Liputan Khusus
Bali di Ambang Krisis Air Bersih, Eksploitasi Air Tanah Sudah Melampaui 70 Persen
Intensitas pengambilan air tanah (biasa disebut Air Bawah Tanah/ABT) meningkat tajam dalam dua dekade terakhir di Bali.
Penulis: Sunarko | Editor: Ady Sucipto
Selain itu, berkurangnya kawasan hutan sebagai kawasan imbuhan mengurangi pula infiltrasi air hujan. Padahal air hujan itu merupakan bahan baku dari air tanah,” terang Ariantana.
Untuk mempertahankan keseimbangan siklus hidrologi, Ariantana meminta agar pengambilan air tanah di Bali dikendalikan.
Caranya, dengan mengurangi pengambilan air tanah, memaksimalkan pengambilan atau pemanfaatan air permukaan, serta melakukan konservasi sumber daya air (SDA).
“Begitu simple dan mudah disebutkan, tetapi sangat sulit dilaksanakan.
Sebab, langkah ini membutuhkan kesadaran dan pemahaman dari setiap individu maupun komunitas. Juga membutuhkan sinergitas antar instansi terkait.
Selain itu, yang penting adalah adanya komitmen dari setiap pimpinan dan kepala daerah. Karena berbicara SDA tidak bisa berpatokan pada batas administrasi kabupaten/kota,” jelas Ariantana.
Menurut dia, membandingkan Bali di tahun 80-an dengan Bali saat ini sudah tentu sangat berbeda.
Dari sisi jumlah penduduk, pada tahun 80-an masih sebanyak 2 juta jiwa, dan saat ini hampir mencapai 5 juta jiwa.
Pun jumlah pendatang (tidak tercatat sebagai penduduk Bali) dan wisatawan meningkat berlipat-lipat.
“Sesuatu yang alamiah jika kebutuhan air bersih pun meningkat tajam di Bali.
Pembangunan akomodasi wisata juga berkembang pesat ke segala kawasan, dengan alasan pengembangan ekonomi. Diiringi pula alih fungsi lahan produktif menjadi pemukiman,” katanya.
Selain itu, berkurangnya area imbuhan alami berakibat pada berkurangnya debit air permukaan. Kualitas air permukaan pun kurang baik akibat polusi sampah dan polusi limbah rumah tangga.
Kondisi-kondisi tersebut menyebabkan PDAM kewalahan dalam penyediaan air bersih. Dunia usaha maupun penduduk secara mandiri mencari alternatif, dan air tanah menjadi pilihan yang mudah dan efisien.
“Semua PDAM di Bali juga mengambil air tanah sebagai air yang didistribusikan (dijual).
Tapi di balik itu, pengambilan air tanah yang terus-menerus dan semakin intensif, dipastikan akan berakibat pada berkurangnya cadangan di dalam tanah.