BPJS Akui Telah Bekerjasama dengan 62 RS, 3 Kabupaten di Bali Masih Kekurangan Dokter
BPJS Kesehatan dihadirkan dalam rapat kerja terkait dengan pelaksanaan program kerja serta pemberian pelayanan kesehatan di Provinsi Bali
Penulis: Wema Satya Dinata | Editor: Ida Ayu Suryantini Putri
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR-BPJS Kesehatan dihadirkan dalam rapat kerja terkait dengan pelaksanaan program kerja serta pemberian pelayanan kesehatan di Provinsi Bali, yang diselenggarakan oleh DPRD Bali, di Ruang Rapat Banmus Kantor DPRD Bali, Kamis (28/11/2019).
Deputi Direksi Wilayah Bali, NTT dan NTB, I Made Puja Yasa menerangkan BPJS Kesehatan telah membuka 3 Kantor Cabang (KC) di Bali, antara lain KC Denpasar, KC Singaraja dan KC Klungkung.
Sementara untuk di Provinsi Bali, pembayaran premi BPJS Kesehatan yang paling banyak adalah dibiayai oleh Pemerintah daerah.
Iuran yang dibiayai PBI (Penerima Bantuan Iuran) daerah melalui APBD proporsinya 34 persen, PBI dari APBN 22 persen, Pekerja Penerima Upah (PPU) 27 persen, peserta mandiri 13 persen dan peserta bukan pekerja 2,8 persen.
• Jalani Sidang Tipiring, Nurhayati Yang Buang Limbah Sablon ke Tukad Badung Didenda Rp 2 Juta
• Kisah Jembatan Kembar, Jro Mangku Ini Cegah 2 Orang Lakukan Aksi Nekad Setelah Dapat Pawisik Ini
• Barbie Kumalasari Blak-blakan Soal Isu Utang Rp 3 Miliar Demi Pamer Saldo, Benarkah Transferan?
Menurut Puja Yasa, yang perlu diperhatikan adalah terkait dengan fasilitas kesehatan (Faskes).
Faskes yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan, yaitu Faskes tingkat pertama, terdiri dari dokter keluarga, klinik pratama, puskesmas dan RS Pratama.
“Jumlah fasilitas kesehatan (di Bali) tingkat pertama yang sudah bekerja sama dengan BPJS adalah 655 faskes,” kata Puja Yasa.
Sementara itu, RS yang bekerja sama dengan BPJS jumlahnya 62 RS, dan 60 persen merupakan RS swasta.
“Jadi hampir semua RS di Bali ini sudah bekerja sama dengan BPJS Kesehatan,” imbuhnya.
• Tenis Meja PRG Cup I, Atlet Legendaris Nasional Akui Kehebatan Atlet Cilik Bali
• 7 Fitur Rahasia Pesawat yang Tak Terlihat oleh Penumpang, Diantaranya Klakson
• Curiga Bau Menyengat, Pegawai Temukan WN Swedia Ini Tewas Membusuk di Kamar Penginapannya di Kuta
Sedangkan kalau dilihat dari kecukupan rasio jumlah dokter, idealnya 1 dokter berbanding 5.000 peserta.
Dikatakannya, keberadaan dokter di Bali sudah berada pada posisi 1 berbanding 3.228.
Meskipun secara kuantitas sudah mencukupi, tetapi dari jumlah distribusinya belum merata, seperti 3 kabupaten yang belum mencukupi.
“Masih ada daerah di Bangli, Karangasem dan Singaraja yang masih kekurangan dokter,” ungkapnya.
Selanjutnya rasio ketersediaan tempat tidur dengan peserta yang ideal adalah 1 tempat tidur berbanding 1.000 peserta. Namun rasio jumlah ketersediaan di Bali saat ini adalah 1 berbanding 1.300.
• Respons Jalan Rusak di Berangbang, Wabup Jembrana Minta Tuntaskan Tahun Depan
• Bangli, Negara dan Tabanan Diprediksi Hujan Ringan Hari Ini, Suhu Denpasar Tembus 34 Derajat Celcius
• 3 Alasan Shafa Harris Tak Setujui Hubungan Ibunya dengan Vicky Prasteyo, Ungkap Firasat Tak Baik Ini
Sambungnya, ada beberapa daerah yang masih kekurangan tempat tidur.
Contohnya Denpasar masih kekurangan tempat tidur untuk kelas II, Kabupaten Gianyar dan Karangasem kelas II dan kelas III, serta Klungkung kelas III. Sedangkan Buleleng hampir di semua kelas.
Sementara, jumlah biaya layanan yang telah dikeluarkan BPJS Kesehatan Provinsi Bali sampai bulan Oktober 2019 adalah Rp 2,3 triliun. Sedangkan premi yang diterima hanya Rp 1,2 triliun.
“Jadi lebih besar biaya yang kita keluarkan dibandingkan dengan premi yang kita dapat. Kalau di-ratioclaim-kan 185 persen,” tandasnya.
Di sisi lain, pihaknya berterima kasih kepada pemerintah daerah se-Bali yang telah membayar iuran PBI BPJS sudah tepat waktu.
• Bupati Badung Giri Prasta Komit Pembangunan Terowongan, JUT dan JITUT Tuntas 2021
• Musim Depan Kontestan Liga I Makin NKRI, Bos Bali United Pilih Opsi Via Malaysia Jika Away ke Aceh
Saat ini, kata dia, jumlah kepesertaan BPJS Kesehatan secara nasional 222 juta atau 83 persen dari jumlah penduduk di Indonesia.
Iuran terbanyak dibayar melalui PBI APBN yang dibiayai pemerintah pusat.
Pada kesempatan itu, Puja Yasa menjelaskan alasan pemerintah menaikkan iuran BPJS, yakni BPJS Kesehatan mengalami defisit keuangan yang cukup besar.
Penyebab utama terjadinya defisit karena antara premi yang didapat dengan biaya yang dikeluarkan tidak sebanding.
Kalau dilihat secara nasional, premi rata-rata per jiwa tahun 2019 Rp 36 ribu, sedangkan cost rata-rata per jiwa Rp 50 ribu. Sehingga setiap penambahan satu peserta terjadi defisit Rp 14 ribu.
Penyebab selanjutnya adalah perubahan pola penyakit.
• Ambisi PSSI Terapkan Video Assistant Referee di Liga 1, Begini Kata Sekjen Ratu Tisha
• Musim Depan Kontestan Liga I Makin NKRI, Bos Bali United Pilih Opsi Via Malaysia Jika Away ke Aceh
Dulu lebih banyak ke penyakit infeksi, tetapi sekarang lebih banyak ke penyakit regeneratif.
“20 persen dari premi yang diterima itu untuk biaya pengobatan stroke. Juga penyakit jantung per tahun bisa menghabiskan Rp 10 triliun,” ungkapnya.
Manakala terjadi defisit, terdapat tiga opsi yang bisa dilakukan pemerintah yaitu, Pertama, menyesuaikan iurannya. Kedua, menyesuaikan manfaatnya. Dan Ketiga adalah subsidi dari pemerintah.
“Sehingga kemudian pilihan penyesuaian ini menjadi sesuatu yang paling memungkinkan,” jelasnya. (*)