Ngopi Santai
Merangkul Kesendirian
Theresia baru saja membereskan tempat tidurnya. Di luar masih gelap. Halaman rumah basah oleh sisa hujan semalam.
Penulis: DionDBPutra | Editor: Rizki Laelani
Lalu bagaimana kondisi lansia di Bali? Rupanya setali tiga uang. Total lansia di Pulau Dewata (2018) sebanyak 441 ribu jiwa.
Jumlah tersebut merupakan 10,5 persen dari total penduduk Provinsi Bali yang mencapai 4,2 juta jiwa.
Hal ini menempatkan Bali sebagai satu di antara provinsi yang penduduk lansianya tertinggi di Indonesia selain DIY, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Selanjutnya dari jumlah 441 ribu lansia tersebut 31 ribu lansia di Bali masuk kategori telantar.
Data tersebut diungkap Ketua Panitia Khusus Perda Kesejahteraan Lanjut Usia I Nyoman Parta dalam rapat Paripurna DPRD Provinsi Bali, Selasa (6/11/2019).
Para lansia telantar di Bali umumnya hidup sebatang kara, menyendiri tanpa didampingi keluarganya.
Itulah sebabnya Pemerintah Provinsi Bali merancang peta jalan (road map) menuju terwujudnya Pulau Dewata yang ramah bagi kaum lansia sebelum tahun 2023. Entah bagaimana agenda aksinya sekarang.
Wajar jika jumlah lansia di Bali tergolong tinggi. Data menunjukkan Provinsi Bali menempati posisi kelima dalam Angka Index Pembangunan Manusia (IPM). IPM Bali saat ini 74,3, lebih tinggi dari rata-rata nasional yang angkanya hanya 70,1.
Parameter IPM meliputi kualitas pendidikan, umur panjang dan kualitas kesehatan serta kemampuan daya beli (standar hidup layak).
Dengan angka IPM tinggi, harapan hidup di Bali juga tinggi sampai mencapai usia rata-rata 72 tahun. Harapan hidup lebih tinggi membuat jumlah lansia di Bali juga ikut bertambah.
Celakanya sebagian dari mereka hidup telantar karena ya itu tadi, anak, cucu atau keluarga sibuk dengan kehidupan mereka sendiri.
Sebuah penelitian yang dilakukan Prof LK Suryani dari Suryani Institute memperlihatkan banyak lansia di Bali yang tidak dipedulikan oleh keluarganya. Malah keluarga dekat sekalipun menanggap mereka sebagai beban.
Prof Suryani mendapati kenyataan tersebut setelah melakukan penelitian di Kintamani, Kabupaten Bangli. Hasilnya, 34 persen orang yang merawat lansia, entah anak atau menantu, menganggapnya sebagai beban.
Suryani mengatakan responden yang ia wawancarai beranggapan lansia itu cerewet, tidak bisa diatur dan ingin menang sendiri.
Padahal sebagai anak harusnya menyadari usia tua makin lama makin cerewet, apalagi yang sudah pikun.
"Meskipun orangtua ini dulunya seorang profesor, tapi kalau sudah pikun ya ngomongnya bolak-balik," kata Prof Suryani (Tribun Bali, 23 Agustus 2018).
Lansia menjadi beban. Kiranya ini pula yang mungkin mengisi relung hati tuan dan puan yang masih punya orangtua, kakek atau nenek berusia 60 tahun ke atas apalagi yang kondisi fisiknya makin menurun bahkan sakit-sakitan.
Penuaan adalah keniscayaan. Dikau yang hari ini cantik dan ganteng, gagah berdasi atau anggun mewangi, suatu ketika akan menjadi pria tua dan wanita tua biasa. Kesendirian dan sepi akan bersamamu kelak.
Selagi masih ada waktu mengurus orang tua, lakukanlah semampumu. Sebisa-bisanya. Toh tua usia tak mengenal jalan pulang. Muda pun hanya sekejap jua. (dion db putra)