Ini Deretan Tari Sakral di Bali yang Dilarang untuk MURI & Tak Boleh Dipentaskan di Hotel
Tari Barong Ket dan sejumlah tari sakral lainnya kini dilarang untuk dipentaskan atau dipertontonkan di hotel-hotel atau tujuan komersial lainnya
Penulis: Wema Satya Dinata | Editor: Ady Sucipto
Namun sebelum terbitnya regulasi tersebut akan dilakukan sosialisasi oleh pihak terkait seperti Listibya, ISI Denpasar, PHDI, Majelis Desa Adat dan Dinas Kebudayaan.
Poin-poin SKB
Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Bali I Wayan "Kun" Adnyana mengatakan dalam SKB itu berisi sejumlah poin di antaranya melarang semua pihak mempertunjukkan/mempertontonkan/mempergelarkan/mementaskan segala jenis dan bentuk tari sakral Bali di luar tujuan sakral (upacara dan upakara Agama Hindu).
Kemudian prajuru desa adat, lembaga pemerintah/non-pemerintah, sekaa/sanggar/komunitas dan masyarakat Bali diharuskan melakukan langkah-langkah pencegahan, pengawasan, dan pembinaan dalam rangka penguatan dan pelindungan tari sakral Bali.
Bilamana terjadi pelanggaran terhadap diktum dalam keputusan bersama tersebut akan diambil tindakan sesuai ketentuan perundang-undangan.
Adapun sejumlah tari sakral Bali yang dilarang dipentaskan di luar tujuan sakral yakni Kelompok Tari Baris Upacara (seperti Baris Katekok Jago, Baris Presi, Baris Gede, Baris Omang, Baris Bajra, Baris Tamiang, Baris Tumbak, Baris Panah, Baris Goak, Baris Poleng, Baris Dadap, Baris Pendet, Baris Cina, Baris Memedi, Baris Jangkang dan sebagainya) dan Kelompok Tari Sanghyang (Sanghyang Dedari, Sangyang Deling, Sanghyang Bojog, Sanghyang Jaran, Sanghyang Lelipi, Sanghyang Celeng, Sanghyang Kuluk, Sanghyang Memedi, Sanghyang Lesung, Sanghyang Jaran Putih, Sanghyang Dongkang, Sanghyang Topeng Legong dan sebagainya).
Kemudian Kelompok Tari Rejang (Rejang Renteng, Rejang Bengkol, Rejang Oyodpadi, Rejang Dewa, Rejang Abuang, Rejang Sutri, Rejang Onying, Rejang Lilit, Rejang Sari, Rejang Lilit, Rejang Gelung, Rejang Serati dan sebagainya), Kelompok Tari Barong Upacara (Barong Brutuk, Barong Ket, Barong Bangkal, Barong Macan, Barong Kidang, Barong Asu, Barong Singa, Barong Gajah, Baring Landung, Barong Dawang-Dawang, dan Barong Kedingkling.
Berikutnya yang dimasukkan dalam tari sakral Bali yakni tari Pendet Upacara, tari Kincang-Kincung, tari Sraman, tari Abuang/Mabuang, tari Gayung, tari Janger Maborbor, tari Talek/Sandaran, tari Topeng Sidakarya, tari Sutri, tari Gandrung/Gandrangan Upacara, tari Gambuh Upacara, tari Wayang Wong Upacara, Wayang Kulit Sapuh Leger, Wayang Kulit Sudamala/Wayang Lemah, serta tari sakral lainnya yang menjadi bagian ritus, upacara, dan upakara yang dilangsungkan di berbagai pura dan wilayah desa adat.
Pendataan Tari Sakral
Sementara itu, Ketua Majelis Pertimbangan dan Pembinaan Kebudayaan (Listibya) Bali Prof Dr I Made Bandem mengatakan kalau tari sakral ditarikan di tempat yang profan maka akan kehilangan mutu seninya.
"Seni sakral yang terpenting itu bukan estetikanya, tetapi nilai religiusnya. Dari penelitian yang kami lakukan, masyarakat Bali juga menginginkan tari sakral tetap dipelihara dan dijaga," ucapnya.
Pendataan tari sakral telah disusun berdasarkan rumusan tahun 1971 dengan klasifikasi menjadi tari Wali (Sakral), Bebali (Upacara), dan Balih-Balihan (hiburan).
Berdasarkan pendataan Listibya tahun 1992, ada 6.512 kelompok seni di Bali yang 70 persennya mengusung tari sakral kelompok Wali dan Bebali, kemudian pada 2015, sedikitnya ada 10.049 kelompok atau sekaa seni di Bali yang tetap dominan dengan tari sakralnya.
"Dengan demikian, kita perlu memproteksi tari sakral karena menjadi sumber penciptaan dari tari Bali lainnya," ujarnya.
Apalagi, lanjut Prof Bandem, tari sakral Bali juga telah diinskripsi oleh UNESCO, sehingga harus diberikan pelindungan di tengah berbagai perubahan zaman.