Wabah Babi Mati Mendadak di Bali Tembus 1000 Ekor, Peternak Babi Bingung Kembalikan Kredit
Wabah kematian babi secara mendadak di Bali sejak bulan Desember 2019 sangat memukul para peternak serta usaha terkait lainnya.
Penulis: I Made Prasetia Aryawan | Editor: Ady Sucipto
Wabah Kematian Babi Mendadak di Bali Tembus 1000 Ekor, Peternak Babi Bingung Kembalikan Kredit
TRIBUN-BALI.COM, TABANAN - Wabah kematian babi secara mendadak di Bali sejak bulan Desember 2019 sangat memukul para peternak serta usaha terkait lainnya.
Sebagian dari peternak kini bingung mengembalikan kredit modal dan tidak berani mengisi kandang dengan bibit babi yang baru.
Geger wabah tersebut juga mengurangi omzet penjualan warung babi guling.
Kebingungan mengembalikan kredit modal diungkapkan Ketut Tedja mewakili para peternak di Desa Cepaka, Kecamatan Kediri, Kabupaten Tabanan, Minggu (2/2).
Di desa ini kurang lebih 200 ekor babi yang mati.
"Klasifikasinya baik babi penggemukan, anak dan indukannya.
Itu baru di Desa Cepaka saja belum desa yang lain," kata Tedja yang juga Perbekel Cepaka. Adapun jumlah babi yang mati di seluruh Tabanan mencapai 527 ekor hingga Kamis (30/1) lalu.
Tedja mengatakan, para peternak kini berpikir keras bagaimana membayar kredit baik itu di koperasi desa maupun di bank.
Peternak juga harus memikirkan cara mengubur bangkai hewan yang mati sia-sia tersebut.
Dijelaskannya, seorang peternak yang pelihara babi 10 ekor harus memiliki modal awal berupa kandang.
Harga bibit babi (kucit) per ekor antara Rp 600-700 ribu. Biaya pakan per ekor dalam empat bulan atau hingga panen bisa menelan biaya hingga Rp 2 juta.
Kalau babi lebih dari 10 ekor, peternak perlu pekerjakan tenaga kerja dengan biaya per bulan sekitar Rp 1 juta.
Jadi modal awal peternak untuk 10 ekor babi saja hingga puluhan juta rupiah.
"Jika berhasil mereka juga tak seberapa mendapat untungnya karena selama ini harga pakan meroket dan harga jual kerap anjlok.