Atasi Lonjakan Harga Cabai di Jembrana Dengan Melapot
Harga cabai di Pasar Umum Negara melambung hingga Rp 60 per kilogram, Atasi lonjakan harga cabai di Jembrana dengan melapot
Penulis: I Made Ardhiangga Ismayana | Editor: Putu Dewi Adi Damayanthi
TRIBUN-BALI.COM, NEGARA - Harga cabai di Pasar Umum Negara melambung hingga Rp 60 per kilogram.
Belum lagi, serangan hama yang terjadi Desa Kaliakah beberapa hari lalu, yang mengancam panen petani cabai.
Atas hal ini, Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Jembrana pun berharap program Melapot (Menanam dalam pot) bisa berjalan dengan maksimal.
Kepala Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Jembrana, I Wayan Sutama, menuturkan, untuk pasokan dari petani hingga saat ini belum mengalami kendala.
• Bus Sekolah SMP 1 Negara Masih Terkendala Anggaran Operaisonal
• Hindari Cek Handphone Saat Bangun Tidur, 3 Dampak Negatif Ini Bisa Terjadi
• Menkumham Yasonna Laoly Masuk Tim Hukum PDI-P Lawan KPK, Ini Kata Jokowi
Dan rata-rata untuk kebutuhan di pasar-pasar Jembrana, Bali lebih mengandalkan pasokan dari Jawa.
Namun, kebutuhan cabai itu terbagi dua yaitu untuk kebutuhan rumah tangga dan industri.
Rata-rata yang berada di pasar ialah kebutuhan Industri.
"Kalau rumah tangga kami sudah minta untuk mensukseskan program menanam dalam pot," ucapnya, Jumat (17/1/2020).
Ia berkata program menanam dalam pot itu sendiri dapat mengatasi kebutuhan cabai untuk warga rumahan.
Artinya, dari satu pot itu bisa menghasilkan cabai untuk kebutuhan dapur warga.
Di samping itu, dianjurkan pula setiap rumah tangga bisa memiliki dua pot.
Pot lainnya bisa untuk menanam tomat atau tanaman lain, untuk kebutuhan dapurnya.
"Jadi kalau satu KK menanam cabai di dalam pot, pasti untuk mencukupi kebutuhan dapur itu teratasi. Selain itu juga bisa menanam tanaman lain. Paling tidak ada dua pot," jelasnya.
Menurutnya, lonjakan saat ini yang terjadi di Jembrana dikarenakan adanya faktor hujan atau bencana banjir, sehingga berpengaruh pada kebutuhan cabai di Pasar.
Untuk produksi per tahun cabai di Jembrana didapat dari 8 hektare kebun petani.
Per 1 hektare, paling tidak menghasilkan 10 hingga 15 ton.
Beberapa daerah penghasil cabai terbesar itu di Banjar Air Anakan Banyubiru dan di kebun petani kawasan Tegal Badeng Barat.
"Kalau petani Jembrana paling tidak bisa menghasilkan 10 hingga 15 ton," paparnya.
Hanya saja, hasil dari lahan seluas 8 hektare itu tidak sekaligus memanen setiap tahunnya.
Bahkan, ada pula yang tidak dijual di Jembrana, melainkan dijual di Jawa.
Dan mengenai distribusi penjualan itu, pihaknya tidak memiliki kewenangan tentang hal tersebut.
"Kalau penjualan memang sendiri-sendiri petani. Tapi informasinya ada yang dijual ke Jawa," ungkapnya.
Dari data yang dihimpun di Pasar Umum Negara beberapa waktu lalu, kenaikan cabai merah kecil mencapai Rp 5 ribu.
Dari harga awal Rp 55 ribu kini menjadi Rp 60 ribu.
Kemudian, naik bawang merah dari Rp 9 ribu menjadi Rp 12 ribu.
Untuk beras rata-rata naik Rp 700 baik beras biasa hingga premium.
Rata-rata harga beras berkisar dari Rp 9.400 hingga Rp 10.800.
Selain harga cabai, petani juga mulai cemas dengan serangan hama terhadap tanaman cabai.
Sekitar satu hektare lahan petani diserang hama.
Salah seorang petani asal Dusun Pangkung Lip-Lip Desa Kaliakah, Kecamatan Negara, Gusti Putu Wiarti mengatakan, bahwa pertumbuhan cabenya kurang maksimal.
Sebab, jelang tanaman akan mulai berbunga justru mengalami banyak gangguan.
Ia menduga diserang hama.
Itu terlihat dengan rumpun pada pucuk-pucuk daunnya mengalami keriting.
Kemudian, hama berupa kupu-kupu hitam yang selalu bermarkas pada bawah daun dan dahan-dahan pohon.
"Sekitar umur satu bulan pertumbuhannya sangat bagus bahkan terlihat cukup subur," ucapnya, Senin (13/1/2020) lalu. (*).