," ujarnya.
Bagaimana Cara Mengautopsi Mayat? Ini Penjelasan dr Dudut Rustyadi
Autopsi kerap dilakukan untuk mengetahui penyebab seseorang meninggal.
Sejak bertugas pada tahun 2002, dr. Dudut Rustyadi selaku Kepala Instalasi Kedokteran Forensik RSUP Sanglah telah mengautopsi ratusan mayat yang masuk ke KMJ RSUP Sanglah.
Ia mengatakan ada beberapa tahap yang dilakukan untuk mengautopsi mayat.
"Ada tiga tahap yang dilakukan, pertama melakukan Pemeriksaan Luar (PL) jenazah, nah di sini hanya mencatat saja. Namanya juga pemeriksaan luar artinya jenazahnya cuma diliat dan diperiksa secara utuh tanpa manipulasi atau merusak jaringan," kata dia saat ditemui oleh Tribun Bali di ruangannya, Selasa (27/8/2019).
Jika sudah melakukan pemeriksaan luar, maka yang selanjutnya adalah melakukan pemeriksaan dalam.
"Kalau sudah selesai baru kita lakukan pemeriksaan dalam, atau autopsi. Nah itu yang dibedah mulai dari kepala, leher, dada, perut, dan panggul," jelasnya.
"Nah dengan dibedah kita periksa, ada yang periksa di dalam ada yang harus dikeluarkan. Nah setelah itu kita jahit dan kembalikan lagi," tambahnya.
Kalau dengan pembedahan tadi belum bisa ditemukan penyebab kematiannya, maka perlu dilakukan pemeriksaan penunjang, misalnya uji laboratorium.
Pemeriksaan penunjang ini adalah tahap yang terakhir dalam proses autopsi.
"Jadi prosesnya itu kita ambil sampelnya sedikit, kita ambil darahnya sedikit, kita ambil kencingnya sedikit, kita ambil cairan empedunya untuk diperiksa, kita ambil organnya sedikit-sedikit semua kita ambil mulai dari otaknya, empedunya, lalu kita masukan ke labolatorium sehingga penyebab kematiannya terungkap," jelasnya.
"Jadi ada pemeriksaan luar, pemeriksaan dalam, pemeriksaan penunjang," tambanya.
Setiap kasus tentunya berbeda-beda dalam penanganan, tidak mesti dilakukan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan penunjang hanya dilakukan jika pada tahap pemeriksaan dalam mayat masih belum diketahui sebab matinya. Misalnya saja antara mayat pembunuhan karena luka bacok dengan mati kerena teracuni.
"Misalnya kasus pembacokan, misalnya di dadanya, kan sudah tahu kita bahwa itu luka tusuk di dada dan terkena jantung, selesai. Tapi kalau misalnya orang diracun, kalau orang diracun itu kita gak bisa lihat, atau dia sakit kan gak kelihatan sakit apa maka harus dilaboratorium," jelasnya.
Ia juga menjelaskan bagaimana kelengkapan dalam melakukan autopsi.
"Kita memeriksa dengan kelengkapan standar, namanya kita bersentuhan dengan cairan, jenazah itu kan harus menggunakan Alat Pelindung Diri (APD)," ujarnya
Ia mengatakan dalam proses pengautopsian harus menggunakan APD secara lengkap.
"Kita menggunakan APD lengkap mulai dari masker, tutup kepala, gaun, sarung tangan," imbuhnya.
Satu jenazah memerlukan beberapa tim medis, diantaranya terdiri dari satu dokter, ada asisten dokter, asistenya mulai dari teknisi yang membantu periksa, membantu mencatat, dan bantu mendokumentasikan.
"Minimal ada empat tenaga medis untuk mengautopsi satu mayat," kata dokter dua anak ini.
Terkait waktu yang dibutuhkan untuk mengautopsi, ia mengakatakan berbeda-beda, namun biasanya menggunakan waktu tiga jam. (*)