Mungkinkah Bangun Apartemen dan Rusun Secara Massal di Bali? Pemprov Masih Mengkaji

Mengenai Bangunan vertikal ini masih dilakukan sosialisasi karena masih ada pro dan kontra

Penulis: Wema Satya Dinata | Editor: Huda Miftachul Huda
Tribun Bali/I Wayan Erwin Widyaswara
Rusunawa di Penatih, Denpasar, Sabtu (10/8/2019) tampak lengang. Rusunawa ini sepi peminat meski tarif per bulannya murah. 

Dalam Ranperda juga dimasukkan terkait bangunan tradisional Bali, termasuk permukiman tradisional dan non tradisional.

“Karena Bali adalah daerah pariwisata budaya. Itu yang penting di sana. Ranperda ini diharapkan bisa dijadikan Pilot project dan acuan dari Pemerintah daerah lain dalam menyusun RP3KP,” ujarnya.

Menurutnya, Bali sebagai daerah tujuan wisata tetap mempertahankan budayanya.

Sebenarnya Perda tentang RP3KP sama di seluruh Indonesia, tetapi Bali dinilai memiliki kearifan lokal yang harus ditonjolkan.

Kawasan permukiman yang perlu dipertahankan di Bali contohnya di Desa Tenganan, Kecamatan Manggis, Karangasem.

Di sana merupakan Kawasan permukiman tradisional Bali.

Pihaknya berharap bagaimana agar bangunan-bangunan di sana tidak berubah.

“Kalau berubah apa lagi yang bisa dilihat di sana,” ucapnya.

Selain itu, bangunan tradisonal Bali yang dinamakan sikut satak di beberapa tempat juga harus dipertahankan karena itu merupakan daya tarik pariwisata.

Agar tidak ada lagi permukiman kumuh di Bali, maka Pemprov Bali dirasa perlu mengatur dan bekerjasama dengan Kabupaten/Kota karena pengendaliannya ada di Kabupaten/Kota, termasuk juga pengendalian kawasan jalur hijau.

“Kita tetap berkoordinasi dengan Kabupaten/Kota untuk meminimize pelanggaran-pelanggaran tersebut,” sebutnya.

Terkait usulan hunian vertikal akibat kendala lahan, pihaknya masih mengkaji karena usulan ini masih menjadi pro dan kontra. (*)

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved