Gubernur Koster Muat Dua UU yang Bertentangan, Perda Desa Adat Sempat Tak Disetujui Kemendagri
Gubernur Bali Wayan Koster dalam rancangan perda memuat dua Undang-Undang (UU) yang saling bertentangan satu dan lain.
Penulis: I Wayan Sui Suadnyana | Editor: Ida Ayu Suryantini Putri
Laporan Jurnalis Tribun Bali, I Wayan Sui Suadnyana
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Keberadaan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 4 tahun 2019 tentang Desa Adat di Bali ternyata sempat tidak disetujui oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
Penyebabnya karena Gubernur Bali Wayan Koster dalam rancangan perda tersebut memuat dua Undang-Undang (UU) yang saling bertentangan satu dan lain.
Regulasi yang dibenturkan oleh Gubernur Koster yakni UU Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa dengan UU Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Di dalam UU Nomor 6 tahun 2014, kewenangan terhadap desa adat merupakan milik dari kabupaten dan kota.
• Polisi Tetapkan 3 Tersangka dalam Tragedi Susur Sungai & Komentar Sri Sultan Soal Kepala Sekolah
• Berbeda dengan Sensus Periode Sebelumnya, BPS Bali Sosialisasikan SP 2020 di Makorem 163 Wira Satya
• Kick-Off Liga 1 2020 Tinggal Lima Hari, 188 Pertandingan Akan Disiarkan Secara Live
"Bukan kewenangan provinsi," kata Direktur Jenderal Otonomi Daerah (Dirjen Otda) Kemendagri Amal Malik di Rapat Kerja Percepatan dan Penyaluran Pengelolaan Dana Desa Tahun 2020 Tingkat Provinsi Bali di Agung Room Hotel Grand Inna Bali Beach, Denpasar, Selasa (25/2/2020).
Akibatnya, kata Malik, semua pihak di Jakarta menolak keberadaan Perda Desa Adat yang diajukan oleh Gubernur Koster.
Karena adanya penolakan, Malik akhirnya mengundang Gubernur Koster ke Jakarta bersama sejumlah pemangku kepentingan lainnya seperti Dirjen Desa, Kemenkumham dan Biro Hukum.
"Saya katakan (dalam pertemuan itu) Bali ini tidak memiliki kekhususan, tapi memiliki kekhasan. Kita harus menghormati kekhasan yang dimiliki oleh Bali. Sepanjang tidak bertentangan dengan perundang-undangan," kata dia.
• Begini Kata Indra Sjafri Soal Hubungannya dengan Pelatih Timnas Indonesia Shin Tae-yong
• Begini Kata Indra Sjafri Soal Hubungannya dengan Pelatih Timnas Indonesia Shin Tae-yong
• Tak Pikirkan Cetak Gol, Pemain Bali United Melvin Platje Sebut Menang Lebih Penting
Malik dalam pertemuan itu menegaskan bahwa dalam UU Nomor 23 tahun 2014 juga memuat tentang kearifan lokal yang dapat dikelola oleh pemerintah daerah di tingkat provinsi.
Konteks kearifan lokal inilah yang menjadi dasar dari lahirnya Perda Desa Adat.
Namun perda tersebut yang awalnya bernama "Perda tentang Desa Adat" harus berubah menjadi "Perda tentang Desa Adat di Bali".
"Saya minta kepada Pak Gubernur, kalau mau perda ini cepat selesai, Perda Desa Adat ubah judulnya. Sehingga judulnya tidak sama dengan di UU nomor 6 tahun 2014" kata dia.
Meski begitu, perubahan nama perda tersebut belum bisa disetujui oleh Kemenkumham karena dinilai masih sama dengan yang ada di UU Nomor 6 tahun 2014.
• Nasib Pilu Pegawai Kontrak di Karangasem Ngutang untuk Galungan, Sejak Januari Belum Terima Gaji
• 188 WNI ABK World Dream Akan Diobservasi di Pulau Tak Berpenghuni Ini
Akhirnya Malik mengambil keputusan untuk menghilangkan UU Nomor 6 tahun 2014 di rancangan Perda tersebut sehingga hanya mencantumkan UU Nomor 23 tahun 2014.