Risiko Lebih Besar, BPJamsostek Gencarkan Gaet Pekerja Informal
Kacab BPJS Ketenagakerjaan Cabang Bali Denpasar, mengatakan masih banyak pekerja informal di Bali yang belum memiliki jaminan sosial ketenagakerjaan.
Penulis: AA Seri Kusniarti | Editor: Ida Ayu Suryantini Putri
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR – BPJamsostek Cabang Bali Denpasar, terus mengedukasi dan sosialisasi ihwal jaminan sosial ketenagakerjaan di Bali.
Khususnya kepada pekerja informal atau bukan penerima upah (BPU).
Mohamad Irfan, Kacab BPJS Ketenagakerjaan Cabang Bali Denpasar, mengatakan masih banyak pekerja informal di Bali yang belum memiliki jaminan sosial ketenagakerjaan.
Berdasarkan datanya, target akusisi tenaga kerja BPU atau informal mencapai 27.258 pekerja.
Namun realisasi sampai 14 November 2019, baru sekitar 23.703 pekerja atau 86,96 persen.
“Setiap tahun kami punya cita-cita coverage share-nya 100 persen,memang informal atau BPU yang banyak belum,” katanya kepada Tribun Bali, Senin (18/11/2019).
Ia mengatakan, untuk pekerja formal coverage-nya lebih besar dibandingkan pekerja informal.
• Pemkab Klungkung Serahkan Lima Pasar Desa
• Sudah Ada 111 Permohonan Surat, Eraterang Permudah Masyarakat Urus Surat Keterangan di PN Gianyar
• Belanja Ratusan Juta Pakai Kartu Kredit Orang Lain, Bule Mauritania Ditangkap Polisi
Selama ini, kata dia, Perisai banyak membantu mengedukasi pekerja informal tentang pentingnya jaminan sosial ketenagakerjaan.
“Tapi memang harus dibangun kanal-kanal perluasan kepesertaan. Termasuk dengan Perisai, komunitas, dan sebagainya. Tidak hanya stakeholder dan pemerintah saja,” sebutnya.
Ia berharap ke depan pekerja informal akan semakin banyak. Apalagi memang risiko kerja bagi pekerja informal lebih besar, dibandingkan dengan pekerja formal.
Selain gaji atau penghasilan tidak tetap. Resiko kecelakaan kerja juga cukup tinggi bagi pekerja informal.
Ia mencontohkan, seperti pedagang pasar, petani, tukang ojek, dan sebagainya. Ia mengatakan, untuk pekerja informal tidak perlu memaksakan diri ikut 4 program jika tidak mampu.
“Informal cukup bayar Rp 16.800 setiap bulan, maka dia sudah ter-cover dengan manfaat dari jaminan kecelakaan kerja (JKK) dan jaminan kematian (JK),” sebutnya.
Sehingga dengan risiko kerja yang tinggi, dan biaya ikut BPJamsostek dengan biaya murah membuat pekerja tetap aman. Sehingga saat terjadi kasus, pekerja informal tak sampai kesulitan bahkan jatuh miskin.
“Misalkan saja, tukang ojek mengalami kecelakaan dan dirawat di rumah sakit. Tentu tidak bekerja dan tidak ada penghasilan,” jelasnya.
Sementara dengan menjadi peserta BPJamsostek, tukang ojek akan terlindungi.
“Dari mulai dirawat, bahkan penghasilan mereka kami ganti sekitar sejuta setiap bulan,” sebutnya.
Untuk itu, BPJamsostek terus mendorong agar pekerja informal menjadi peserta BPJamsostek.
Ia mengatakan target tenaga kerja BPU, atau informal saat ini sebesar 30.729. Sementara realisasinya mencapai 12.488 atau masih 40,64 persen.
Hal ini masih jauh dibandingkan dengan realisasi tenaga kerja penerima upah (PU), atau formal yang aktif mencapai 259.228. Dari target PU aktif 291,142 atau sekitar 89,04 persen.
• Ngaku Pungut Kartu Kredit di Jalanan, Roughaya Belanja Sampai Ratusan Juta, Ternyata Begini Akhirnya
• Pelatihan Jaringan Teroris Bom Bunuh Diri di Medan Seperti Zaman Batu, Diduga Simpatisan ISIS
Target akusisi tenaga kerja formal mencapai 100.412, dan realisasinya mencapai 86.659 pekerja atau 86,30 persen.
Sementara untuk akusisi badan usaha targetnya mencapai 2.210, dengan realisasi 1.430 sampai November 2019. (ask)
Tunggakan Iuran
Mohamad Irfan, Kacab BPJS Ketenagakerjaan Cabang Bali Denpasar, mengatakan selain masalah kepesertaan pekerja informal yang masih belum maksimal.
Masalah penyelesaian tunggakan iuran perusahaan juga menjadi konsennya setelah memimpin belum lama ini.
Sejauh ini kerjasa manya dengan KPKNL Singaraja dan KPKNL Denpasar berjalan dengan baik untuk penagihan tunggakan iuran ini.
“Jadi KPKNL Denpasar itu, meliputi wilayah Denpasar, Badung, Gianyar. Nah ternyata setelah diskusi kemarin antara BPJamsostek baik induk maupun KCP, memang kami sudah banyak dibantu oleh tim KPKNL,” jelasnya.
Khususnya di wilayah Denpasar dan Singaraja, terkait menagihkan tunggakan ke perusahaan dan memulihkan hak karyawan.
Berdasarkan datanya, dengan bantuan KPKNL Denpasar ada sekitar Rp 2,9 miliar tunggakan yang berhasil ditagihkan.
Dari nominal potensi sebesar Rp 8,2 miliar. Sementara itu, KPKNL Singaraja mampu menagihkan Rp 362 juta tunggakan iuran, dari nominal potensi sebesar Rp 844 juta.
Baginya, hal ini bukan soal angka atau iurannya. Namun kepada hak pekerja yang kembali pulih.
Kemudian untuk data perusahaan piutang di kantor cabang dan KCP Bali Denpasar, hingga 6 November 2019 totalnya mencapai 680 perusahaan diragukan dan 858 perusahaan macet.
• PD Parkir dan PD Pasar Kota Denpasar Segera Ganti Nama, Pemkot Serahkan Dua Ranperda ke Dewan
• Leo Yakin Bali United Bisa Dulang 12 Poin di Laga Sisa: Asal Semua Kompak dan Berjuang!
• Tanpa Para Pemain Penting Ini, Bali United Akan Hadapi PSM Makassar di Pekan 28 Liga 1 2019
“Memang perusahaan piutang paling besar ada di Denpasar, dibanding 4 wilayah lainnya di KCP Bali Denpasar,”katanya.
Jumlah perusahaan piutang di Denpasar mencapai 301 untuk perusahaan diragukan dan 477 untuk perusahaan macet. Urutan kedua diduduki perusahaan
piutang di wilayah Buleleng, mencapai 221 perusahaan diragukan dan 173 perusahaan macet. Pantauannya, alasan perusahaan menunggak iuran ini beragam.
“Ada karena memang tidak patuh atau ada kemampuan tapi tidak bayar. Kemudian ada yang memang tidak mampu lagi secara finansial, dan ada yang memang tidak beroperasional lagi,” jelasnya.
Terhadap perusahan yang bubar, dilakukan penutupan. Jenis perusahaannya pun, kata dia, variatif mulai dari perhotelan, perdagangan dan lainnya. (*)