Tak Mau Makan & Bengong Tiga Hari, 9 Ekor Babi Milik Peternak di Denpasar Ini Akhirnya Mati

Komang Sri Wahyuni tengah suntuk menyemprot kandang babinya di Gang Flora Bali, Jalan Hayam Wuruk, Denpasar dengan selang,

Penulis: Putu Supartika | Editor: Ady Sucipto
Tribun Bali/Putu Supartika
Komang Sri Wahyuni membersihkan kandang babi miliknya, Rabu (5/2/2020) 

 
 

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Komang Sri Wahyuni tengah suntuk menyemprot kandang babinya di Gang Flora Bali, Jalan Hayam Wuruk, Denpasar dengan selang, Rabu (5/2/2020).

Usai membersihkan kandang babi, ia pun melanjutkan dengan memberikan makan babinya.

Setelah adanya isu wabah ASF yang membunuh banyak babi, kini dirinya semakin rajin untuk membersihkan kandang miliknya.

Apalagi sembilan babinya telah mati tanpa sebab yang jelas.

Sebelum babi itu mati, Wahyuni menuturkan tiga hari berturut-turut babinya bengong tak mau makan.

"Tiga hari bengong tak mau makan. Biasanya kalau jam makan babi itu kan lompat-lompat sambil ribut. Tiga hari bengong tiba-tiba langsung mati. Saya tak tahu apa penyebabnya," tutur wanita yang telah beternak babi selama tiga tahun ini.

Kematian babinya ini dimulai sejak sebulan lalu dan dalam sehari bahkan dua sampai tiga babi miliknya mati.

Ia yang awalnya memelihara 40 ekor babi, kini hanya tinggal 31 ekor saja.

Kematian sembilan babinya yang siap untuk dijual itu membuat dirinya merugi hingga Rp 12 jutaan.

Tak hanya merugi karena babinya mati, penjualan babi juga seketika anjlok.

Padahal hari raya Galungan sudah dekat dan seharusnya sudah banyak yang membeli maupun memesan babi untuk dipotong.

"Sekarang semakin sepi. Biasanya dekat-dekat Galungan sehari ada yang ngambil dua ekor, namun sampai sekarang belum ada.

Ada juga pembeli yang membeli borongan kadang langsung 30 ekor.

Dulu saat Galungan itu bisa laku sampai 50 ekor, tahun ini saya tak tahu bagaimana jadinya," kata perempuan asli Nusa Penida ini.

Bahkan langganan penjual babi guling yang biasanya mengambil babi di tempatnya pun kini jarang dikarenakan pembeli babi guling berkurang.

Tak hanya penjualan yang turun harga babi pun anjlok.

Biasanya dekat hari raya Galungan dirinya bisa menjual babi seharga Rp 35 ribu perkilogram, namun kini walaupun laku namun seharga Rp 25 ribu bahkan Rp 20 ribu perkilogram.

"Orang-orang takut beli daging babi karena adanya virus itu. Padahal kan tidak menular ke manusia," katanya.

Untuk antisipasi agar babinya tak mati lagi, ia kini rajin membersihkan kandang.

"Ya rajin-rajin bersihin kandang saja. Pagi sore disemprot dengan air," katanya.

Selain itu petugas dari Dinas Pertanian juga melakukan pengecekan ke tempatnya.

"Saya juga dikasi obat satu jerigen kemarin. Juga dikasi tahu caranya agar terhindar," katanya.

Babi Mati di Badung Tercatat 564 Ekor

Menjelang perayaan hari raya Galungan, wabah babi mati terus menjalar di Kabupaten Badung.

Para peternak babi di Gumi Keris tidak mau memelihara babi lagi sebelum adanya vaksin untuk mengantisipasi wabah yang melanda babi saat ini.    

Pihak dinas setempat pun belum memberikan kepastian secara pasti terkait solusi atau penyakit yang menimpa peternak babi tersebut.

Padahal di Kabupaten Badung sudah tercatat sebanyak 564 ekor mati hingga 31 Januari 2020.

Para peternak pun terpaksa alih profesi lantaran tidak berani ambil risiko untuk melakukan ternak kembali.

Salah satu Peternak Babi dari Banjar Semana, Desa Mambal, Kecamatan Abiansemal, Badung, Made Sudiarta pun mengaku terpaksa kembali bekerja di proyek di Ubud.

Pria yang memelihara 25 indukan babi itu pun mengaku tidak bisa melanjutkan usahanya sebagai peternak babi dengan waktu cepat, lantaran wabah tersebut belum ada solusinya.

“Sementara saya terpaksa di proyek ini, di Ubud, Gianyar. Bagaimana men, belum ada solusi masak hasil labnya tidak dikeluarkan,” jelasnya Rabu (4/2/2020).

Lebih lanjut ia berharap agar pemerintah setempat cepat menangani wabah tersebut.

Pasalnya sudah sampai satu bulan wabah tersebut belum ada solusi dan terkesan sampai berlarut-larut.

“Kalau sampai berlarut, seperti saya yang mata pencahariannya pada peternak babi kan susah. Bahkan setidaknya 60 persen penghasilan saya dari ternak babi,” jelasnya sembari mengatakan itu pun permainan uang di Bank, kalau mangkrak gini kan saya tidak bisa bayar dan risikonya sangat tinggi.

Ia pun mengaku akan beternak babi kembali jika solusi sudah didapat oleh pemerintah.

Pemerintah pun harus cepat dalam mengambil tindakan.

“Pasti kalau ada obat, vaksin, saya pasti akan jadi peternak kembali. Kalau tidak begitu apa saya gunakan bayar hutang,” pungkasnya.

Dikonfirmasi terpisah Kabid Keswan Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Badung I Gde Asrama belum bisa berbuat banyak terkait wabah kematian babi tersebut.

Terkait hasil lab pihaknya menyerahkan ke BBVet Denpasar.

“Untuk hasi lab, teman-teman kita yang di BBVet Denpasar yang menindaklanjuti,” ungkapnya

Pihaknya pun menyarankan bagi peternak yang kandangnya sudah kosong, pihaknya menganjurkan untuk sementara jangan memasukkan bibit dulu, sampai penyakit tersebut dinyatakan atau terkendali.

Sayangnya sampai kapan ini akan berlasngung, pihaknya tidak bisa menjawab hal terebut “Kita lihat satu siklus produksi atau situasi penyakit di lapangan dulu,” katanya

Disinggung mengenai secara pasti berapa jumlah babi yang mati di Badung Asrama pun tidak berani banyak berkomentar.

Malahan ia menyerahkan konfirmasi ke Dinas Pertanian Provinsi Bali.

“Untuk yang ini (jumlah –red) bisa komunikasi dengan pihak provinsi Bali.  Biar satu pintu informasi dan datanya,”  ujarnya lagi. (*)

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved