Liputan Khusus
Bali di Ambang Krisis Air Bersih, Eksploitasi Air Tanah Sudah Melampaui 70 Persen
Intensitas pengambilan air tanah (biasa disebut Air Bawah Tanah/ABT) meningkat tajam dalam dua dekade terakhir di Bali.
Penulis: Sunarko | Editor: Ady Sucipto
Padahal pelakunya tiada lain tiada bukan adalah kita semua. Kita sebagai perusak lingkungan tak kentara,” tandas Ariantana.
Namun demikian, Ariantana menambahkan bahwa tidak hanya pengambilan air tanah secara berlebihan yang menyebabkan subsiden.
Ada beberapa faktor lain yang menyebabkan terjadinya subsiden. Di antaranya adalah litologi batuan, yaitu jenis lapisan batuan pada suatu lokasi atau kawasan.
Pada litologi batuan yang didominasi alluvium, potensi subsiden relatif besar. Sedangkan pada litologi yang didominasi sedimen gunung api maupun sedimen gamping, potensi subsiden relatif kecil.
Keseimbangan Terganggu
Ariantana mengungkapkan, yang jadi perhatiannya terutama adalah berkurangnya air tanah di Pulau Bali akibat pengambilannya yang terus meningkat dari tahun ke tahun.
“Ini memang konsekuensi dari pembangunan. Sedangkan air adalah kebutuhan pokok dan belum tergantikan hingga kini,” jelas Ariantana.
Berbicara air tanah, menurut PAAI, maka kita mesti memahami proses terbentuknya air tanah itu sendiri, yang merupakan bagian dari siklus hidrologi.
Siklus hidrologi adalah suatu siklus yang terjadi di dalam yang berkaitan dengan proses pembentukan air, baik di atmosfer mapun di bumi, dan hal ini tidak akan berhenti.
Siklus hidrologi terjadi di bumi dengan tujuan mempertahankan jumlah atau ketersediaan air. Siklus ini uga menjaga intensitas hujan, serta menjaga keseimbangan ekosistem yang ada di bumi agar semua tetap teratur.
Dibutuhkan waktu yang panjang, dalam hitungan tahunan bahkan sampai ratusan tahun, untuk terbentuknya air tanah, terutama pada aquifer tertekan.
Dari siklus hidrologi, kata Ariantana, keseimbangan terjadi secara alami. Jika salah-satu proses dari siklus tersebut berubah, misalnya karena ulah manusia, maka keseimbangan pasti akan terganggu.
Proses yang cenderung berubah di antaranya adalah akibat adanya pengambilan air tanah tidak secara alami. Misalnya, dengan cara pengeboran.
“Pengambilan air tanah dengan cara penggalian atau pengeboran ini tergolong rekayasa, bukan alami.
Terjadinya alih fungsi lahan, yang membuat berkurangnya area terbuka pada kawasan industri dan pemukiman juga berakibat pada berkurangnya infiltrasi air hujan ke dalam tanah.