Sidak TPA Suwung
Sidak TPA Suwung, Forum Komunikasi Peduli Lingkungan Bali Angkat Bicara
FKPL sendiri sempat mengkritisi sengkarut permasalahan pengelolaan sampah di Bali
Bagi FKPL, ini menjadi bukti bahwa masih ada ketidaksepahaman antara Pemprov dengan Pemda, khususnya Badung, bahwa pengelolaan sampah bukan hanya soal TPA.
''Selama ini yang dipikir cuman solusi jangka pendek saja. Mengadakan TPA lagi. Kan gak selesai-selesai,'' katanya.
Jalam terbaik memang dalam pengelolaan sampah ini harus berjalan secara kompleks dan melibatkan masyarakat secara bertahap untuk melakukan pemilahan sampah hingga di tingkt rumah tangga, minimal tingkat desa.
''Pemilahan sampah dari sumbernya, di tingkat rumah tangga ini juga sejalan dengan Pergub baru No 47/2019,'' imbuhnya.
Lebih lanjut, FKPL sendiri berencana melakukan Forum Group Discussion (FGD) mellibatkan pemerintah dan kepala desa ae Bali pada Desember-Januari mendatang.
''Kita samakan persepsi soal sampah. Kita undang bendesa adat nanti akan dibuatkan skema pengolahan sampah yang optimal, semacam guideline. Membudayakan pemilahan sampah di sumbernya langsung,'' terangnya.
''Jadi gak tergantung menganalkan TPA saja,'' tegasnya.
FKPL sendiri mengajak masyarakat untuk mulai mengurangi dan bahkan sama sekali tidak memakai bahan yang sekali pakai, seperti gelas plastik, kertas, plastik singkong atau bioplastik.
Bahan-bahan ini, kata dia diharapkan diganti dengan yang bisa digunakan berkali-kali.
Walaupun misalnya tetap menggunakan yang sekali pakai, masyarakat diharapkan menggunakan bahan organik yang sesungguhnya seperti daun, bambu.
Dirinci olehnya, selama ini timbulan sampah di Bali sangat besar, bisa mencapai antara 5.000 hingga 10.000 ton per hari.
Dari jumlah tersebut, 60 sampai 70 persen adalah sampah organik, 20 hingga 30 persen yang non-organik yang layak daur ulang serta 10 persen sisanya adalah residu.
Sampah organik yang sebesar 60 hingga 70 persen ini, diharapkan bisa selesai di level rumah tangga atau paling buruk di tingkat desa.
Kemudian untuk sampah nonorganik yang sebesar 20 sampai 30 persen yang layak didaur ulang diharapkan bisa diproses melalui bank sampah, tempat pengolahan sampah terpadu (TPST) atau pengepul sampah.
"Jadi hanya 10 persen yang boleh diangkut ke TPA oleh pemerintah ataupun swasta. Jadi hanya residu itu utamanya. Dengan begitu TPA enggak akan terbebani,'' jelasnya.
Jika nantinya 10 persen sampah atau sekitar 500 sampai 1.000 ton per hari, diyakini TPA sudah cukup kuat untuk menampung sampah tersebut.