Petani di Buleleng Keluhkan Peningkatan Nominal Pajak Bumi dan Bangunan

Petani di Kabupaten Buleleng dikabarkan mengeluhkan soal pajak tanah atau yang lebih dikenal Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).

Penulis: I Wayan Sui Suadnyana | Editor: Meika Pestaria Tumanggor
Tribun Bali/I Wayan Sui Suadnyana
Wakil Ketua DPRD Provinsi Bali I Nyoman Sugawa Korry saat ditemui di ruang kerjanya, Senin (28/10/2019) 

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Petani di Kabupaten Buleleng dikabarkan mengeluhkan soal pajak tanah atau yang lebih dikenal Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).

PBB itu dikeluhkan lantaran nominalnya semakin meningkat sehingga menjadikan beban petani menjadi semakin berat.

Keluhan ini disampaikan ketika Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Bali I Nyoman Sugawa Korry melaksanakan reses di daerah pemilihannya di kabupaten paling utara Bali itu.

Dijelaskan olehnya, PBB dikenakan berdasarkan Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) yang bisa saja harga jual suatu obyek pajak tidak sesuai dengan produktivitasnya.

"Ada satu petani yang dulunya bayar Rp 600 ribu sekarang Rp 2,4 Juta. Padahal NJOPnya itu tidak benar. Kenapa bisa Rp 2,4 karena tanahnya di-NJOP-kan Rp 20 Juta per are. Padahal kenyataannya adalah kalau dijual itu tidak lebih dari Rp 5 Juta," kata dia saat ditemui di ruang kerjanya, Senin (28/10/2019).

Angkat Penjualan di Bali dan Jawa Timur, Isuzu Gencarkan Program Business to Business (B2B)

Satlantas Polres Bangli Tilang 475 Pengendara, Terbanyak Pelanggar Tanpa SIM

Menurut politisi Partai Golongan Karya (Golkar) ini, nominal PBB yang semakin meningkat tentu dirasa semakin memberatkan.

Di sisi lain, Sugawa Korry juga menemukan banyaknya masyarakat yang justru tidak membayar PBB.

Selain karena nominalnya yang memberatkan, petani juga belum mengetahui secara detail cara untuk membayar PBB sehingga mereka enggan untuk membayarnya.

"Ini tetap kami sampaikan ke publik dan nanti akan kami perjuangkan di sidang-sidang di sini (DPRD Bali) juga," jelasnya.

Dirinya pun menilai, kedepan harus dicari langkah-langkah yang dapat meringankan beban masyarakat dalam membayar NJOP, terlebih di tingkat petani.

Dicontohkan olehnya, ada petani yang mempunyai tanah di pinggir jalan besar sehingga NJOP-nya menjadi tinggi yang akhirnya menyebabkan petani tersebut kesulitan untuk membayar.

Padahal, petani tersebut justru menggantungkan hidupnya dari lahan yang ia miliki tersebut.

Hendak Bersihkan Sampah di Kedalaman 15 Meter, Sarma Lemas di Dasar Sumur

BPBD Bangli Terima 16 Laporan Kebakaran, 106,95 Hektare Lahan Terbakar Sejak Oktober 2019

Pengenaan NJOP yang tinggi, menurutnya, justru sama artinya secara tidak langsung justru menyuruh petani untuk menjual lahannya.

Dirinya pun akan meminta pihak eksekutif agar mengambil berbagai langkah untuk mengatasi permasalahan ini.

"Menurut saya harus segera memberikan kebijakan-kebijakan yang membela para petani dalam keadaan kenyataannya," tegasnya. (*)

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved