Jadi Dasar China Sebut Tidak Melanggar Hukum Saat Masuk Perairan Natuna, Apa Itu Nine Dash Line?
Buntut insiden masuknya kapal nelayan asal China yang ke perairan Natuna membuat hubungan Indonesia-China mengalami ketegangan.
TRIBUN-BALI.COM, JAKARTA - Buntut insiden masuknya kapal nelayan asal China yang ke perairan Natuna membuat hubungan Indonesia-China mengalami ketegangan.
Tak hanya kapal ikan, kapal penjaga pantai atau coast guard negara itu juga terang-terangan masuk dan mengawal penangkapan ikan secara ilegal.
Pemerintah Beijing lewat Kementerian Luar Negeri bahkan mengklaim kalau kapal nelayan dan coast guard tak melanggar kedaulatan Indonesia.
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Geng Shuang mengatakan China tidak melanggar hukum internasional dan memiliki hak dan kepentingan di wilayah perairan yang disengketakan.
Dasar yang dipakai Negeri Tirai Bambu mengklaim perairan Natuna yang masuk wilayah Laut China Selatan adalah sembilan garis putus-putus atau nine dash line.
Nine dash line merupakan garis yang dibuat sepihak oleh China tanpa melalui konvensi hukum laut di bawah PBB atau United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS).
• Adu Mulut dengan Pemilik Warung, Wayan Suprapta Ditebas Hingga Tersungkur di Pantai Masceti Gianyar
• Resmi! Pertamina Turunkan Harga BBM Jenis Pertamax dan Dex Series Mulai Hari Ini
Dalam UNCLOS, telah ditetapkan batas-batas Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) setiap negara yang kaitannya dengan hak melakukan eksploitasi dan kebijakan lain di wilayah perairannya sesuai hukum laut internasional.
Di sisi lain, meski Beijing juga merupakan anggota UNCLOS, negara itu tidak mengakui ZEE di Laut China Selatan.
Dalam peta Laut China Selatan yang diterbitkan China mengacu pada nine dash line, wilayah perairan China membentang luas ke Natuna, yang jaraknya ribuan kilometer jauhnya dari daratan utama Tiongkok.
Wilayah yang masuk dalam nine dash line yakni melingkupi Kepulauan Paracel yang juga sama-sama diklaim Vietnam dan Taiwan, hingga laut di Kepulauan Spatly dimana China bersengketa dengan Filipina, Malaysia, Vietnam, dan Brunai Darussalam.
Panjangnya nine dash line China atas klaim hampir seluruh Laut China Selatan, membuat negara itu bersengketa secara tumpang tindih dengan wilayah ZEE negara-negara tetangga Indonesia.
Sejarah nine dash line bisa dirunut pada 1947, saat China masih dikuasai Partai Kuomintang pimpinan Chiang Kai Sek, sudah menetapkan klaim teritorialnya atas Laut China Selatan.
Saat itu, pemerintahan Kuomintang menciptakan garis demarkasi yang mereka sebut sebagai 'eleven dash line'.
Berdasarkan klaim ini China menguasai mayoritas Laut China Selatan termasuk Kepulauan Pratas, Macclesfield Bank serta Kepulauan Spratly dan Paracel yang didapat China dari Jepang usai Perang Dunia II.
Klaim ini tetap dipertahankan saat Partai Komunis menjadi penguasa China pada 1949.