Hari Raya Natal
Kilas Balik Cerita Gereja Tertua di Bali, Ada Aksara Bali Bertinta Emas yang Dipahat Seniman Hindu
Dalam gereja ini terdapat huruf bahasa Bali berbunyi, ene anggan manira, ene rah manira, yang artinya ini tubuh ku, ini darah ku.
Bagus Kumara mengatakan, jika huruf yang juga berbahasa Bali tersebut berbunyi, ene anggan manira, ene rah manira, yang artinya ini tubuh ku, ini darah ku.
“Dalam konsep Katolik kami meyakini hal tersebut sama dengan konsep pelaksanaan korban atau caru dalam agama Hindu,” paparnya.
Terkait dengan keberadaan gereja tersebut awalnya memang tidak berada di lokasi yang sekarang.
Gereja tersebut sempat pindah sebanyak tiga kali.
Awalnya berada di sebelah barat gereja yang sekarang dan diresmikan oleh Pastor Mgr Abraham dari Michigan City, Amerika yang sempat singgah ke Bali dalam perjalanan pulang dari Filipina pada 14 Februari 1937.
“Waktu itu gereja hanya berukuran 10x7,5 meter dan berlantaikan tanah. Saat itu pembangunan gereja dipimpin seorang tukang yang terkenal dari Banjar Pendem, Gaji, yakni I Gusti Made Sengkoeng yang beragama Hindu yang tidak lain adalah kakek saya,” ujar Bagus Kumara.
Setelah itu, gereja yang memiliki seperangkat gambelan gong itu pada tahun 1964 sempat berpindah tempat ke wilayah selatan Banjar Tuka karena jemaat sudah semakin banyak.
Tahun 1984 gereja tersebut dikembalikan ke wilayah yang semula tapi mengambil posisi di sebelah timurnya dengan swadaya dari umat.
Tak hanya arsitektur bernuansa Bali, para jemaat juga mewarisi tradisi misa Natal dengan mengenakan pakaian adat Bali, layaknya umat Hindu dan terus berjalan hingga kini. (*)