Muncul Lagi Kerajaan King of The King, Sebut Prabowo Subianto Hingga Kekayaan Rp 60 Ribu Triliun
Nama-nama tokoh nasional seperti Prabowo Subianto disebut-sebut ikut jadi bagian, meski hal ini belum terkonfirmasi.
Masyarakat cenderung percaya dengan hal-hal yang berbau konspiratif, spekulatif dan mistis untuk menjawab segala rasa penasaran mereka secara singkat.
Tren seperti ini, sebut dia, tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi hampir di seluruh dunia.
Termasuk negara barat yang memiliki pola pikir serta kemampuan finansial yang lebih baik dibandingkan masyarakat Indonesia.
“Penelitian Cambridge di 9 negara selama 6 tahun menunjukkan ternyata masyarakat barat sendiri, masyarakatnya juga semakin percaya dengan hal-hal yang sifatnya konspiratif, tidak rasional.
Artinya, kita tidak bisa bilang bahwa masyarakat kita adalah bangsa atau masyarakat yang terbelakang,” kata dia.
“Ini tidak ada hubungannya dengan latar belakang pendidikan, ekonomi, suku, agama dan ras.
Tapi ini lebih terkait pada kondisi, satu, sosial politik masyarakat, dua, kemanusiaan masyarakat itu sendiri,” imbuh Devie.
Sebagai contoh, ketika kontestasi politik berlangsung pada 2017 lalu, munculnya dua kutub kekuatan menguatkan polarisasi di masyarakat.
Hal itu tidak terlepas dari derasnya arus informasi yang juga mengalir ke media sosial, sehingga mengakibatkan masyarakat menjadi kian bingung dalam memilah informasi.
Persoalan timbul ketika tidak sedikit masyarakat Indonesia yang cenderung malas untuk bertanya dan mencari tahu kebenaran atas sebuah informasi.
Sementara, rasa tidak percaya terhadap tiga pihak sebelumnya, membuat mereka akhirnya ‘melarikan diri’ ke orang-orang terdekat seperti teman dan keluarga yang tidak memiliki kapasitas dan kapabilitas dalam menyaring informasi.
“Di sini kemudian potensi masuknya informasi yang tidak kredibel itu masuk.
Kenapa? Kalau sudah teman yang bicara, keluarga yang bicara, kita tentu tidak akan lagi mempertanyakan.
Karena artinya itu akan mengganggu hubungan sosial kita,” ucap Devie.
“Ketika ibu kita mengatakan, lho masa sih ibu kita akan membohongi kita? Jadi itu membuat informasi-informasi yang spekulatif, konspiratif, itu menjadi mudah untuk meresap masuk pikiran masyarakat,” imbuh dia.