Kerja di Luar Negeri Rawan Kekerasan, WCC Berdayakan Perempuan Bali Agar Mandiri

Selama ini diketahui di Bali banyak yang bekerja ke luar negeri hanya untuk citra yang baik.

Penulis: I Made Prasetia Aryawan | Editor: Widyartha Suryawan
Tribun Bali/Made Prasetia Aryawan
Suasana acara pameran di Gedung I Ketut Maria, Tabanan, Selasa (29/10/2019). 

TRIBUN-BALI.COM, TABANAN - Lembaga Bantuan Hukum Bali Woman Crisis Centre (WCC) menggelar pameran proyek pengembangan wirausaha sosial Eco-Dupa untuk Kesejahteraan dan Kemandirian Perempuan (Puspa Setara).

Acara digelar di Gedung Ketut Maria Tabanan, Selasa (29/10/2019).

Program ini merupakan strategi pencegahan terjadinya perdagangan orang di Bali.

Eco-Dupa dinilai bisa menggali potensi daerah dan menyediakan lapangan kerja termasuk bahan yang juga sudah ada di Bali.

“Puspa Setara ini memang untuk menjawab tiga program penting untuk pencegahan, penanganan kasus kekerasan perempuan dan anak di Indonesia,” ujar Penasehat dan Penanggung Jawab Program LBH Bali WCC, Ni Nengah Budawati, Selasa (29/10/2019).

Budawati menjelaskan, saat ini WCC sudah menyelesaikan tahap pertama yakni hentikan kekerasan terhadap perempuan dan anak.

Kerjanya adalah untuk pencegahan dan penanganan kasus.

Kemudian kedua dan ketiga tentang penghentian penjualan orang dan ketidakadilan akses ekonomi untuk perempuan.

“Sehingga kami memandang penting pemberdayaan ekonomi kreatif perempuan dengan program ini yang tentunya diawali dengan analisis sosial seperti potensi desanya, kemampuan dari warganya, dan menyesuaikan dengan bahan yang ada di sekitar wilayah tersebut,” ungkapnya.

Program ini dianggap bisa mencegah terjadinya tindak pidana perdagangan orang atau human trafficking di Bali.

Sebab, selama ini diketahui di Bali banyak yang bekerja ke luar negeri hanya untuk citra yang baik.

Padahal sejatinya, kerja ke luar negeri tersebut juga rentan terjadi kekerasan terhadap perempuan.

“Ini merupakan salah satu bentuk pencegahan juga. Jangan sampai membuat ekonomi kreatif dimana kemudian desa tersebut tidak bisa melanjutkannya. Mungkin dipengaruhi beberapa hal seperti oleh kemampuan warganya sendiri dan bahan yang sulit didapat,” paparnya.

Untuk di Tabanan, ia mencontohkan di Banjar Kekeran, Desa Penatahan, Kecamatan Penebel, sedang melakukan pengembangan pembuatan dupa ramah lingkungan.

Meskipun dulunya mereka menggunakan dupa celupan yang berbahan kimia, saat ini sedang dikembangkan dupa ramah lingkungan.

Contohnya adalah dari segi aroma tidak menggunakan bahan buatan.

Aroma dupa yang digunakan nantinya adalah hasil dari sulingan bunga itu seperti bunga jempiring, jepun, dan cendana.

“Saat ini konsepnya sedang DIrancang, semoga saja berhasil. Kita akan buat penyulingan nanti, jadi ketika menginginkan aroma bunga jempiring kita akan suling bunga jempiring tersebut begitu juga yang lainnya. Kemudian kita akan branding Kekeran, untuk kemudian menaman bibit bunga yang akan digunakan aroma ini, termasuk membuat mesin sulingan tersebut. itu harapa kita kedepan. Intinya menjawab tantangan three ends,” jelasnya.

Disinggung mengenai kasus kekerasan di Bali, Budawati menyampaikan untuk kekerasan terhadap perempuan di Bali sangat bervariatif dan lebih banyak terjadi dalam rumah tangga.

Kekerasan seksual juga angkanya sama dengan KDRT. Namun, hal yang paling berbahaya adalah kekerasan psikis, karena kekerasan psikis ini lebih berat dibandingkan kekerasan fisik.

“Kasus kekerasan ini seperti api dalam sekam, dan menyebabkan angka perceraian sangat tinggi di Bali dan penggugat didominasi oleh perempuan,” tandasnya. (*)

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved