Hari Raya Natal

Kilas Balik Cerita Gereja Tertua di Bali, Ada Aksara Bali Bertinta Emas yang Dipahat Seniman Hindu

Dalam gereja ini terdapat huruf bahasa Bali berbunyi, ene anggan manira, ene rah manira, yang artinya ini tubuh ku, ini darah ku.

Editor: Huda Miftachul Huda
TRIBUN BALI/RIZAL FANANY
Suasana Perayaan Natal di Gereja Paroki TriTunggal Mahakudus Tuka, Dalung, Badung, Selasa (24/12/2019). 

TRIBUN-BALI, BADUNG- 12 Juli 1936 adalah tahun awal gereja ini dibangun di Bali. Gereja ini menjadi yang tertua di Pulau Dewata.

Banjar Tuka, Dalung, Badung, Bali menjadi daerah yang dipilih untuk membangun gereja yang kini bernama Paroki Tritunggal Mahakudus.

Tribun Bali menjelang Natal empat tahun lalu melakukan wawancara panjang dengan pengurus gereja khususnya soal sejarah gereja, akulturasi budaya Bali hingga beberapa ornamen bahkan aksara Bali yang terdapat di banyak tempat di gereja ini.

Pengurus gereja juga menceritakan bagaimana awal mula gereja ini hanya berlantai tanah, bahkan sempat pindah lokasi.

Melihat Prosesi Misa di Gereja Tertua di Bali, Semua Kenakan Pakaian Adat, Ada Gebogan Hingga Penjor

Remisi Natal di Lapas Kerobokan, Enam Napi Langsung Bebas

Banyaknya jemaat yang berinbadah di gereja ini membuat pengurus gereja harus mengembalikan lagi gereja ke lokasi awal. 

Berikut rangkuman ceritanya:

Sebuah bangunan beratap merah menyerupai wantilan (balai banjar) berdiri sangat mencolok di antara bangunan lainnya.

Kori (pintu masuk) maupun arsitektur bangunan memakai style Bali. Nuansa Bali sangat kental.

NAMA gereja ini adalah Paroki Tritunggal Mahakudus.

Gereja yang dibangun pada 12 Juli 1936 ini adalah gereja Katolik pertama di Bali.

Selain mengadopsi arsitektur Bali, ada sebuah relief unik berada di atas altar dari gereja yang bangunannya menyerupai wantilan tersebut.

Relief tersebut menceritakan kisah perjamuan terakhir Yesus yang diukir pada batu padas dengan bentuk khas Bali berada di atas altarnya oleh I Gusti Ketut Sandya dari Banjar Balun, Denpasar.

“Dalam relief tersebut dilambangkan Tuhan Yesus sebagai Maha Guru, bersama 12 Rasul atau murid-muridnya melaksanakan perjamuan terakhir, semua muridnya menoleh kepada Yesus, tapi ada seorang muridnya yang menoleh ke arah berlawanan yang dilambangkan sebagai Yudas Iskaroit,” kata I Gusti Ngurah Bagus Kumara yang merupakan tokoh Gereja Tritunggal Mahakudus kepada Tribun Bali, Kamis (25/12/2014).

Kisah perjamuan terakhir menceritakan sebelum disalib, Yesus bersama murid-muridnya melaksanakan makam malam terakhir.

Dalam perjamuan tersebut Yesus sempat membasuh kaki ke 12 rasulnya.

Dalam relief di Gereja Tuka, menurut Bagus Kumara, kisah perjamuan terakhir itu dari sosok Yudas Iskarot yang menoleh ke arah berlawan dengan rasul lainnya menunjukkan dirinya adalah sosok seorang penjudi yang menjual Yesus dengan harga 25 keping uang perak.

Dalam relief di Tritunggal Mahakudus Tuka digambarkan Yesus dengan menggunakan udeng berada di tengah dengan sebuah dulang di depannya berisi makanan, serta 12 muridnya berada di sekitarnya, enam di kanan dan enam di kiri.

Dalam ukiran dari batu padas itu juga ada tambahan ukiran seperti gebogan yang memperlihatkan kemeriahan perjamuan terakhir itu.

“Makanya dalam relief tersebut Yudas Iskarot membawa kisa atau tempat menaruh ayam yang mencirikan sebagai penjudi. Ukiran itu dikerjakan oleh pemahat yang beragama Hindu, I Gusti Ketut Sandya dari Banjar Balun, Denpasar,” paparnya.

Tinta Emas Lafal Bali

Di bawah relief perjamuan terakhir itu juga terdapat dua baris aksara Bali yang dipahat serta tertulis dengan tinta emas.

Halaman
12
Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved