Made Taro Tuangkan Pengajaran Bahasa Bali dalam Permainan
Permainan ini juga mengajak peserta untuk menyanyikan gending (lagu) Dadong Dauh, di mana menceritakan seorang nenek memelihara ayam yang bertelur
Penulis: Ni Kadek Rika Riyanti | Editor: Ida Ayu Suryantini Putri
Laporan Wartawan Tribun Bali, Ni Kadek Rika Riyanti
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Menjadikan sebuah pembelajaran bahasa Bali agar menyenangkan bisa dilakukan dengan berbagai cara.
Salah satunya dengan cara memasukkan berbahasa dan aksara Bali ke dalam sebuah permainan.
Cara itulah yang diajarkan pakar permainan tradisional Bali, Made Taro saat mengisi workshop yang bertemakan “Ngobiahang Aksara Bali Mapiranti Maplalianan” pada Minggu (9/2/2020) bertempat di Rumah Budaya Penggak Men Mersi Kesiman, Jalan WR Supratman No. 169, Sumerta Kelod, Kecamatan Denpasar Timur, Kota Denpasar, Bali.
Workshop yang diberikan Made Taro atau yang akrab disapa Pekak Taro kali ini perihal melibatkan permainan ke dalam pembelajaran.
• Mitos Alis Kiri Kedutan Pertanda Baik, Dapat Rezeki Tak Terduga Hingga Bertemu Jodoh, Benarkah?
• Terdepak dari Skuat Bali United di AFC 2020, Teco Siapkan Tugas Khusus untuk Irfan Bachdim
• BPBD Buleleng Usulkan Perbaikan Dua Jembatan Rusak Akibat Banjir Bandang Dua Tahun Lalu
Workshop ini menyasar guru-guru dan orangtua di Penggak Men Mersi pada ajang Pekan Generasi Sadar Aksara (PARASARA).
Meski hujan deras mengguyur dan workshop dimulai sedikit terlambat, Pekan Taro selaku pendiri Sanggar Kukuruyuk itu dengan semangat membawakan materi di depan peserta yang hadir.
Pada materi workshop-nya, ia mengangkat permainan tradisional yang direalisasikan dari gending Bali sebagai pendidikan karakter kepada anak-anak.
• Hanya Ada Satu Unit Alat USG, Warga Keluhkan Pelayanan RS Pratama Nusa Penida
• Bupati Rencanakan Bangun Tanggul di Tiap Desa, Antisipasi Banjir Bandang di Wilayah Bangli
• Instruksi Khusus Teco kepada Gavin dan Dias, Ada Formula Baru untuk Eks Persib Bandung
Permainan ini terdiri atas beberapa kelompok dengan jumlah anggota yang sama.
Permainan ini juga mengajak peserta untuk menyanyikan gending (lagu) Dadong Dauh, di mana menceritakan seorang nenek memelihara ayam yang sedang metaluh (bertelur).
Kemudian datang anak-anak nakal mencuri telur-telur ayam tersebut.
Telur dicuri dengan menggunakan sepit (sebuah alat penjepit).
Pada saat mencuri telor itu tampak gampang dan mudah, tetapi pada saat membawa pulang, mereka mengalami banyak rintangan.
“Dalam permainan ini, ada poin-poin pembelajaran yang dapat dipetik, seperti disiplin, sabar, sportif, mandiri dan sebagainya,” ujar Made Taro.
Akan tetapi, jika telur tersebut jatuh pada saat mencurinya, orang yang membawanya harus mengambilnya sendiri tanpa bantuan.
Dalam hal ini, telur yang jatuh tidak boleh diambil dengan tangan tetapi harus diambil dengan sepit tersebut.
Jika diumpamakan dalam kehidupan, orang itu harus mampu bekerja secara mandiri oleh karena itu tidak boleh menerima bantuan ketika mengambil telur yang jatuh, dan ketika mengambilnya dengan sepit, itu mengajarkan untuk fokus tapi tetap tenang karena saat mengambil telur dengan sepit membutuhkan ketenangan dan konsentrasi.
“Jika peserta itu tegang dan tidak fokus, maka mereka akan tidak dapat mengambil telur itu dengan baik. Di sini dibutuhkan konsentrasi tinggi,” sebutnya.
Telur yang dicuri kemudian dikumpulkan dalam sebuah wadah di belakang barisan.
Setelah berhasil mencuri semua telur, kelompok tersebut harus segera menyusun aksara Bali yang tertempel pada telur.
Adapun tulisan yang ditempel pada telur tersebut disesuaikan dengan tema acara.
Kelompok yang lebih dulu berhasil menyusun dan menebak aksara Bali yang tertempel di telur, kelompok itulah yang menang.
“Ini permainan kreasi baru, baru dibuat tahun lalu. Saya buat dari gegendingan Bali supaya bermakna saat telur selesai disusun. Sebelumnya sudah dicoba di Klungkung,” kata Pekak Taro yang mengaku telah menciptakan sekitar 20 permainan kreasi baru yang berdasar dari gending Bali.
Pada saat menciptakan permainan, Pekak Taro menggunakan metode 4 AT.
“AT pertama adalah sehat karena dalam permainan harus bergerak lagi, bergerak lagi dengan cepat; AT kedua selamat, tidak berbahaya permainannya itu; ketiga itu nikmat, dalam artian walaupun kalah, tetap senang dan semangat; terakhir manfaat,” ungkapnya.
Workshop ini, kata Kelian Penggak Men Mersi Kadek Wahyudita bertujuan untuk secara sederhana mengajarkan bahasa, aksara, dan sastra Bali ke generasi milenial saat ini.
“Sejatinya, kita telah mewarisi cara-cara sederhana itu. Salah satunya adalah dengan cara bermain. Karena itu, dalam workshop ini, kami mengundang pakar permainan tradisional, Bapak Made Taro untuk menjadi narasumber,” ungkapnya.
Wahyudita menambahkan, kegiatan workshop yang baru pertama kali ini diharapkan bisa menginspirasi para guru dan orangtua untuk membuat cara mengajar bahasa Bali yang efektif melalui kegiatan yang menyenangkan.
Ia juga berharap kegiatan seperti ini tidak hanya diselenggarakan pada waktu tertentu seperti Bulan Bahasa Bali ini, tetapi dapat dilaksanakan lebih sering dan secara produktif.(*)