Omnibus Law
Ancam Aksi Demo Besar-besaran, Presiden KSPI Nilai Omnibus Law Hanya Omong Kosong Belaka
Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) akan melakukan aksi besar-besaran selama draf Omnibus Law Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja
Selain itu, pihaknya juga akan melakukan judicial review pasal-pasal mana yang merugikan. Pihaknya akan meminta MK membatalkan pasal yang merugikan.
"Berikutnya citizen law suit, gugatan warga negara, karena buruh sebagai warga negara dirugikan dengan sikap pemerintah yang sangat kapitalis dan liberal," kata dia.
Menurut Iqbal, adanya Omnibus Law RUU Cipta Kerja ini membuat dunia tenaga kerja diliberalisasi.
Hal tersebut terlihat dari pasal-pasal yang termuat dalam RUU tersebut.
"Orang tidak punya perlindungan terhadap upah dan pendapatan serta orang tidak dapat jaminan kesehatan dan pensiun," kata dia.
Setelah melakukan kajian terhadap RUU Cipta Kerja, ia menilai apa yang dilakukan pemerintah melalui Omnibus Law hanya omong kosong belaka.
"Kami minta DPR secara politik batalkan Omnibus Law RUU Cipta Kerja, khususnya klaster ketenagakerjaan dan semua yang berhubungan dengan ketenagakerjaan," jelas dia.
Lima Aturan Rugikan Buruh
1.Perubahan jam kerja
Versi RUU Omnibus Law:
Pada Pasal 77 RUU Cipta Kerja disebutkan setiap pengusaha wajib melaksanakan ketentuan waktu kerja. Waktu kerja sebagaimana dimaksud paling lama 8 jam satu hari dan 40 jam satu minggu. Dan, pelaksanaan jam kerja bagi pekerja/buruh di perusahaan diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.
Aturan Lama (UU No 13 Tahun 2003 Ketenagaakerjaan):
Aturan itu berbeda jika dibandingkan dengan UU Ketenagakerjaan. Di pasal 77 ayat 2 UU Ketenagakerjaan disebutkan waktu kerja diatur dalam dua bentuk. Pertama, sebanyak 7 jam sehari dan 40 jam seminggu untuk enam hari kerja dalam 1 minggu. Kedua, sebanyak 8 jam sehari dan 40 jam 1 minggu untuk 5 hari kerja dalam satu minggu.
2. Pemberian Lembur
Versi RUU Omnibus Law: