Profesor Salim Said Ungkap Sosok DN Aidit yang Jarang Diketahui: Ternyata Fasih Membaca Al Quran
Kegemaran DN Aidit membaca kitab suci Al Quran ini diungkapkan oleh Profesor Salim Said dalam bukunya Gestapu 65: PKI, Aidit, Sukarno dan Soeharto.
TRIBUN-BALI.COM - Sejarah mengungkap, Dipa Nusantara (DN) Aidit adalah sosok ketua Partai Komunis Indonesia (PKI) yang ternyata suka dan fasih membaca kitab suci Al Quran.
Kegemaran DN Aidit membaca kitab suci Al Quran ini diungkapkan oleh Profesor Salim Said dalam bukunya Gestapu 65: PKI, Aidit, Sukarno dan Soeharto.
Lalu seperti apakah sosok DN Aidit di mata Profesor Salim Said?
Dilansir via Tribunnews wiki, Dipa Nusantara (DN) Aidit, Ketua Partai Komunis Indonesia (PKI), tokoh sentral yang dianggap paling bertanggung jawab dalam peristiwa berdarah Gerakan 30 September (G30S) ternyata suka membaca kitab suci Al Quran.
DN Aidit, yang ditembak mati seusai peristiwa G30S, bahkan beberapa kali menamatkan alias khatam dalam membaca Al Quran.
Fakta DN Aidit suka baca Al Quran, tokoh yang dianggap dalang dalam peristiwa G30S, ini diungkapkan oleh Profesor Salim Said dalam bukunya Gestapu 65: PKI, Aidit, Sukarno dan Soeharto.
Ada satu bab dalam buku itu yang khusus mengupas kebiasaan DN Aidit membaca Al Quran dan diberi judul Pembaca Al-Quran yang Fasih.
Bagi kalangan jurnalis, militer, pengamat militer, hingga akademisi, nama Prof Salim Said tidaklah asing.
Salim Said adalah jurnalis senior dan sudah menjadi jurnalis sejak era tahun 1960-an.
Selain itu, Salim Said juga menjadi saksi mata terhadap beberap peristiwa penting dalam sejarah Indonesia pasca-G30S.
Berdasarkan pengalaman mendampingi Kolonel Sarwo Edhie Wibowo dalam operasi pemberantasan sisa-sisa G30S, Salim Said menuangkannya dalam buku Gestapu 65: PKI, Aidit, Sukarno, dan Soeharto.

Salim Said ketika itu telah melek politik karena merupakan aktivis mahasiswa Universitas Indonesia (UI) di samping menyambi sebagai wartawan.
Menilik latar belakang penulisnya, buku ini bersifat semiautobiografi yang dituturkan dengan gaya tutur reportase naratif.
Dalam pengantarnya, Salim mengatakan bahwa buku itu diterbitkan bertepatan dengan peringatan 50 tahun Gestapu (Gerakan 30 September 1965) dan percobaan kaum komunis menguasai Indonesia.
Melalui buku itu, Salim juga ingin mengenang korban-korban yang tewas, terpenjara, atau terbuang akibat aksi kaum komunis.