Profesor Salim Said Ungkap Sosok DN Aidit yang Jarang Diketahui: Ternyata Fasih Membaca Al Quran

Kegemaran DN Aidit membaca kitab suci Al Quran ini diungkapkan oleh Profesor Salim Said dalam bukunya Gestapu 65: PKI, Aidit, Sukarno dan Soeharto.

Editor: Ady Sucipto
Kolase/Kompas.com/Sabrina Asril/Historia.id
Prof. Salim Said dalam kesaksiannya soal DN Aidit. 

Singkat kata, buku terebut dipersembahkan Salim kepada publik untuk memperingati kegagalan PKI.

“Mestinya kan mereka baca dulu. Atas dasar baca itu baru mereka bertindak. Bahwa ini ada kekeliruan karena mereka tidak baca,” kata Salim Said dikutip dari Historia.

Hingga kini, Salim Said menjadi guru besar ilmu politik Universitas Pertahanan yang menjadi tempat bagi para perwira TNI menimba ilmu akademiknya.

Dia juga tercatat sebagai penasihat politik Kapolri, pengajar di Sekolah Staf dan Komando TNI AD, AL, dan Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK).

Dalam arus publisitas, nama Salim Said kondang sebagai pengamat politik dan militer.

Berikuti kutipan lengkap Bab Pembaca Al-Quran yang Fasih dalam buku Salim Said, Gestapu 65: PKI, Aidit, Sukarno dan Soeharto:

Pembaca Al-Quran yang Fasih

Saya meninggalkan rumah dinas pemimpin tertinggi Komunis Indonesia dengan mengantongi satu rol kecil pita rekaman.  

Saya menduga rekaman itu dokumen politik penting.  

Ketika pita rekaman itu kami putar ternyata isinya pengajian Islam yang dimulai dengan pembacaan ayat-ayat suci Al- Quran.  

Di kemudian hari, saya baru mendapatkan informasi, pada masa kecil di kampungnya, DN Aidit bukan saja belajar mengaji Al Quran, bahkan beberapa kali menamatkan Al Quran.  

Pada masa kecilnya, DN Aidit konon juga dikenal di lingkungan dekatnya sebagai pembaca Al Quran yang fasih.  

Sekitar sebulan setelah meletusnya Gestapu (Gerakan September Tiga Puluh), sebagai reporter muda, pada awal November saya mendapat penugasan di Jawa Tengah.

Pada penugasan pertama di luar kota tersebut, saya harus meliput operasi RPKAD membersihkan Gestapu dalam tubuh Kodam Diponegoro.

Beratnya tugas Sarwo Edhie sebagai Komando Operasi akan mudah disadari kalau kita tahu bahwa dari tujuh Batalion Diponegoro yang waktu itu berada di Jawa Tengah, lima sudah dikuasai para perwira beraliran kiri.

Halaman
1234
Sumber: TribunnewsWiki
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved