Ini Deretan Tari Sakral di Bali yang Dilarang untuk MURI & Tak Boleh Dipentaskan di Hotel
Tari Barong Ket dan sejumlah tari sakral lainnya kini dilarang untuk dipentaskan atau dipertontonkan di hotel-hotel atau tujuan komersial lainnya
Penulis: Wema Satya Dinata | Editor: Ady Sucipto
Sakral itu menyangkut tempat pementasan, proses menarikan, maupun atribut yang digunakan.
Bendesa Agung Majelis Desa Adat (MDA) Bali, Ida Penglingsir Agung Putra Sukahet (Ratu Aji), sepakat tari sakral harus mulai ditertibkan pergelarannya.
Selanjutnya, SKB yang ditandatangani oleh lintas lembaga ini penting untuk dihormati bersama demi kepentingan seluruh masyarakat Bali.
Menurut Ratu Aji yang menjadi alasan wisatawan dari seluruh dunia datang ke Bali, tak lain karena taksu Bali.
Mengapa taksu bisa keluar? Pertama, karena upacara yang dilaksanakan secara benar, maka taksunya memvibrasi seluruh alam dan jagat Bali.
Kedua, karena doa-doa dan puja-puja sulinggih yang setiap hari nyurya sewana (melantunkan doa setiap pagi).
Ketiga, pinandita dan tokoh-tokoh agama suci yang selalu menjalankan Tri Kaya Parisudha (berpikir, berkata dan berbuat yang baik).
Dan keempat, dalam setiap upacara keagamaan di Bali selalu ada panca gita, kul-kul, bebalian dan ngewali yang merupakan tari-tarian sakral.
“Oleh karena itu semua harus kita jaga kesakralannya. Sulinggih kesakralannya dijaga, upacara kesakralannya dijaga, tari-tarian wali dan sakral dijaga. Inilah yang menjadi taksunya Bali,” tutur Ratu Aji usai penandatanganan SKB, kemarin.
Dikatakannya sudah banyak tarian kreasi yang diciptakan, yang bisa dipertontonkan, sehingga tidak harus mengambil tari sakral untuk dipertontonkan secara sembarangan, termasuk untuk memecahkan rekor MURI. (ant/wem)