Pelaba Pura Termuat Dalam Kuna Dresta dan Awig-awig, Jero Temu Angkat Bicara Soal Sertifikasi Tanah
Bendesa Adat Desa Songan, Jero Temu memberikan klarifikasi soal kedatangan warganya ke BPN perihal sertifikasi tanah
Penulis: Muhammad Fredey Mercury | Editor: Irma Budiarti
Pelaba Pura Termuat Dalam Kuna Dresta dan Awig-awig, Jero Temu Angkat Bicara Soal Sertifikasi Tanah
TRIBUN-BALI.COM, BANGLI - Bendesa Adat Desa Songan, Jero Temu memberikan klarifikasi soal kedatangan warganya ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) Bangli, Rabu (30/10/2019) kemarin.
Pihaknya menegaskan seluruh tanah yang disertifikatkan tersebut merupakan pelaba pura dan sudah melalui hasil paruman sebelumnya.
Jero Temu ketika dihubungi Kamis (31/10/2019) menjelaskan, sejatinya program ini bermula pada Juli 2017 silam.
Ini merupakan program Presiden Joko Widodo untuk mengidentifikasi tanah yang statusnya masih ragu-ragu.
Pihaknya pun menegaskan telah melakukan paruman desa sebelum menindaklanjuti program tersebut.
“Kami di prajuru Desa Pakraman Songan mengadakan paruman desa, sehingga ditetapkan bahwa tanah pelaba pura akan disertifikasi. Sehubungan dengan itu, kami juga punya data autentik terutama di Banjar Dalem,” ujarnya.
Jero Temu juga mengatakan punya bukti kepemilikan dari zaman dulu berupa surat petok D.
Di mana tanah yang merupakan pelaba desa di Banjar Dalem, luasnya mencapai 156 hektare.
• GrabFood Signature Resmi Diluncurkan, Tersedia di 600 Outlet F&B di Indonesia Termasuk Bali
• Pramusti Bali Bakal Ramaikan Festival Seni Bali Jani 2019, Ini Jadwalnya
“Jadi berangkat dari situlah kami berani (mensertifikatkan) pada tahun 2017, karena faktanya jelas. Ada pekarangan (berupa) setra pekingsan. Saat ini sudah keluar sertifikatnya. Kalau tidak salah 90 eksemplar,” sebutnya.
Program pendaftaran tanah sistematis lengkap (PTSL) ternyata dilanjutkan pada tahun 2019.
Pihaknya pun memutuskan untuk kembali mengajukan tanah pelaba pura untuk disetrifikatkan.
Tanah tersebut meliputi Pura Puseh dan Pura Desa, yang berada di wilayah Desa Pakraman Songan.
“Untuk Pura Puseh mewilayahi Banjar Ulundanu, Yeh Panes, dan sebagaian kecil Banjar Dalem. Sedangkan di Pura Desa mencakup Banjar Serongga, Banjar Yeh Panes, dan Banjar Pulu,” sebutnya.
“Tanah yang kali ini disertifikatkan datanya diambil dari warisan leluhur berupa kuna dresta, yang diakui oleh masyarakat di Desa Songan. Dan telah dituangkan dalam awig-awig kami pada palet lima pawos sebelas tentang peduwen desa adalah pelaba pura sebanyak 581 hektare. Itu ada di dalam awig-awig,” bebernya.
Atas dasar tersebut, Jero Temu menegaskan pihaknya bisa membuat suatu putusan desa untuk mengidentifikasi tanah-tanah yang ada, serta merupakan pelaba pura warisan leluhur.
• Koalisi Menuju Denpasar Satu, Agung Manik Danendra (AMD) Paparkan Visi dan Misi AMD
• Pentingnya Perencanaan Pembangunan, PND Pemkot Denpasar Dapat Pelatihan Perencanaan
Tujuannya agar jelas siapa penggarap tanah maupun luas tanahnya.
“Jadi ini terbalik. Ngapain kami minta kuasa dari mereka (masyarakat), memangnya (tanah) ini milik mereka? Ini kan jelas duwe pelaba pura. Versi masyarakat mungkin demikian, tapi secara fakta riil di lapangan ini adalah milik pura. Dan secara fakta rill di lapangan, yang jelas ada penguasaan dari mereka. Sebagai hak pakai, hak penggarap, atau lainnya, inilah yang masih ragu-ragu dan inilah yang mau kami jelaskan statusnya sebagai apa? Apakah dikuasai, digarap, dan sebagainya. Sebenarnya ini prinsip permasalahannya,” ujar Jero Temu.
Pihaknya juga menegaskan ihwal sertifikasi tanah ini sudah ada putusan desa.
Seandainya merasa keberatan, pihaknya mempersilakan masyarakat untuk membuat surat pernyataan apa dasar keberatannya.
“Kami sudah kembali melakukan sosialisasi ke masyarakat sekitar Juli 2019 lalu,” tegasnya.
Jero Temu juga mengaku terbuka bagi siapapun masyarakat yang ingin meminta klarifikasi ihwal persoalan tersebut.
Ruang dan waktu pun juga telah disediakan, dua kali dalam sebulan yakni pada Sabtu Kliwon dan Rabu Kliwon.
• Koster Tetapkan UMP Bali Rp 2.494.000, Besaran UMK Harus Lebih Besar dari UMP
• Penyandang Disabilitas Punya Hak Yang Sama
Kendati demikian, ia mengaku belum ada masyarakat yang menyampaikan untuk berkomunikasi.
“Harapan kami, seumpama ada tokoh masyarakat yang ingin mengklarifikasi mari duduk bersama. Apakah nanti redaksi di sertifikatnya seperti apa biar sama-sama memperkuatkan hukum di kedua belah pihak. Kami dari prajuru sangat terbuka bagi masyarakat dan kami juga tidak kaku. Apapun maunya masyarakat, tidak setuju dengan pensertifikatan itupun boleh saja. Tetapi tolong siapapun krama di Songan yang tidak setuju, besok atau kapanpun buat surat pernyataan siapa yang keberatan, dan atas dasar apa keberatannya,” ujar dia.
Pihaknya kembali menegaskan apa yang dilakukan oleh prajuru bukanlah tindakan yang asal-asalan.
Tindakan tersebut atas dasar putusan parum desa pada Juli 2017.
Hanya saja, karena keterbatasan tempat paruman tidak bisa mengundang seluruh krama.
“Kalau kami mengadakan paruman desa itu ada aturannya. Tidak semua warga harus diundang, namun berupa perwakilan. Di sana ada kami undang bapak perbekel Desa Songan A dan Songan B, seluruh prajuru, serta klian banjar adat yang mewilayahi tanah pelaba pura. Kalau seluruh karama diundang tidak bisa, karena total warga kami mencapai 3.700 krama,” tandasnya.
(*)