Dalam Omnibus Law, Pemerintah Akan Hapus Cuti Panjang Karyawan
Pemerintah dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) omnibus law Cipta Kerja mengubah beberapa ketentuan soal ketenagakerjaan salah satunya soal cuti panjan
TRIBUN-BALI.COM, JAKARTA - Pemerintah dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) omnibus law Cipta Kerja mengubah beberapa ketentuan soal ketenagakerjaan salah satunya soal cuti panjang.
Dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan pasal 79, pemerintah menjelaskan secara detail soal cuti panjang alias istirahat panjang bagi pekerja yang telah bekerja selama 6 tahun di perusahaan yang sama.
Cuti panjang yang diatur adalah sekitar 2 bulan pada tahun ketujuh hingga tahun ke delapan masing-masing 1 bulan tiap tahunnya.
UU tersebut pun mengatur secara jelas peraturan soal istirahat panjang yang dibuat dalam bebebapa poin khusus.
• Kronologi Penangkapan Spesialis Pencuri di RSUP Sanglah Denpasar: Incar Keluarga Pasien Saat Tidur
• Fakta di Balik Tewasnya Janda Kaya di Tulungagung, Pembuluh Darah di Kepala Pecah Karena Dibekap
• Dianggap Hina Presiden di FB, Dosen Unnes Ini Pertanyakan Keganjilan Sanksi yang Diterimanya
Namun dalam draft Rancangan Undang-Undang (RUU) omnibus law Cipta Kerja, peraturan cuti tahunan dihapus.
Kendati demikian, perusahaan dapat memberikan cuti panjang kepada karyawannya yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
Dalam omnibus law, pemerintah hanya mengatur waktu istirahat antara jam kerja setelah kerja 4 jam berturut-turut dan istirahat mingguan sekitar 1-2 hari.
Selain itu, pemerintah mengatur cuti tahunan yang harus diberikan perusahaan minimal 12 hari.
• Gubernur Bali Isi Data Kependudukan, Ngiring Sareng Sami Sukseskan Sensus Penduduk Online
• Klinik Aborsi di Jakarta Untung Rp 5,5 Miliar dalam 21 Bulan dari 903 Wanita yang Gugurkan Kandungan
• Diviralkan Pelanggan di Twitter karena Ditagih Rp 21 Juta, PLN Bali Kekeh Minta Dibayar Lunas
Berikut detail UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 79 soal cuti panjang:
(1) Pengusaha wajib memberi waktu istirahat dan cuti kepada pekerja/buruh.
(2) Waktu istirahat dan cuti sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), meliputi :
a. istirahat antara jam kerja, sekurang-kurangnya setengah jam setelah bekerja selama 4 (empat) jam terus menerus dan waktu istirahat tersebut tidak termasuk jam kerja;
b. istirahat mingguan 1 (satu) hari untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu atau 2 (dua) hari untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu;
• Dua Minggu Terakhir Pergerakan Penumpang di Bandara Ngurah Rai Turun 16,25 Persen
• Wajah Jokowi hingga Susi Pudjiastuti Menghiasi Panggung New York Fashion Week 2020
c. cuti tahunan, sekurang kurangnya 12 (dua belas) hari kerja setelah pekerja/buruh yang bersangkutan bekerja selama 12 (dua belas) bulan secara terus menerus; dan
d. istirahat panjang sekurang-kurangnya 2 (dua) bulan dan dilaksanakan pada tahun ketujuh dan kedelapan masing-masing 1 (satu) bulan bagi pekerja/buruh yang telah bekerja selama 6 (enam) tahun secara terus-menerus pada perusahaan yang sama dengan ketentuan pekerja/buruh tersebut tidak berhak lagi atas istirahat tahunannya dalam 2 (dua) tahun berjalan dan selanjutnya berlaku untuk setiap kelipatan masa kerja 6 (enam) tahun.